"Kamu! Bagaimana dengan sekolahmu?" tanya Brama, sembari melahap makan malamnya.
"Saya sudah berhenti sekolah." sahutnya lemah.
"Kenapa? Bukankah sebentar lagi kamu menjelang ujian?"
Naya manunduk pasrah. "Almarhum ayah saya tidak memiliki cukup banyak uang untuk membiayai sekolah saya." sahutnya, tergambar jelas kesedihan dimatanya.
Brama terdiam sejenak, menatap lamat-lamat ekspresi kesedihan diwajah calon istrinya itu. "Sekolah lah besok! Untuk biaya, biar aku yang mengurusnya."
Naya membelalak. "Benarkah? Apa boleh saya merepotkan mas Bram?" tanyanya penuh harapan, senang.
Brama mengangguk. "Iya, itu bukanlah masalah besar." sahutnya. "Kamu tidak perlu memikirkan apapun, tetapi kamu hanya boleh keluar rumah untuk sekolah dan setelahnya kamu tidak boleh keluar tanpa seijin ku." tegasnya.
Naya mengangguk cepat. "Iya, saya mau. Saya akan menuruti apapun perintah yang mas Bram berikan." ucap Naya sangat antusias.
Membuat Brama jadi tersenyum karenanya. "Baguslah! Jadi kamu harus tidur lebih awal saja sekarang, aku akan pergi keluar sebentar."
"Mas Bram mau pergi kemana? Naya takut jika sendirian."
Pertanyaan Naya malah membuat Brama jadi geram. "Kamu harus terbiasa dengan ini, dan jangan pernah mencampuri urusanku lagi! Aku tidak punya kewajiban untuk menjawab pertanyaanmu itu."
Seketika Naya langsung ciut, dan menunduk. "Maaf."
Naya mengira bahwa Brama akan selalu berlaku baik padanya,tetapi ketika menyangkut kehidupan pribadinya yang dibatasi. Brama menjadi berubah seketika.
Entah, sebenarnya Naya sedang berhadapan dengan siapa saat ini?
****
Kini sudah pagi hari, dan Naya mulai bersiap untuk pergi kesekolahnya lagi.
Setelah selesai bersiap diri, Naya dengan segera turun melewati anak tangga dan langsung disambut dengan Brama yang berdiri menyilangkan kedua lengannya.
Brama menatap Naya dari ujung kaki sampai ujung rambut, lalu menyunggingkan bibirnya. "Kamu beneran masih bocah." ledeknya dengan nada begitu kental.
Naya hanya bisa menghela nafas, pasrah. Ia sudah tak peduli lagi dengan omongan pedas pemuda itu. "Terserahlah, yang penting aku mulai sekolah." gumamnya tak perduli.
Lalu berjalan, melewati calon suaminya tapi dengan sigap Brama menarik lengan Naya untuk menghentikan langkahnya. "Kamu mau kemana?" tanyanya, melepas cengkeraman tangannya dengan kasar.
"Saya mau berangkat ke sekolah, mas." sahutnya lemah.
"Apa kamu tidak melihat bahwa aku dari tadi sedang menunggumu? Belajarlah untuk meminta maaf! Tentu paman sudah mengajarimu hal penting itu, bukan?" tanyanya berniat merendahkan.
Naya hanya bisa menahan sesak, tak ada yang bisa ia lakukan. "Maaf, saya telah membuat mas Bram menunggu." ucapnya menunduk.
"Baguslah! Jangan sampai kamu mengulangi untuk yang kedua kali!" ancamnya, lagi-lagi membuat Naya ngeri.
Brama melangkah memasuki mobil, yang kali ini dikendalikan oleh supir pribadinya dan Naya pun ikut masuk kemudian.
Brama memilih untuk mengantar Naya kesekolahnya terlebih dahulu, sebelum dirinya pergi ke perusahaan untuk bekerja yang dimana dia harus melewati rute lebih panjang.
"Terimakasih atas tumpangan dan kabaikan mas Bram, Naya masuk dulu." pamit Naya didalam mobil, lalu turun dan berlalu pergi.
Brama memilih tak menjawab perkataan perempuan itu. "Langsung ke kantor." ucap Angga kemudian pada supirnya.
"Baik Tuan."
Dan mobilpun segera melaju pergi, tetapi Brama kali ini melirik kaca spion yang masih melihatkan sosok Naya yang sedang meloncat begitu gembira hari ini.
"Dasar bocah." gumam Brama, tertawa geli.
****
"Naya." teriak Rika, menyambut dengan senang pada temannya itu.
"Rika." Naya pun juga berteriak dan berlari kearah temannya itu lalu saling berpelukan.
"Ya ampun Nay, kamu kemana aja? Kenapa lama gak masuk sekolah?" tanya Rika, ketika melepas pelukannya.
"Sorry, aku sedikit ada masalah. Nanti akan aku ceritakan semuanya padamu."
"Baiklah." Rika mengangguk, lalu berjalan beriringan kedalam kelas. "Oh ya, kamu udah tahu kabar tentang Dimas, belum?"
"Dimas? Kenapa?"
"Ya ampun, Nay! Masa kabar kayak gini kamu gak tahu. Dimas itu udah jadian seminggu yang lalu sama Sally."
Naya terkejut. "Kamu serius?"
Rika mengangguk. "Serius." lalu kebetulan Dimas berjalan didepan kelas. "Itu Dimas sama Sally lagi jalan berduaan." tunjuknya.
Nayapun menoleh. "Iya, ternyata kamu benar. Kenapa aku saja yang tidak tahu hal ini." ucapnya dengan kecewa.
****
MOHON DUKUNGANNYA :*
DENGAN CARA LIKE, KOMEN DAN RATING BINTANG 5.
MOHON BANTUANNYA YA :*
Ga perlu Poin kok, kasih komen "UP" aja udah seneng biar Author semangat buat lanjutin :*
Jangan Lupa mampir di Novel Author yang alktif ya! FOBIA PRIA TAMPAN
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Siti Jubaedah
semangat....author.....
2023-07-09
0
ARSY ALFAZZA
🌻🌿🌻🌻
2020-11-03
1
Cika🎀
penasaran😍😘😗
2020-09-08
0