Naya menangis diatas batu nisan ayahnya. Ia sangat bersedih karena kali ini ia benar-benar tak memiliki siapapun lagi.
Hanya ada satu pengharapannya, Pemuda tampan yang sedang berdiri disebelahnya, tak pernah lelah untuk menemaninya.
Brama mengelus lengan Naya sembari melingkarkan lengannya, serta tidak keberatan menawarkan dadanya untuk ia jadikan tempat bersandar pada gadis yang tengah bersedih atas kepulangan ayahnya.
"Jangan bersedih lagi! Kamu masih memiliki aku disini." ucap pemuda itu tak terduga.
Membuat Naya tercengang sekaligus merasa ada kelegaan di dadanya.
Pemuda itu memang baru saja ditemuinya, hanya beberapa saat yang lalu. Tetapi tatapan pemuda itu begitu sangat tulus padanya.
Entah, ia mungkin hanya merasa iba pada Naya. Gadis malang yang tak mempunyai siapa-siapa lagi untuk menjadi tempat bersandarnya.
"Terimakasih."
Satu kata yang cukup untuk menggambarkan semuanya.
****
"Papa memintaku untuk mengajakmu tinggal bersamaku sampai kita menikah nanti." ucap Brama, ketika Naya mulai duduk tenang diruang tamunya.
"A..apa kita akan tinggal bersama seperti pasangan yang lain?" tanya Naya gugup.
"Kamu tenang saja! Aku sudah menyiapkan kamar yang lain untuk aku tinggali, kita menikah hanya sebagai status saja." sahutnya menjelaskan. "Kamu setuju juga, bukan?"
Naya mengangguk. "Saya setuju." sahutnya, lalu beranjak dari duduknya. "Ah baiklah, kalau begitu Naya akan membereskan pakaian Naya dulu." pemitnya.
Segera Naya pergi ke kamarnya dan segera merapikan pakaiannya yang ada didalam lamari kamarnya, menaruhnya segera kedalam koper besar miliknya.
Serta ia tak lupa untuk membawa foto miliknya bersama dengan almarhum ayahnya.
"Sudah? Tidak ada yang ketinggalan lagi?" tanya Brama memastikan, ketika Naya keluar dengan membawa koper besar.
Naya mengangguk. "Sudah."
Bramapun membantu Naya untuk mengangkat koper miliknya, memasukkannya kedalam bagasi mobil.
Tapia belum Naya memasuki mobil, tiba-tiba terdengar suara yang tak asing tengah memanggil Naya dengan suara terengah-engah.
"Naya, tunggu!" teriaknya, melangkah menghampiri Naya.
Nayapun menoleh. "Dimas." gumamnya tak percaya. "Kamu ngapain disini?"
Dimas tak menjawab pertanyaan itu, ia langsung memeluk Naya begitu eratnya. "Aku merindukanmu, aku mendengar bahwa om sudah meninggal jadi aku buru-buru kesini untuk menemuimu."
Naya hanya menunduk sedih, tak menjawab apapun itu.
"Nay, kamu gak mau balik sekolah lagi?" tanya Dimas, beralih memegang dua jemari gadis didepannya itu.
Naya menggelengkan kepalanya lemah. "Maafin aku, Dim." sahutnya, lalu melepas jemari Dimas yang menggenggamnya. "Aku akan menjelaskan semuanya padamu nanti."
"Baiklah, aku akan menunggu kabarmu."
"Terimakasih." ucap Naya pilu, lalu berbalik dan masuk kedalam mobil.
Segera Brama melajukan kendali mobilnya, melirik Naya yang masih mengeluarkan air matanya.
"Kamu nangis karena pemuda tadi?" tanyanya tanpa basa-basi.
"Maaf." sahutnya, menghapus airmatanya cepat.
"Apa dia kekasihmu?"
Naya menggelengkan kepalanya. "Bukan, dia adalah teman saya." sahutnya serak.
Dan Brama tahu, bahwa Naya menyukai pemuda itu dari sorot matanya yang terpancar. "Ketika kita menikah nanti, jangan berbuhungan dengan pria darimana pun itu! Kamu sebagai isteriku harus menjaga nama baikku." tegasnya, membuat Naya ngeri saja.
"Iya pak, baik." sahutnya.
"Kok bapak, sih? Aku kan belum tua. Lagian kita akan jadi suami istri, walau hanya status saja sih."
"Lalu, saya harus memanggil Anda siapa?" tanya Naya, ragu.
"Panggil saja, mas Bram atau apa kek gitu."
"Ah, iya mas." sahut Naya, masih dengan canggung.
Brama menoleh dan tersenyum mendengar Naya menurutinya.
****
Netijen : Judulnya bikin ngeri thor.
Author : sama T_T, bagusnya di ubah apa, ya? Apa terpaksa menikah atau diperk*sa suami? hehe
Tolong Komen ya :*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
ARSY ALFAZZA
🌻🌿
2020-11-03
0
Sept September
so sad
2020-08-28
0
Sakura
sdh pindah rumah
2020-06-16
0