Eps. 2

Saat ini, keluarga kecil Kenan yang terdiri dari dirinya, sang istri, Chelsea, kedua putra putrinya, Kanza dan Kenzo, berada di dalam ruang makan di rumah mewahnya.

Tidak. Bukan mansion Keluarga Jiran lagi. Keempatnya telah pindah ke rumah mewah yang lain, ketika usia Kanza dan Kenzo waktu itu telah menginjak usia lima tahun.

Di ruang makan tersebut sudah ada Kenan yang sedang menyantap sarapan pagi, Kanza yang baru saja turun dari kamarnya dan Chelsea yang sedang sibuk membereskan sedikit masalah di dapur. Sedangkan Kenzo? Cowok itu terlihat sedang berpikir keras sembari duduk di kursi yang biasa menjadi tempat duduknya untuk sarapan. Tepatnya, di samping Kanza.

"Pih!" Suara sahutan yang berasal dari Kenzo, terdengar memanggil nama Kenan yang tengah mengunyah sarapan pagi berupa semur daging, khas buatan Chelsea. Istrinya.

"Hem." Balas Kenan, sekenanya.

"Kenzo mau apartemen dong, Pih!" Permintaan Kenzo, mengundang tatapan penuh tanya dari Chelsea yang pada saat bersamaan baru saja menduduki salah satu kursi makan di samping suaminya, Kenan.

"Buat?" Kenan bertanya santai, seraya kembali melanjutkan sarapan.

"Yaa, buat Kenzo lah!" Balas Kenzo, membuat Kenan seketika menghentikan aktivitasnya.

"Kamu ini masih punya rumah. Buat apa apartemen? Kayak udah enggak punya orang tua aja," Kenan kembali mengunyah sarapannya, dan menghiraukan Kenzo yang tampak gelisah sendiri di kursinya.

"Tapi, Pih-"

"Enggak ada tapi-tapian, Kenzo! Dengerin tuh Papi kamu! Sekalipun Papi kamu ngizinin, Mami enggak, yah," potong Chelsea, seketika membuat Kenzo langsung beralih menatap maminya yang terlihat awet muda itu, dengan tatapan memelas.

"Mih," panggil Kenzo. Nada suaranya terdengar memelas. Kanza yang mendengarnya mengernyit jijik

"Mulai deh, manjanya," gumam Kanza, seraya memutar bola mata disela aktivitasnya meminum air.

"Berisik lo, Za!" Kenzo yang mendengar dengan jelas gerutuan Kanza, berucap sebal pada kakak kembarnya yang duduk di kursi makan di samping kirinya.

"Emang bener, kan? Dasar manja!" Kanza menjulurkan lidahnya ke arah Kenzo yang membuat saudara kembarnya itu menggeram kesal.

"Lu tuh yang manja! Kalo kesel sama gue, apa-apa ngadu Mami!" Balas Kenzo. Dan perang adu mulut pun, dimulai.

"Yah, daripada lo? Mau apa-apa minta Papi! Lo sama gue tuh gak jauh beda yah,"

"Jelas beda lah! Dasar tukang ngadu!"

"Dasar anak manja!"

"Lu tukang ngadu!"

"Elo anak manja!"

"Setoppp!!!" Chelsea menjerit, membuat seisi meja makan langsung hening seketika.

Sepasang manik mata Chelsea menatap garang putri dan putranya yang sedang menatapnya dengan ekspresi takut-takut.

Chelsea menarik napasnya dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Sepasang matanya lalu beralih menatap tajam suaminya yang tampak salah tingkah ketika ditatap seperti itu oleh Chelsea. Lalu tatapan wanita setengah baya itu beralih kembali menatap Kanza dan Kenzo.

"Kalian berdua," geram Chelsea. Sebisa mungkin Kanza dan Kenzo menelan ludah mereka masing-masing.

Sial. Pengaruh maminya yang satu ini benar-benar mengerikan.

"Bisa enggak, sehariiiii aja jangan bikin ribut? Mami tuh capek dengerin perdebatan kalian mulu!" Lanjut Chelsea. Tatapan lelah, dia layangkan pada sepasang anak-anaknya yang tampak menunduk dalam.

Chelsea mendengus, lalu bangkit dari kursi dan meninggalkan sarapannya.

"Lho, Mih?! Mami kan belum sarapan?" Seruan Kenan, tak digubris sama sekali oleh istrinya.

"Bodo!" Teriak Chelsea. Kala dirinya hendak menaiki tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

Kenan menghela napasnya seraya geleng-geleng kepala atas sikap istrinya yang tidak pernah berubah. Ngambekan, itulah Chelsea. Tapi kalau tidak seperti itu, bukan Chelsea namanya.

"Gara-gara kalian, tuh, Mami kalian mogok makan! Sebagai hukuman, Kenzo!" Kenan beralih menatap putranya.

Merasa namanya baru saja dipanggil, Kenzo pun menengadahkan kepalanya menatap raut wajah datar sang papi.

"Iya, Pih?" Kenzo bangkit dari kursi.

"Mobil kamu, Papi sita!"

"What? Kok gitu sih, Pih!? Mami marah juga kan bukan karena Kenzo doang," protes Kenzo. Tatapan matanya lalu beralih menatap kakak kembarnya dengan tatapan sinis nan menusuk.

"Apa lirik-lirik!?" Kanza menatap garang Kenzo.

Kenan kembali menghela napasnya, "Dan buat kamu, Kanza!"

Merasa namanya yang kini dipanggil, Kanza pun mengalihkan tatapan matanya pada sang papi sembari ikut bangkit dari kursinya.

"I-iya, Pih?"

"Kamu Papi hukum, beresin rumah ini bantuin Bi Asih." Ujar Kenan.

Dan disitulah, mulut Kanza menganga lebar. Sedangkan Kenzo? Cowok itu tertawa ngakak menertawakan nasib kembarannya yang harus beres-beres rumah.

"Mampus!" Ucap Kenzo tanpa vokal. Membuat Kanza spontan mengepalkan kedua tangannya.

"Eits, jangan seneng dulu, Zo!" Perkataan Kenan, membuat senyum di wajah cowok itu luntur seketika.

"Mobil kamu Papi sita, bukan berarti kamu boleh pake motor kamu buat berangkat ke sekolah," Kenzo mengernyit bingung.

"Lha, terus? Kenzo berangkatnya pake apaan dong, Pih?"

Kenan tersenyum miring membuat Kenzo sontak menatap papinya dengan sorot was-was. Otaknya mulai berpikiran negatif tentang apa yang akan dilakukan papinya selanjutnya.

Jangan-jangan...

"Pinter-pinter kamu aja, ke sekolah naik apaan. Mau naik ojek kek, taksi kek, nebeng temen kek. Oh, atau naik busway atau angkot juga gak pa-pa," terang Kenan. Sebuah senyum licik terbit di wajah tampannya.

Sial! Papinya ini benar-benar keterlaluan! Hanya karena istrinya ngambek akibat ulah tengil Kanza dan Kenzo, mereka jadi dihukum seperti ini.

Hiks. Taruh di mana muka ganteng gue, kalo gue berangkat naik ojek, batin Kenzo prihatin.

"Ya udah, ya. Awas kalo kalian berdua berani langgar! Papi potong uang jajan kalian 100%," ancam Kenan. Kanza dan Kenzo sontak menganga lebar atas perkataan papinya barusan.

"Ya itu mah bukan dipotong, Pih! Gak dikasih duit, itu baru bener," protes Kanza yang diangguki anggukkan mantap oleh Kenzo.

"Tuh, tahu. Ya udah, Papi berangkat kerja dulu. Daa," dan akhirnya, Kenan melengos meninggalkan kedua putra putrinya yang masih membeku di tempat dengan mulut yang terbuka.

"Kasian banget hidup kita, Za," gerutu Kenzo. Tatapannya masih setia tertuju pada punggung Kenan yang perlahan mulai menjauhi keduanya.

"Kita? Lo aja kali! Gue mah enggak ya, wleek." Kanza membalas usil, membuat Kenzo menatap datar pada gadis bertubuh langsing, berambut panjang bergelombang sepunggung, yang tak lain adalah kakak kembarnya.

"Apaan liat-liat?! Udah sono berangkat sekolah lo!" Usir Kanza.

Kenzo mencebikkan bibirnya seraya memelotot tajam pada Kanza.

"Kesian diskor dari sekolah. And, by the way, selamat beres-beres, Pembokat," kata Kenzo. Lalu berlari menuju pintu besar depan rumahnya, meninggalkan Kanza yang terdiam menahan emosi.

"APA LO BILAAANGGG!!??? KENZOOO!!! SINI LO!!! Enak aja lo ngatain gue pembokat! DAN GUE GAK DISKOR, YAHH!!"

*ps. Pembokat \= pembantu

...****...

"Halo? Kal, lo bisa jemput gue di rumah gak? Mobil sama motor gue disita bokap, nih!"

"...."

"Aarghh... lo udah di sekolah? Tumben? Kagak mabok lagi lo?"

"...."

"Ya udah, ya udah. Gue telepon yang lain aj-"

"...."

"Hah!? Mereka juga udah sampe?"

"...."

"Si Juna? Si Alex? Si Rio? Si-"

"...."

"Aarghh... k*parat lu pada! Auk!"

Tut tut tut...

Kenzo memutus kesal sambungan teleponnya yang berasal dari Haykal. Dirinya kesal, ketika ingin meminta bantuan pada cowok itu untuk menjemputnya di rumah.

Tapi kenyataan bahwa cowok yang biasanya sering telat itu telah sampai di sekolah, membuat Kenzo menganga tidak percaya.

Dan ketika Kenzo mengatakan akan menelpon temannya yang lain, Haykal dengan santainya mengatakan bahwa semua teman-temannya telah berada di sekolah, sedetik yang lalu.

Kesal? Tentu saja! Emang dasar temen laknat yang diminta bantuan malah gak ada! Benar-benar menyebalkan.

"Terus gue naik apa ke sekolah? Masa naik ojek?" Gerutu Kenzo sendirian.

Tak sadar, gerak-geriknya terus diperhatikan oleh seorang gadis yang tak lain adalah Kanza, yang menertawakan kesialan cowok itu, tepat di ambang pintu masuk.

"Kecian temen-temennya gak ada, uuu... Naik ojek aja sana," suara Kanza yang teramat menyebalkan, sontak mengagetkan cowok itu.

"Berisik, lo!" Kecam Kenzo, ditanggapi kekehan sinis oleh Kanza.

Setelahnya, suasana pun hening. Kanza yang berada tepat di belakang tubuh cowok itu yang tengah sibuk mengotak-atik ponselnya, mendadak kepo dengan apa yang tengah dilakukan cowok itu.

Perlahan, Kanza melangkahkan kakinya mendekat ke samping Kenzo. Menatap penuh selidik apa yang tengah dilakukan Kenzo dengan ponselnya.

Merasa ada seseorang yang berada di dekatnya, Kenzo sontak terperanjat ketika menyadari Kanza tengah mencari tahu apa yang dia lakukan.

"Ngagetin aja si, hidup lo! Beres-beres sana!"

Kanza mencoba sebisa mungkin untuk menahan tawanya menyaksikan cowok itu yang terlihat begitu salah tingkah. Apalagi ketika tangannya dengan lihai menyembunyikan ponselnya ke belakang punggungnya.

"Abis ngapain, Zo? Abis mesen gojek ya?"

Skakmat!

Kenzo yang dituduh seperti itu pun jelas salah tingkah. Cowok itu dengan gelagat anehnya, berdeham sembari membuang muka dari tatapan menyebalkan seorang Kanza Putri Bravani.

"So-sotoy, lu!" Balas Kenzo tergagap. Membuat Kanza semakin sulit untuk menahan tawanya, akibat gengsi cowok itu yang terlalu besar hanya karena baru saja memesan sebuah ojek online.

"Ooohhh." Balas Kanza, begitu menyebalkan di telinga Kenzo.

"Lo tuh-" belum sempat Kenzo menyelesaikan kalimatnya, seseorang dengan jaket dan helm serba hijau dengan sebuah motor matik yang dikendarainya, memasuki area pekarangan rumah mewah Keluarga Kenan.

"Permisi. Dengan Mas Kenzo?" Pertanyaan itu terlontar dari pria dewasa yang tak lain adalah sang ojek online yang beberapa saat yang lalu dipesan oleh Kenzo lewat sebuah aplikasi.

"Pftt," Kanza mencoba sebisa mungkin untuk menahan tawanya ketika kebohongan yang hendak diciptakan seorang Kenzo, gagal total karena kedatangan Mas Gojek itu yang datang tiba-tiba.

"Iya. Helmnya mana?" Kenzo membalas ucapan Mas Gojek itu dengan wajah yang ditekuk kesal sekaligus malu.

Mas tukang ojeknya itu hanya menurut memberikan helm lain pada Kenzo. Dan ketika Mas Gojek itu hendak menghidupkan motornya kembali, aksinya tiba-tiba ditahan oleh Kenzo.

"Kenapa Mas?" Tanya Mas Gojek keheranan.

"Saya aja yang bawa motornya. Mau ngebut, udah mau telat soalnya." Ujarnya. Seketika itu juga, Kanza tertawa terpingkal-pingkal menyaksikan tingkah Kenzo.

"Ngapain ketawa?!" Kenzo berujar garang pada kakak kembarnya.

"Buruan, Mas. Ntar saya bayar lebih, deh," ujar Kenzo lagi, ditujukan pada Mas Gojek itu.

Mas Gojek itu awalnya sedikit ragu. Namun ketika mendengar kalimat Kenzo yang mengatakan akan membayar lebih jasanya, dirinya pun akhirnya setuju. Dan kini, Kenzo mulai menaiki motor matik milik Mas Gojek itu dengan raut wajahnya yang masih sama, ditekuk.

"Gak sekalian tukeran jaketnya, Mas Kenzo?!" Kanza meledek Kenzo dengan tawa yang masih melekat pada dirinya.

"Diem lu, Pembokat! Mending lo beres-beres rumah! Entar Papi ngamuk, gue kagak mau tanggung jawab ya," balas Kenzo. Sedetik kemudian, dia bersama Mas Gojek yang duduk menjadi penumpang di belakang, melenggang meninggalkan area halaman luas kediaman Keluarga Kenan.

Di sisi lain, Kanza sudah siap meluapkan emosinya dengan mencak-mencak tidak jelas. Berbagai sumpah serapah dia layangkan hanya untuk seorang Kenzo Jiran Bagaskara.

"DASAR NGESELLIIIINNNN!!!" pekik Kanza. Membuat satpam rumahnya yang baru saja membuka pintu gerbang depan, terlonjak seraya memegangi dadanya.

...****...

Kenzo terus memaki disela langkah kakinya menuju gerbang sekolah yang telah ditutup rapat.

Sialan! Ini semua gara-gara Kanza dan semua teman-teman laknatnya! Awas aja nanti! Batinnya menggerutu.

Ketika Kenzo hendak menggedor-gedor pintu gerbang, gerakannya tiba-tiba saja terhenti ketika netranya tidak sengaja menangkap seorang pria berseragam guru, berjalan sambil menunduk melihat ponselnya.

Sial! Itu Pak Ucup! Wali kelasnya di kelas XI IPS 4.

"Aarghh... kok bisa kebetulan gitu, sih?" Gerutu Kenzo. Sebelah tangannya menggaruk kasar tatanan rambutnya yang ditata rapi. Bukan rapi sih. Lebih kek jambul.

Ketika Kenzo sibuk dengan pikirannya tentang, bagaimana dirinya bisa masuk walau gerbang depan telah ditutup, Pak Ucup yang berada di kejauhan menangkap sosok Kenzo oleh netranya.

Kedua bola matanya membulat. Amarah yang sedari tadi tersimpan akibat salah satu muridnya yang tidak hadir dan tidak memberi kabar, membuatnya sontak berjalan gontai ke arah gerbang sekolah.

"KENNZOOOO!!!" pekikan Pak Ucup yang sangat Kenzo hafal di telinganya, sontak membuat Kenzo langsung terfokus pada sumber suara yang baru saja meneriakinya.

"Waduh!" Gumam Kenzo, tanpa sadar.

Kedua bola matanya juga membulat seraya berkedip bebarapa kali, ketika Pak Ucup dengan tidak sabarannya menyuruh seorang satpam penjaga sekolah untuk segera membukakan pintu gerbang.

"Ke mana saja kamu, hah? Berani-beraninya kamu telat!" Pekikan Pak Ucup kali ini benar-benar mengagetkan Kenzo yang sedari bebarapa saat yang lalu sibuk melamunkan tentang guru tersebut.

"Mas-"

"Eeh, tunggu Pak!" Kenzo menyela ucapan Pak Ucup, membuat guru tersebut langsung menghentikan ucapannya.

"Jangan pake kekerasan, Pak!" Perkataan Kenzo, tidak dimengerti Pak Ucup sama sekali.

"Siapa juga yang mau pake kekerasan?" Pak Ucup membantah garang, membuat Kenzo tiba-tiba saja menyengir kuda.

"Itu dia... ya udah Pak! Kalau begitu, saya- kabuuurrr," Kenzo berlari menerobos Pak Ucup yang berdiri di depan gerbang.

Hampir saja guru tersebut jatuh, jika tidak segera ditahan oleh satpam penjaga sekolah. Namun, bukannya salah satu dari keduanya mengejar tingkah tengil Kenzo, mereka berdua malah saling tatap menatap dengan posisi, Pak Ucup berada dalam pelukan sang satpam. Benar-benar seperti sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara.

"COCOK, PAK!" teriakan nyaring dari kelas lantai atas, membuat keduanya lantas tersadar.

Lalu dengan soknya, Pak Ucup bergidik jijik sembari mengusap kedua lengannya. Tatapan matanya yang semula dia tujukan untuk sang satpam, kini beralih menatap kelas lantai atas. Sudah ada Kenzo dengan gelak tawa tertahannya, menatap guru dan satpam tersebut dengan sorot yang teramat menyebalkan.

"Dasar murid kurang ajar!" Pekik Pak Ucup, mencak-mencak tidak jelas menatap Kenzo yang ternyata tengah menertawainya di atas sana.

"Daa, Pak Ucup! Daa, Pak Satpam! Semoga langgeng!" Celetuk Kenzo, lalu melanjutkan langkah kakinya yang sempat tertahan karena melihat adegan romantis antara Romeo dan Juliet.

Eh, Pak Ucup dan Pak Satpam maksudnya. Haha.

^^^To be continue...^^^

Terpopuler

Comments

Fitria Dafina

Fitria Dafina

Bener-bener itu si Kenzo 🤣🤣🤣🤣🤣🤣

2021-07-06

1

Rini Sarmilah

Rini Sarmilah

lanjut 😁😁😁👍👍

2021-06-06

0

Susi Setiyowati

Susi Setiyowati

hahahahaha ngakak bacanya

2021-06-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!