BAB 4
“Pak, dari 50 peserta, setelah seleksi administrasi dan test tadi pagi, ada lima orang yang lolos. Nanti test wawancara akan dilaksanakan pukul 14.00 akan dilaksanakan di ruang C lantai 4. Ini berkas peserta yang lolos test, pak.”
“Baiklah Hilda. Tinggalkan berkas di meja saya. Nanti akan saya periksa sebelum mewawancarai mereka. Terima kasih.”
“Baik pak, saya permisi dulu.”
Hilda meninggalkan ruangan Direktur Donnie kemabali ke meja kerjanya.
Donnie membolak balik berkas yang diberikan Hilda.
Peserta 1..... , 2, 3, 4,.... dan 5...... What.....? nggak salah lihat gue? Wajah kecil, rambut keriting, kacamata besar ini kan..... yang kemaren ketemu. Dia... di cewek jorok itu. Awas loh....!!
***di ruang C \, lantai 4***
Di depan pintu ruangan 4 ini disediakan beberapa kursi. Peserta yang akan dipanggil untuk mengikuti test wawancara duduk sesuai dengan urutan nomor peserta. Isabela Sanjaya berada pada urutan kelima.
Jantung gue deg degan.... rasanya mau copot. Apalagi kepala gue, rasanya nggak ada darahnya.
Kenapa gue jadi lemes gini yah? Apa karena pengaruh nggak enak makan tadi siang? Gimana mau enak makan sih, test wawancara hari ini belum kelar. Aduh, kenapa perut gue pake bunyi gini ya?
Bela melirik ke kiri dan ke kanan berharap tidak ada orang yang mendengar bunyi perutnya.
Duh, malu gue kalo sampe ada yang denger. Hush.... perut gue, please brenti dong bunyinya. Sang cacing, sabar yah. Bentar lagi gue selesai wawancara, pasti gue ajak makan yang enak. Mau makan apa Cing? Soto or bakso?
Peserta pertama telah selesai melakukan wawancara. Seorang gadis keluar dengan wajah pucat dan cemberut sambil mengomel tak jelas.
Napa dia? Kok pasang tampang cemberut gitu? Emang diapain di dalem? Apa yang wawancarai galak yah?
Kenapa ruangan ini jadi terasa panas?
Bela mengelap keringat yang mengalir di dahinya. Rasa gugupnya mengalahkan rasa laparnya. Agaknya dia
sudah lupa dengan suara di perutnya.
Peserta kedua keluar sambil menangis.
Aduh, kok serem gini yah. Terus gue gimana nih. Terusin enggak ya? Ih, tapi kan susah nyari kerjaan lain. Mungkin aja kali ini memang kesempatan gue. Ayo semangat Bela !!
Peserta ketiga dan keempat keluar dengan tampang yang tidak jauh berbeda dengan peserta pertama dan kedua. Bisa dibilang kalau mereka tidak lolos tes wawancara. Berarti tinggal Bela yang punya kesempatan.
“Isabela Sanjaya....”
Suara wanita memanggil dari dalam ruang test. Bela melangkah menuju pintu ruang C.
Ceklek....
“Isabela Sanjaya.... benar nama kamu?”
“Benar pak”
“Silahkan duduk.”
“Saya, Direktur Donnie Wijaya, akan langsung mewawancarai kamu. Karena di sini saya yang butuh sekretaris dan saya yang langsung menentukan kamu lolos seleksi atau tidak.” Cowok tampan di depan Bela berkata dengan tegas, memandang lurus ke arah Bela.
Aduh mak.... ganteng banget ni pak direktur. Rambut lurus, hidung mancung, bibir seksi, lesung pipi menawan. Oh, sempurna sekali.....
What? Mampus gue.... ini si cowok kan salah satu trio ubur-ubur kemaren. Ini Pak Direktur? OMG.....Parahnya lagi gue muntah di depan cowok ini dan kena bajunya. Aduh, hilang deh kesempatan gue. Gimana ini? Oh ya, pura-pura nggak tau aja. Pura-pura belum pernah ketemu dan pura-pura bodoh.
“Silahkan memperkenalkan diri. Nama, umur, pendidikan dan riwayat pekerjaan.”
Tuh kan, mungkin aja dia lupa.
“Selamat siang pak. Perkenalkan, nama saya Isabela Sanjaya, umur 26 tahun. Tempat tinggal saya di Kampung Mangga, sekitar 5 km dari kantor ini. Saya menempuh pendidikan SD sampai dengan SMA di Jakarta, kemudian melanjutkan pendidikan sekretaris di Yogyakarta selama 3 tahun. Pengalaman kerja saya.......bla....bla.....bla......”
Bela menjelaskan dengan lancar, seperti pengalaman wawancaranya yang sudah-sudah.
“Isabela Sanjaya, apakah kita pernah bertemu?” tanya Pak Direktur menyelidik. Matanya menatap tajam dan serasa mengintimidasi Bela.
Aduh... jangan-jangan dia inget. Please, kasih gue kesempatan.
“Mohon maaf pak. Saya tidak ingat.” Jawab Bela dengan sedikit takut.
Donnie menatap Bela dari atas kepala sampai ke ujung kaki. Tatapannya seolah-olah ingin menerkam Bela. Bela bergidik .....
Mati gue mak.... agaknya dia inget. Ah, sudahlah. Konsisten....pura-pura tidak tahu.
Kurang ajar nih si cewek jorok. Masa lupa sih dia? Cowok kayak gue, bisa-bisanya dilupain. Padahal dia sudah meninggalkan kesan buruk. Ntar gue kerjain nih cewek. Mau bales dendam gue.
“Apa motivasi kamu melamar pekerjaan di perusahaan kami?”
“Begini pak, perusahaan ini merupakan salah satu pilihan utama saya, dan saya sendang mencari kesempatan baru di sini dengan semua pengalaman saya. Saya tertarik untuk menggunakannya dan mengembangkan karir saya disini.”
Ah, standar jawabannya. Apa dia memang gak inget kejaidan kemarin? Baju gue aja masih belum kering dari muntahan dia. Dasar....
“Baik, perusahaan kami memiliki bermacam karyawan dari berbagai latar belakang. Dan jika kamu ingin bergabung untuk menjadi sekretaris saya, kamu setidaknya harus bisa berbicara dan menulis Bahasa Inggris. Dan kamu juga harus bisa menjadwalkan rapat dengan mereka atau melakukan pekerjaan administrasi lainnya. Bagaimana ?”
*“Sebenarnya saya bisa berbicara dan menulis baik dengan Bahasa Inggris dan di perusahaan sebelumnya
pekerjaan saya mirip dengan yang Bapak jelaskan.”
“Ehm... kamu tinggal dengan siapa?”
*“Saya tinggal dengan dua saudara saya di rumah orang tua, pak.”
“Sudah punya pacar?”
*“Belum pak.”
“Sebagai sekretaris saya, kamu harus siap 24 jam. Saya orang yang gila kerja, tidak ada waktu untuk bersantai-santai. Bahkan saat weekend, saya bisa saja menghubungi kamu jika perlu. Bersedia?”
“Saya siap pak. Saya akan melakukan yang terbaik. Saya tidak dapat berjanji tetapi silahkan Bapak nanti menilai kemampuan saya.”
Hmmm... sombong juga cewek jorok ini.
“HP kamu harus aktif terus sepanjang hari. Kalau kamu jadi sekretaris saya. Bisa saja saya tiba-tiba menelpon kamu walaupun itu tengah malam. Dan.....satu lagi yang penting, kerjaan kamu bukan hanya duduk di meja, tapi kerjaannya banyaaaaakkkkk sekali. Saya tekankan di sini banyak sekali.” Donnie menekankan kata “banyak” sambil melotot ke arah Bela.
“Baik. Silahkan tinggalkan no telpon kamu dan besok bagian HRD akan menghubungi.”
Bela menuliskan no telepon di selembar kertas yang disediakan.
“Silahkan menunggu kabar.” Donnie mengakhiri sesi wawancara ini.
Ceklek....
Bela keluar dari ruangan dengan bernafas lega.
Gila yah.... kenapa ketemu dengan cowok itu? Kenapa pula harus dia direktur yang nyari sekretaris. Aduh, kemungkinannya nol ini.....
Bela menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Perlahan dia meninggalkan ruang 4 sambil terus berfikir. Entahlah, berfikir atau melamun karena dia tidak menyadari dengan siapa saja dia di dalam lift.
Masih dengan melamun, Bela keluar dari lift dengan tatapan yang tidak fokus. Berjalan pelan-pelan menuju ke tempat parkir.
Sesampainya di tempat parkir.
Drttt.... drrtt......drt...
HP di tas Bela berbunyi.
“Hallo Vir....”
*“Apa kabar si cantik kriwil?”
“Gila Vir.... mampus gue Vir...”
*“Kenapa? Elo kesambet?”
“Vir... inget trio ubur-ubur kemarin?”
*“Oh, si genteng-ganteng itu? Apa kabarnya? Eh, kan gue nanya test elo. Kenapa malah elo alihin ke trio ubur-ubur.”
“Gini Vir.... kemaren kan gue pulang duluan tuh dari club. Inget?”
*“Iya, ge inget, kenapa?”
“Elo tau nggak, gue itu lari ke toilet, mau muntah. Terus.... gue malah nabrak satu dari trio ubur-ubur itu.... Muntahan gue kena deh ke cowok itu.”
*“Haaaa???? Terus?”
“Ternyata hari ini, yang wawancara gue, cowok yang gue muntahin itu.”
*“Haaa???? Apes deh lo Bel....apes....apes.”
“Terus...?”
Ups......
Serasa ada yang menjewer telinganya.
Bela menengok ke belakang karena ada sosok tinggi di belakangnya.
Apa? Dia pak direktur... aduh....apes. Jangan-jangan dia udah lama denger omongan gue di telepon.
“Bapak..... ada apa pak?”
“Isabela..... kamu ternyata pura-pura lupa dengan saya? Kamu harus membayar perbuatan jorok kamu kemarin. Awas!!!” Donnie menatap dengan penuh ancaman. “Dan kamu bilang saya apa? Ubur-ubur?”
“Ma....ma....maaf pak....... Kemarin saya tidak sengaja. Terus hari ini saya pura pura lupa karena saya sangat butuh pekerjaan ini, pak. Tolong pak, maafkan saya. Sekali lagi, maafkan saya pak.” Bela hampir menangis memohon kepada Donnie.
“Saya tidak butuh kamu menangis di depan saya. Kamu harus membayar perbuatan kamu. Ingat???” Donnie
melihat mata Bela yang berair dan hampir menetes.
Enak sekali yah, maaf.... maaf... Dan apa tadi dia bilang, gue ubur-ubur?
“Maaf pak.” Sekali lagi Bela memohon. Sekuat tenaga ditahannya air mata yang siap tumpah ke pipi.
“Jangan pernah matikan telepon kamu.” Doni mengancam Bela dan berlalu meninggalkan Bela yang
kebingungan.
Apa maksudnya? Telpon gue nggak boleh mati?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
KIRANIECCA
ngakak dah baca part ini 🤣🤣
2023-05-31
0
sri sumaryati
trio ubur ubur hahhaahhhaah
2020-06-17
1
Listya
😀😀
2020-05-22
1