Kini di ruangan itu hanya ada, Brian, Sasa dan keduang orang tua Brian. Semuanya diam tanpa bicara satu patah kata pun, Sasa hanya bisa duduk menunduk sambil terus menangisi apa yang kini menimpanya. Ia dan Brian sudah menikah tapi keduanya masih asing tanpa mengenal satu sama lain, mau bicara pun rasanya sukar bahkan hanya ingin berpamit keluar pun ia tak benyali.
Pasha yang duduk di kursi roda mengerti dengan kedua pasang suami istri itu, Pasha tak mau ikut campur dalam urusan rumah tangga anaknya untuk kali ini. Sebab yang ia inginkan kini anaknya berubah menjadi manusia yang lebih baik lagi, bertanggung jawab dalam setiap keputusan yang sudah ia ambil.
"Nak," Sindi berjalan mendekati Sasa, bahkan duduk bersebelahan. Sindi tersenyum lembut melihat Sasa yang meremas kedua tangannya, "Kamu sekarang sudah jadi menantu ibu, jadi jangan ada sungkan lagi. Walau kau hanya menantu tapi bagi kami kau adalah anak kami sama seperti Brian," Sindi mengusap punggung Sasa, kini ia sudah menjadi manusia yang lebih baik bahkan tak ada lagi sikap angkuh dan sombong seperti dahulu, sungguh apa yang kini menimpanya benar-benar menjadi pelajaran berharga bagi Sasa.
"Iya bu," Sasa tersenyum kecut, bicara bayak pun tak bisa selain memaksakan diri tersenyum.
"Kalian berdua tinggal di rumah ibu ya, ibu mau di sisa umur ibu bersama kalian," pinta Sindi, sebab ia tau pernikahan Brian dan Sasa hanya terpaksa, ia takut apa yang di alami Anggia dulunya juga sama dengan apa yang akan di alami Sasa. Sindi tau jika Brian kini sudah banyak berubah, namun tetap saja ada rasa takut di hatinya. Kalau kedunya tinggal bersama dirinya paling tidak ia bisa melihat apa yang terjadi di antara keduanya. Sindi tak mau Brian akhirnya menyesal setelah bercerai seperti bersama Anggia.
"Bu, Sasa bisa nggak sementara ini tinggal di rumah Sasa aja dulu," Sasa tak berani menatap Brian, karena ia yakin Brian pun tak akan menatapnya. Jadi ia menatap Sindi sambil meminta berharap Sindi mengijinkannya.
"Sasa," Sindi membelai kepala Sasa seperti seorang ibu yang membelai anaknya dengan penuh kasih sayang, "Kamu sekarang sudah jadi anak ibu, jadi kamu harus tinggal sama ibu ya," Sindi memegang dagu Sasa agar tak perlu khawatir, sebab ia pun ingin berkumpul bersama anak-anaknya.
"Tapi Bu," Sasa sangat ragu, bagaimana mungkin ia bisa tinggal satu atap dengan orang asing.
"Brian kalian tinggal bersama Ibu dan Ayahkan?" tanya Sindi tersenyum pada Brian.
"Terserah Ibu saja," jawab Brian dengan dingin bahkan Sasa merinding mendengar suara Brian.
"Ya sudah, Ibu bawa Ayah kembali ke ruang rawat dulu ya. Semoga saja besom Ayah bisa pulang kerumah, lalu kita bisa berkumpul bersama," Sindi tersenyum sambil berpamitan pada Sasa dan Brian.
"Iya Bu," jawab Brian, sementara Sasa hanya diam tanpa kata.
"Hey......." Brian memanggil Sasa yang duduk diam di sofa, "Siapa tadi nama mu?" tanya Brian dengan dingin.
"Sasa tuan," jawab Sasa tanpa berani menatap Brian.
"Em......ambilkan minum untuk ku, aku sangat haus," kata Brian.
"Iya tuan," Sasa keluar dari ruangan itu mengambil minuman.
Beberapa menit kemudian.
"Ini minumnya tuan," Sasa memberikan segelas air pada Brian.
Brian menatap gelas yang di pegang oleh Sasa.
"Kau tidak menaruh racun kan di dalamnya?" tanya Brian menatap Sasa dengan intens.
Sasa diam saja, ia mendeguk saliva mendengar pertanyaan Brian. Mungkin karena ia sudah berbuat jahat hingga Brian pun mencurigainya, Sasa hanya bisa menggeleng sambil tersenyum kecut.
"Coba kau minun," pinta Brian, Sasa diam dan mendeguk air yang ada di gelas itu. Ia melihat Sasa baik-baik saja, setelah itu ia meminta lagi, "Aku haus," tutur Brian.
"Ini tuan," Sasa memberikan gelas bekas ia minum yang ia isi air kembali.
"Kenapa kau berikan aku gelas sisa mu! Kau pikir aku apa?" kesal Brian.
"Ya maaf, sebentar saya ambilkan yang lain tuan," kata Sasa, perlahan menunduk lalu melangkah keluar mengambil minuman sesuai dengan permintaan Brian.
Beberapa saat kemudian Sasa kembali lagi dengan tangan yang membawa air putih.
"Ini tuan," Sasa memberikan air tersebut pada Brian.
Brian kembali menatap Sasa dengan tajam, lalu mengambil gelas yang ada di tangan Sasa dan mendeguknya hingga tandas. Setelah itu ia kembali memberikan gelas itu pada Sasa, dan Sasa meletakannya di atas nakas.
"Saya tinggal ke ruangan saya sebentar tuan," pamit Sasa dengan susah payah.
Ia menunggu jawaban namun Brian tak juga menjawab, sampai akhirnya Sasa pergi begitu saja dari ruangan itu. Dan beberapa saat kemudian ia sudah sampai di ruangannya.
"Hiks....hiks....." tangisan Sasa pecah begitu saja, tangis yang sedari tadi ia tahan pecah begitu saja dengan tubuhnya yang terasa lemah.
"Sasa!" terdengar suara seorang pria bernama Daniel yang masuk keruangan Sasa.
"Daniel," Sasa mengusap air matanya, dan beralih menatap Daniel yang bediri di depannya.
"Kamu kenapa?" tanya Daniel khawatir, sebab ia baru saja pulang dari luar negeri dan hari ini ia mulai bekerja kembali. Daniel adalah sahabat Sasa sedari jaman sekolah sampai mereka kuliah, hanya saja Daniel adalah seorang dokter bedah. Akan tetapi persahabatan mereka tak pernah putus.
"Daniel, kamu kapan balik dari luar negeri?" Sasa bukan menjawab pertanyaan Daniel tapi justru ia memberi pertanyaan.
"Hey, kamu belom jawab pertanyaan aku. Kamu kenapa?" Daniel tau sahabatnya itu tengan menyimpan masalah, namun masalah apa itu lah yang kini membenak di pikirannya.
"Aku.....aku....." Sasa tak bisa berkata apa-apa mengenai dirinya, rasanya berbicara pun sangat susah.
"Kamu, tenang dulu," Daniel memberi minum pada Sasa, "Udah tenang?" tanya Daniel setelah Sasa meminum beberapa teguk air.
"Niel aku udah nikah....." tutur Sasa dengan suara yang kecil bahkan hampir hilang tak terdengar suara, namun Daniel tau kata terakhir yang di ucapkan Sasa adalah menikah.
"Jangan bercanda dong Sa, kapan kamu nikah. Ini bulan ramadan. Lagian nikah sama siapa coba? Sama Febri? Kan nggak mungkin. Mama kamu nggak setuju kan kamu nikah sama Febri," jawab Daniel yang masih belum percaya, sedangkan Febri adalah seorang dosen sekaligus mantan kekasih Sasa. Keduanya berniat menikah namun terhalang restu Zakira, sebab Febri bukan terlahir dari keluarga kaya ia hanya anak seorang nelayan. Dan semenjak Zakira tak mengijinkan Sasa berhubungan dengan Febri, Sasa sudah memutuskan hubungan mereka dan tak lagi pernah bertemu.
"Aku serius....hiks....hiks....." Sasa menceritakan semua yang terjadi pada dirinya, sampai dengan cara ia menikah dengan Brian orang yang tak pernah ia kenal sama sekali.
"Ya ampun Sasa, kamu sabar ya....kamu harus jalani semuanya dengan iklas. Ini juga karena kesalahan yang kamu buatkan? Sabar ada aku sahabat kamu," tutur Daniel merasa iba dengan keadaan Sasa saat ini.
"Makasih ya Niel, kamu udah jadi sahabat setia aku," kata Sasa memeluk Daniel, keduanya sudah sangat dekat bahkan seperti lebih dari saudara. Daniel selalu ada saat Sasa terluka, begitu pun dengan Sasa yang selalu ada untuk Daniel saat ia terluka.
***
Jangan lupa, VOTE ya semua, makasih :).
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Alieya Syafiuddin
sungguh karya yang bagus 🥰💖
2022-12-26
0
Sadiah
untuk anak² bilmar, aran, vano, arman, berjudul apa ya?....
2022-09-29
0
Sartika Nirmala
mantap
2021-11-05
0