Pertemuan

Sore telah tiba, Maya bersama ayahnya sedang bersiap-siap untuk bertemu dengan Rudra di aula kantornya sesuai dengan rencana tadi pagi saat Maya menemui Rudra.

Penampilan Maya cukup sederhana, ia hanya menggunakan celana kain berwarna hitam dan kemeja berwarna putih dengan corak titik-titik hitam tak lupa dengan rambut panjangnya yang bergelombang indah terurai, menambah indahnya dan cantiknya penampilan Maya saat ini.

"Ayo, Ayah sudah siap? Lebih baik kita datang lebih cepat daripada harus membuat Pak Rudra menunggu." Ajak Maya dengan ekspresi datar.

Teddy yang tak lain adalah ayahnya Maya mengangguk lalu berjalan mengikuti Maya yang sudah berjalan menuju garasi rumahnya.

Sekitar satu jam Maya dan ayahnya menempuh perjalanan menuju kantor Rudra karena macet, akhirnya mereka sampai di kantor milik pengusaha muda tersebut.

Maya dan Teddy langsung masuk ke kantor Rudra lebih tepatnya memasuki aula kantor untuk membahas tujuan pertemuan antara pemilik dua perusahaan besar tersebut.

"Selamat datang, Pak Teddy Vyas dan nona Mayada Vyas." Sambut Rudra dengan wajah khasnya yakni tanpa ekspresi. "Mari, kita langsungkan saja untuk membahas mengenai kerja sama antar perusahaan kita yang akan berlangsung." Rudra menunjuk sebuah sofa dihadapannya, memberi isyarat pada Teddy dan Maya untuk duduk.

Apa? Mempersilahkan duduk dengan cara memberi isyarat? Tidak sopan sekali! Gerutu Maya dalam hati.

Pertemuan tersebut berlangsung selama satu jam, selama Teddy dan Rudra mengobrol Maya cukup bosan karena Rudra selalu membahas mengenai pertemuan pertamanya dan Maya yang terjadi dengan cara tidak benar.

"Jadi, bagaimana nona Maya? Apa kau setuju dengan kerja sama ini?" Maya sedikit terkejut, karena saat Rudra berbicara Maya sedang melamun.

"Ya, aku setuju." Ucap Maya asal karena ia sungguh malas berhadapan dengan Rudra.

Setelah pertemuan selesai, Maya dan Teddy bermaksud untuk langsung pulang. Namun sebelum Maya sempat melanglah Rudra menarik tangan Maya.

"Hei Nona!" Ucap Rudra selalu dengan ekspresi datar. "Tidak semudah itu kau pergi dari kantorku hari ini! Kau harus membayar apa yang telah kau katakan padaku tadi pagi!"

Maya membelalakan matanya, ia menyadari bahwa masalah akan segera terjadi padanya.

Namun bukan Maya jika tidak pandai dalam menyelesaikan masalahnya.

"Maaf Pak Rudra, aku minta maaf atas sikapku tadi pagi itu semua karena aku tidak tahu siapa anda." Ucap Maya sambil menunduk diiringi senyum manis.

Rudra terdiam, lalu menatap Maya dengan tatapam datar.

"Baiklah, aku berbaik hati padamu!" Sinis Rudra.

Apa dia bilang? Berbaik hati? Artinya dia orang yang tidak baik ya?

Maya mengangguk, lalu berpamitan untuk pulang. Selama perjalan pulang Maya merasa gelisah dan merasakan ada sesuatu yang aneh dalam dirinya.

Pikirannya terus larut dalam pikiran tentang Rudra, berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya. Sampai saat mobil sudah terparkir didalam garasi rumahnya Maya tidak menyadarinya.

"Maya, ayo turun! Kenapa kau melamun?" Ucap Teddy sambil menyentuh bahu putri satu-satunya itu lembut.

"Eh, iya ayah."

Ketika Maya turun dari mobil senyumnya merekah saat melihat sosok pria yang bertubuh tinggi sedang duduk di kursi yang ada di depan jendela rumahnya.

"Wah, lihat siapa itu Maya? Pangeranmu ternyata datang kesini!" Ucap Teddy sambil menunjuk pria bertubuh tinggi tersebut.

Maya tersipu malu saat ayahnya mengatakan bahwa pangerannya datang.

"Daren," Ucap Maya yang langsung diangguki pria tersebut.

"Kenapa kau malu seperti itu, sayang?" Pria yang dipanggil Daren langsung berdiri dan menghampiri Maya. Lalu Daren memeluk Teddy terlebih dahulu.

"Ayah masuk lebih dulu, jangan lupa ajak Daren untuk masuk juga jika kalian sudah selesai melepas rindu!" Goda Teddy yang membuat wajah putih Maya memerah seketika.

Setelah Teddy masuk kedalam rumah, Maya langsung memeluk Daren. Pria yang sudah enam tahun menjadi pemilik hatinya, terlihat Maya sangat merindukan Daren karena sudah satu tahun Maya dan Daren menjalani hubungan jarak jauh.

Semua dikarenakan Daren yang harus mengurus perusahaan keluarganya yang berada di luar kota Jakarta.

"I Miss you," Ucap Daren sambil mengecup singkat kening Maya.

"Too," Balas Maya sambil mengeratkan pelukannya.

"Jadi, kapan yang semalam kau bilang dalam telepon itu?" Tanya Daren sambil menaik-naikkan alisnya keatas.

Maya melepaskan pelukannya, lalu membawa Daren duduk kembali.

"Tidak semudah itu," Ucap Maya.

"Pertama kau harus meyakinkan aku dulu, lalu memberi jaminan bahwa setelah itu kita akan saling memiliki selamanya!" Ujar Maya sambil menunjuk jari manisnya yang artinya Maya meminta Daren untuk menikahinya.

Daren terkekeh pelan, lalu mencubit pelan hidung Maya.

"Iya sayang, yang utama sekarang kapan?"

Maya terdiam, lalu berfikir sejenak.

"Apa yang kapan? Jangan macam-macam dengan Maya!" Sahut seseorang dari arah pintu tiba-tiba, membuat Maya san Daren serentak menoleh.

Wajah Maya memucat saat mengetahui siapa orang itu. Ternyata orang tersebut adalah Azka kakak sulungnya.

"Kak, kau sejak kapan disini?" Tanya Maya tergagap.

"Apa yang kapan? Jangan mengalihkan pertanyaanku!" Bentak Azka.

"Ka, kau tidak berubah ya? Jangan menakuti dan mencurigai Maya seperti itu, cepat atau lambat dia dan aku akan segera menikah!" Ucap Daren dengan santainya. Hal itu tentu saja membuat Maya semakin memucat.

Maya menyentuh tangan Daren, lalu menatapnya meminta penjelasan atas perkataan Daren pada Azka baru saja.

"Aku hanya ingin menanyakan kapan Maya akan libur bekerja, aku ingin mengajaknya ke rumah orang tuaku!"

Azka mengedikan bahunya, merasa tidak percaya dengan pernyataan Daren.

"Rumah orang tuamu?" Ucap Azka lalu tertawa terbahak-bahak.

"Ini seperti mimpi, setelah enam tahun kau baru berpikir untuk menikahi adikku? Tapi, walaupun kalian akan menikah jangan harap aku akan membiarkanmu macam-macam kepada Maya!" Ancam Azka. "Atau aku akan memisahkan leher dengan kepalamu!" Sambungnya dengan ancaman yang membuat Maya memelototkan matanya hingga membulat sempurna.

Setelah itu tidak ada pembicaraan lagi, Daren pun berpamitan untuk pulang karena malam nanti ia akan kembali untuk menjemput Maya.

Di dalam rumah Azka terus memperhatikan setiap gerak-gerik Maya. Bukan karena ia tak ingin Maya memiliki kekasih, melainkan ia ingin Maya selalu aman dan tidak ada yang bisa mencelakakan Maya sedikitpun.

Dalam pikirannya yang bingung bagaimana cara untuk menjadi adik perempuan satu-satunya tersebut karena tak mungkin jika Azka harus mengikuti kemanapun Maya pergi akhirnya Azka menghubungi seseorang.

"Hallo, aku ingin bertemu denganmu! Sebagai teman, bukan sebagai paman iparmu, sekarang aku akan langsung ke kantormu kau tunggu disana!"

Setelah sambungan telepon terputus Azka segera pergi menuju kantor seseorang yang berada di dalam teleponnya. Sebelum pergi Teddy sempat bertanya pada Azka.

"Kau mau kemana?" Tanya Teddy yang berada di depan rumah.

"Aku harus ke rumah temanku, ada hal penting yang harus dibicarakan. Ini menyangkut Maya juga, besok aku akan menjelaskannya pada ayah!" Ucap Azka sambil berlalu pergi tanpa mendengarkan pertanyaan ayahnya lagi yang masih merasa bingung.

...----------------...

Di sebuah ruangan yang suasananya hening, Rudra sedang memejamkan matanya sambil menyandarkan punggungnya yang terasa sakit ke kursi kerjanya. Hingga sebuah dering telepon membuatnya langsung menegakkan duduknya.

"Ya, bu?" Tanya Rudra setelah mengangkat teleponnya tanpa membaca nama yang tertera di layar. Sebab dari nada dering panggilan ia sudah tahu itu telepon dari siapa.

"Rudra, pulanglah! Ada sesuatu yang penting yang akan kami bicarakan denganmu, ini tentang masa depanmu! Jika kau tidak pulang ibu tidak akan menganggapmu lagi sebagai anak ibu." Ancam Indri.

Ancaman itu tentu saja sangat membuat Rudra takut, sebab hanya ibunya yang selalu setia pada dirinya.

"Baik, bu. Aku akan pulang nanti malam setelah urusanku selesai."

Telepon sudah terputus, tepat pada saat itu juga pintu ruangan Rudra terbuka menampilkan sosok pria yang sangat dikenalinya.

"Azka, kau sudah datang? Sebenarnya ada apa?"

Azka duduk di kursi yang berada di hadapan Rudra, lalu menghembuskan napas pelan dan mengeluarkannya kasar sebelum memulai pembicaraan yang sesungguhnya.

"Aku ingin menjodohkan adikku denganmu,"

**Bersambung...

Telat up, efek rasa malas yang semakin hari semakin menjadi-jadi menyerang author.

Jangan lupa komen yaa 😁**

Terpopuler

Comments

Hidayah Airiz

Hidayah Airiz

Apa Sy Salah baca Ya thor... maya kan pacaran sama deren udah 6Thn... tapi knp Tiba2 Azka pergi jumpa Rudra Mau jodohin Sama Maya???

2021-09-26

0

stefani n.i.s

stefani n.i.s

loh kok adik nya mau dijodohin kan sdh punya pacar, tinggal disuruh nikah aja klo takut adik2 kenapa2..

2021-05-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!