Lebih baik merasakan sakit karena luka yang tertoreh ditubuhku. Dari pada melihat mu merintih menahan sakit, itu lebih menyiksa ku...
***
Sepi dan tenang, hanya suara kasak-kusuk murid membahas soal yang tertulis di papan. Itulah suasana kelas 12 Ipa1.
Suasana tenang itu bertahan sampai Gandi berteriak membuat seisi kelas menoleh kearahnya.
"******, ngapa tuh Eri jongkok sambil dikerumunin gitu." Gandi menunjuk ke lapangan basket. Dimana Valerie tengah jongkok dengan wajah pucat dan dikelilingi teman-teman sekelasnya.
"Pucat banget mukanya." Elang bangkit dari kursinya dan bergegas menemui gadis itu disusul ketiga temannya yang lain. "Bu Endang maaf, kami mau ijin sebentar. Kelihatannya Valerie sakit."
"Iya silahkan." Dengan mudah guru kimia itu mengijinkan Elang dan yang lain keluar kelas. Bukan karena pilih kasih atau bagaimana. Beliau memberi ijin, karena tahu bahwa Elang dan yang lain pasti bertanggung jawab atas
segala tindakan mereka. Prestasi akademik mereka juga tidak perlu diragukan lagi.
Keempat cowok ganteng itu berlari sepanjang koridor menuju lapangan. Raut khawatir terlihat jelas pada wajah mereka.
"Eri kenapa, Pak?" tanya Elang pada pak Joko, guru olahraga mereka begitu mereka berada di dekat Valerie.
"Bapak juga tidak tahu. Tiba-tiba Valerie mengeluh sakit perut. Dibawa ke UKS ,saja Lang." Tanpa banyak bertanya lagi, Elang langsung membopong Valerie menuju UKS diikuti ketiga temannya yang lain.
"Sakit, Lang ...," rintih Valerie sambil menyerukkan kepalanya di dada bidang Elang, mencari kenyamanan.
"Stttt, sabar Er, kita cari obat di UKS," lirih Elang menenangkan Valerie.
Brakkkk
Gaung membuka pintu UKS dengan tidak santai, membuat dokter jaga di dalam sana berjengkit terkejut.
Elang meletakkan Valerie di salah satu ranjang di sana.
"Kalian keluar dulu. Biar saya periksa Valerie!" perintah dokter muda yang bernama Yoga itu.
"Kenapa harus keluar? Kita mau nemenin Valerie disini, Dok," protes Elang yang diangguki tiga pemuda yang lain.
"Kalian kan cowok, masa mau lihat saya meriksa Valerie," geram Yoga karena sikap posesif keempat sahabat gadis yang terlihat pucat itu.
"Emang dokter bukan cowok? Gak baik kalau cowok-cewek berduaan saja di ruanganbegini." Bagus mengangkat wajahnya, menatap Yoga dengan pandangan songong.
"Kalau saya ikut keluar, terus yang periksa Valerie siapa?" Yoga berusaha bersabar menghadapi keempat murid ganteng nan cerdas itu. Tapi entah kemana kecerdasan mereka sekarang.
"Buruan keluar cumi!!!" geram Valerie yang mulai jengah dengan kelakuan sahabatnya itu, "sakit ini." Pelototan mata Valerie, ampuh membuat keempat cowok itu kicep dan langsung berlalu dari tempat itu. Walau mereka keluar dengan mulut manyun dan ngedumel tidak jelas.
Selang beberapa waktu, dokter Yoga membuka tirai pembatas meja jaga dan ranjang pasien. Dokter Yoga menghampiri empat cowok yang berdiri bersender di tembok dengan wajah yang masih ditekuk.
"Udah, biasa aja muka nya. Gak saya apa-apain Valerie nya." Yoga ikut bersandar di sana. "Cuma saya pegang dikit." Goda Yoga, yang langsung mendapat tatapan murka dari empat cowok most wanted SMA Garindra itu.
"Dokter mau saya bikin mencong tuh hidung gedenya!" Ucapan Gaung membuat Yoga terkekeh geli. Ternyata mudah menyulut emosi cowok-cowok yang biasanya bersikap tenang dan penuh perhitungan ini. Tinggal usik gadis manis kesayangan mereka, langsung Bummm, meledak emosi yang biasanya terkontrol baik itu.
Tapi Yoga masih waras dan sayang dengan nyawanya. Dia tidak akan mau mencari perkara dengan keempat inti Arakata itu. Bisa habis dia dikeroyok anak Arakata se-Jakarta kalau sampai berani mengusik panglima perangnya.
"Kalau saya gak pegang Valerie gimana saya periksanya?" Yoga menaik turunkan alisnya. Merasa puas berhasil menggoda mereka.
"Dokter tengil," gumam Elang membuat cengiran Yoga tambah lebar.
"Valerie gak papa. Perutnya kram karena kedatangan tamu bulanan." Yoga duduk bersandar di kursinya.
"Tamu dari mana tuh berani bikin Eri sampe kram begitu. Di tonjok tuh pasti perutnya."
Yoga menggelengkan kepala mendengar penuturan Gandi. Dia heran, kok bisa cowok-cowok di hadapannya ini selalu mendapat peringkat teratas dalam akademiknya.
"Bukan itu yang saya maksut.." Yoga masih mencoba bersabar. "Perut Valerie kram karena dia datang bulan." Yoga memijat pelipisnya, melihat keempat cowok itu masih melongo belum paham. Yoga mulai menyerah, dia pusing. "Valerie menstruasi, penyakit bulanannya wanita. Udah paham?" Yoga menghembuskan napas lega, melihat akhirnya keempat cowok itu mengangguk paham.
"Ini obat penahan nyeri." Yoga memberikan obat itu pada Elang. "Kebetulan persediaan pembalut di UKS habis. Jadi kalian tolong beliin buat Valerie." Yoga membuka pintu UKS dan beranjak keluar.
"Dokter Yoga mau kemana?" tanya Gandi yang melihat dokter muda itu akan beranjak dari sana.
"Saya mau keluar dulu cari udara segar. Pening kepala saya, ngadepin cowok gak jelas kayak kalian."
"Dokter kok baperan," gerutu Bagus begitu Yoga sudah tidak terlihat lagi.
"Er,
minum dulu obatnya." Elang memberikan obat dan minuman pada Valerie.
Gadis itu duduk bersandar pada dada bidang Gaung. Tubuhnya masih lemas,
karena menahan sakit pada perutnya.
"Ya udah kalau gitu gue sama Gandi ke toko depan dulu ya, buat beli pembalut," pamit Bagus pada Valerie. Valerie menganggukkan kepalanya
"Pembalutnya yang ada sayapnya ya," ucap Valerie sebelum duo gesrek itu pergi.
"Lhah, kalau ada sayapnya terbang dong Er. Gue bawanya gimana?" ucapan bodoh Bagus membuat Valerie menggelengkan kepalanya. "Tanya saja sama penjaga tokonya, bilang kalau mau cari pembalut yang ada sayapnya." Bagus dan Gandi menganguk, entah paham atau tidak. "Sekalian gue titip minuman kesehatan wanita ya. Entar kirimin gambarnya lewat chat."
"Siap." Gandi dan Bagus bergaya sok memberi hormat pada Valerie. Semoga duo gesrek tidak membuat ulah. Sudah cukup dokter Yoga yang terkena migrain gara-gara ulah mereka, jangan sampai ada korban lagi.
***
"Ada yang bisa saya bantu,Mas?" sapa penjaga toko yang melihat dua pemuda tampan celingak-celinguk tidak jelas.
"Eh, ada embak cantik." Gandi cengengesan sambil mengusap tengkuknya. Dia bingung bagaimana caranya bertanya soal pembalut itu. Sejujurnya dia malu kalau harus membeli kebutuhan pribadi khusus wanita itu. Tapi, demi sahabat tersayangnya itu, Gandi rela jika harus menahan malunya.
"Ini mbak anu," lanjut Gandi.
"Anu lo napa Gan? Bengkong? Sini gue injek, siapa tahu bisa lempeng." Tawaran Bagus membuat Gandi meringis ngilu.
"Mulut lo minta ditabok.." Pelototan Gandi hanya dijawab cengiran oleh Bagus. "Begini mbak, saya cari yang bersayap tapi bukan malaikat." Ucapan ambigu Gandi membuat mbak-mbak penjaga tokonya tersipu, dikira merayu dia.
"Ah, mas ganteng bisa aja ngerayunya. Saya kan jadi mau, eh malu." Mbak-mbak menor itu memukul-mukul lengan kekar Gandi, sambil berkedip genit membuat cowok itu bergidik ngeri.
"Mampus lo, huahaha. Mamam mbak, bawa pulang. Isep ubun-ubunnya sampai kering mbak. Hahaha." Bagus terbahak melihat muka pucat Gandi.
"Teman bangsat lo." Gandi mencoba menendang Bagus. Tapi gagal, karena pemuda itu masih di gelendotin mbak-mbak pramuniaganya. "Begini ya mbak, saya jelaskan biar tidak tambah salah paham."
"Aduh, mas ganteng romantis deh mau bicara berdua ya." Ucapan itu membuat Gandi bertambah pusing dan Bagus tambah terbahak bahagia. Emang teman sialan, jangan lupa ingatkan Gandi buat nampol Bagus setelah ini.
"Saya kesini cari pembalut yang ada sayapnya mbak. Bukan mau ngerayu embak..."
"Oh, saya kira mas nya mau ngerayu saya kayak di tv-tv. Ini mas pembalut
yang ada sayapnya." Penjaga toko itu menyerahkan sebungkus pembalut yang
dimaksut Gandi.
"Thanks mbak. Yuk balik ke sekolah, kasihan Eri nunggu kelamaan. Minuman yang
dimaksud Eri udah lo ambilin kan?" Gandi dan Bagus berjalan menuju kasir.
"Udah, tenang aja."
"Lo yang bayar ke kasir ya. Gue tunggu di depan. Kepala gue mendadak migrain gara-gara mbak itu," tunjuk Gandi pada mbak menor tadi, yang masih melihat ke arahnya sambil memberikan ciuman jarak jauh. Mungkin cowok
itu kualat karena sudah membuat dokter Yoga menjadi migrain. Sekarang, giliran cowok itu yang migrain. Karma yang dibayar tunai tidak pakai hutang.
***
"Nih Er pembalut sama minumannya." Bagus memberikan kantung kresek pada Valerie.
"Makasih, ya." Valerie melongo membuka kresek yang berisi minuman pesannya. "Elo berdua beli minuman segini banyak buat apa? Buka warung?"
"Gak tahu gue, yang bagian ambil minuman tuh makhluk astral," tunjuk Gandi pada Bagus.
"Emang elu aja yang haus Er. Gue juga haus kali. Karena gue lihat tuh minuman kelihatannya seger banget, ya gue beli banyak buat gue, Bagus, Gaung sama Elang juga."
"Eh kampret, kan tadi gue udah bilang kalau itu minuman buat kesehatan wanita." Valerie memijit pelipisnya, pusing dengan kelakuan antik satu temannya ini.
"Emang wanita aja yang boleh sehat. Lelaki kayak gue ini juga pengen sehat kalik, " protes Bagus masih tidak terima disalahkan.
"Maksut gue, ini tuh minuman khusus buat perempuan yang lagi datang bulan." Bagus melongo mendengar penjelasan dari Valerie. Emosi Valerie yang tidak stabil karena datang bulan, menjadi tambah tidak terkontrol karena ulah Bagus. "Ish, terserah elo ah, gue jadi pusing. Pokoknya gue gak mau tahu, elo harus habisin itu semua minumannya. Gue ambil satu saja." Valerie langsung ngacir ke toilet untuk memakai pembalutnya. Yang kata
Gandi bersayap tapi bukan malaikat itu.
Bagus masih shock melihat kresek berisi minuman yang menurutnya segar itu.
"Bantuin gue ngabisin ini dong," pinta Bagus memelas sambil mengangkat kresek itu.
"Ogah,elo sendiri aja yang ngabisin. Kita kan jalannya masih ngangkang, elo yang jalannya rapet, yang musti nelen tuh minuman," jawab Gaung cuek sambil berlalu pergi meninggalkan UKS.
"Sorrybro, gue pipis nya masih berdiri. Jadi, elo aja yang pipisnya jongkok yang ngabisin." Elang menepuk pundak Bagus, seakan memberi dukungan pada sobatnya itu.
"Gan, bantuin gue."
"Ogah, salah sendiri tadi elo malah ngetawain waktu gue di ganggu mbak-mbak genit. Mamam tuh semua..." Gandi berjalan menyusul kedua temannya yang sudah keluar UKS duluan.
Bagus melongo di tempat meratapi nasibnya, sampai terdengar suara langkah kaki masuk ke ruangan itu.
"Bagus, kamu masih dìsini?" tanya dokter Yoga yang baru kembali dari kegiatannya mencari udara segar.
"Alhamdulillah ada dokter ganteng." Bagus membulatkan matanya bahagia, berharap orang di hadapannya itu mau membantunya. "Bantu Bagus dok, Bagus sudah tidak sanggup dengan semua ini," ucap Bagus sok teraniaya, membuat orang yang mendengarnya langsung meriang.
"Waduh, perasaan gue gak enak ini." Yoga memegang dadanya yang tiba-tiba berdebar. Dokter muda itu menyesal karena telah berangkat kerja hari ini. Kalau tahu bakal bernasib seperti ini, dia lebih memilih diam di rumah.
Tidak masalah jika gajinya dipotong. Dari pada dia harus mengalami hal seperti ini.
Yang sabar ya dokter ganteng.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments