PLAAAK...!!!!
BUG...!!! BUGGggggg...!!!
"Dasar anak edan! ga waras! bodoh!!!!"
BUG!!!
Paijo jatuh tersungkur di lantai, tak bergeming. Salma sudah histeris menangisi anak tirinya itu. "Cukup Pak! ya Tuhan!"
"Awas kamu Bu! biar aku bunuh sekalian anak tak berguna ini!"
"Dia sudah melempar kotoran di muka 'ku sendiri!" Salma memakai tubuhnya untuk menghadang suaminya yang membabi buta memukuli anaknya sendiri.
"Hiks...hiks... Pak maafkan dia, salahkan aku saja! aku yang punya ide gila ini!"
"Dia yang tak tahu diri! kita sudah berusaha mengarahkan dia, tapi apa balasannya hah!? manusia tak berguna!" Dada Pak Burhan naik turun, melihat istrinya yang ikut terduduk di lantai dan menangis, dia berhenti. Masuk ke kamar dan membanting pintu dengan keras.
Paijo tidak menangis sama sekali. Di hatinya dia sudah membulatkan tekadnya untuk pergi jauh meninggalkan rumah.
"Kamu tidak apa-apa 'kan? biar ibu ambilkan es buat mengompres luka kamu!"
"Tidak usah! Ini sama sekali tidak sakit. Justru kata-kata Bapak yang lebih menyakitkan!" Paijo bangkit dan ikut menenggelamkan diri ke kamar.
Tengah malam saat semua orang sudah tidur. Paijo mengemasi beberapa lembar pakaian dan memasukkannya ke tas ransel hitam. Dia berniat minggat dari rumah tempat dia tumbuh sejak kecil itu.
Sebelum pergi dia masuk ke kamar Bapaknya. Meninggalkan kunci motor miliknya di atas meja kecil. Dia berniat minggat tanpa membawa satu-satunya benda berharga yang Bapaknya berikan. Namun kemudian Paijo ingat dia tidak punya sepeser uang pun. Melirik diatas nakas, dia hendak mengambil beberapa lembar uang dari dompet milik Bapaknya. Aku pinjam! batin Jo. Tiba-tiba tangannya di cekal. Jantungnya seakan berhenti saat itu juga.
Paijo bernafas lega saat sadar tangan yang memegangnya adalah tangan ibu tiri yang bagaikan peri. Salma menarik Paijo keluar kamar. Jangan sampai membangunkan singa yang terlelap. Bisa semakin geger genjer tengah malam begini.
"Kamu mau kemana?"
"Pergi!" jawab Jo singkat.
Salma paham betul kebiasaan anak tirinya itu. Tapi apa harus begini terus? Dia mengeluarkan sebuah amplop dari laci. "Bawa ini! Ibu tepati janji ibu. Andai sedikit saja kamu menurut dan mau di jodohkan dengan Saras. Mungkin keributan ini tidak akan terjadi."
"Bukankah kami berdua sudah terbiasa ribut. Dan perjodohan itu hanya omong kosong. Maaf tapi aku tidak suka di dekte. Ini hidupku, aku yang akan menentukan jalanku sendiri."
"Huh...Sombong dan keras kepala."
"Pergilah! Jangan pulang kerumah, sebelum kamu menjadi orang sukses dan kaya raya!" Salma sebenarnya tidak tega mengatakan itu. Di dalam hati dia berharap dengan begitu Jo akan berusaha membuktikan pada Bapaknya bahwa dia bisa sukses dengan jalannya sendiri.
"Baik! terimakasih." Jo menerima amplop itu.
Dia melangkahkan kakinya dengan mantap keluar dari pintu rumah. Sedikit pun dia tidak menengok kebelakang. Salma mengantar dengan pandangan matanya hingga punggung Jo menghilang di kegelapan.
Pergi dan cepatlah kembali. Buktikan pada Bapak 'mu sendiri, jika kamu juga bisa menjadi orang sukses!
****
Paijo bertekad pergi ke Malang, Jawa timur. Menyusul kakek yang merupakan ayah dari bapaknya sendiri. Berbekal alamat dan uang dari ibu tirinya. Dia mencari bus patas di terminal Mangkang dengan tujuan Malang. Sepi dan gelap. Setelah bertanya pada seorang petugas terminal berseragam dinas perhubungan. Jo baru tahu jika bus dengan tujuan ke Malang hanya bisa naik dari terminal Terboyo. Itu artinya dia harus naik angkutan lagi menuju Terboyo. Tengah malam begini, tentu sulit menemukan angkutan.
Sial! harusnya aku pergi pagi atau siang. Malam begini mana ada angkutan. Dasar bodoh! Heh... tapi aku 'kan minggat. Pergi tengah malam saja aku masih ketahuan. Apalagi siang hari! Hemftt...
Paijo berdiri di tepi jalan di depan terminal Mangkang. Melihat beberapa truk yang berhenti saat lampu menyala merah, terlintas dalam otaknya untuk menumpang.
"Bos arah Terboyo?"
"Iya!" seru supir dari dalam.
"Numpang boleh?!"
"Masuk!" Paijo tersenyum gembira. Welcome to the jungle. Masih banyak orang baik di jalan.
Sepanjang perjalanan menuju Terboyo mereka mengobrol. Supir truk terlihat senang karena mendapat teman mengobrol. Lumayan jadi tidak ngantuk.
"Ngirim apa Pak?"
"Kayu, biasalah buat bahan furniture. Kirim Jepara."
"Oh..." Paijo mengangguk-angguk. Dia yang minim pengalaman dan nekad minggat. Merasa setiap perkataan yang keluar dari mulut Pak supir seperti ilmu baru baginya.
"Berhenti di sini saja ya. Itu pintu terminalnya! Cari PO Handoyo yang lebih murah."
"Eh... tiketnya kira-kira berapa ya Pak?" takut kena calo.
"Paling seratus berapa gitu... tidak sampai seratus lima puluh. Kalau lebih dari itu jangan mau!"
"Oke... terimakasih Pak!" Truk bermuatan kayu itupun berlalu pergi meninggalkan Jo di tepi jalan. Jo berjalan masuk mencari loket PO yang di rekomendasikan tadi. Sepi hanya terlihat beberapa orang yang duduk di bangku-bangku di depan warung kopi.
"Kemana mas?" tanya seorang laki-laki sangar dengan lengan bertato.
Jo hanya pemuda kampung yang minim pengalaman. Sedikit drodog saat pundaknya di tepuk tadi. "Saya mau cari bus tujuan Malang. PO Handoyo sebelah mana Pak?"
"Ikut aku, ayok!" Menyeramkan! sama sekali tidak ada wajah ramah-ramah sedikit pun. Jo berjalan mengekor.
Pria sangar itu membawa Jo ke sebuah ruko kecil di pojok terminal. Oke, untung bisa baca. Papan bertuliskan nama PO terpampang di atas ruko. "Beli tiket di sini! Tunggu keberangkatan bus nanti jam enam pagi."
Jo ingin merutukki dirinya kembali. Kabur tengah malam sialan. Percuma, dia harus menunggu paling tidak dua jam lagi. Tidur dulu di sembarang tempat di terminal juga cukup beresiko. Dia tidak mau kecolongan. Bagaimana pun tadi Pak supir juga sempat berpesan untuk hati-hati. Aman dari calo tidak menjamin aman dari copet. Tetap waspada!
Dengan mata terkantuk-kantuk Jo duduk di bangku depan ruko. Pria sangar tadi terlihat bercanda dengan teman seprofesinya. Hanya tawa mereka yang menjadi tanda jika disini masih ada kehidupan.
Semakin pagi suasana terminal semakin ramai. Sayup-sayup terdengar penjual koran dan cangcimen, cangcimen, kacang, kuaci, permen, berteriak menawarkan dagangannya. Menunggu adalah hal yang membosankan.
"Mas itu busnya sudah siap. Masuk aja dulu. Setengah jam lagi kita berangkat."
Paijo mengikuti arahan pria sangar itu. Dia masuk ke dalam bus dan memilih kursi kosong yang dekat dengan jendela. Baiklah kursi ini lebih nyaman. **Aku bisa memejam**kan mata sebentar, tidak tahan sudah mengantuk berat.
Paijo mendekap tas ranselnya dengan sepenuh hati. Matanya sudah lengket seperti tertempel lem Castol. Tiba-tiba...
Brukkk...!!!
Kepala Jo terasa berputar-putar, pening. Sial! Tertimpa sebuah tas bermuatan berat saat sedang ngantuk-ngantuknya. Siapa yang tidak emosi. Paijo bangun dan bersiap mengumpat mengabsen nama-nama hewan sekebon binatang. "Anji...!!!
Umpatan itu tersangkut di tenggorokan. Saat Jo mengenali perempuan yang saat ini berdiri terpaku di hadapannya.
"Kamu!"
"Ma-af... tidak sengaja." ucapannya nyengir dengan wajah memelas.
Njir kenapa bisa bertemu dia di sini?
Minggat kog masih bertemu orang yang sama, apa-apaan ini?
.
.
.
.
Hai reader Budiman, jangan lupa like, komen, favorit cerita ini ya.🥰🥰🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Hana Nisa Nisa
😄😄😄
2023-08-09
0
M akhwan Firjatullah
gak gitu juga mas Paijo...kadang siang hari itu lebih aman dari malam hari buktinya d lingkungan ku sering kemalingan siang hari..
2023-03-13
0
Robby'adja
oalah semarang to.....👏 👏 👏
2022-11-04
0