Minggu pagi semua sudah di sibukan dengan aktifitasnya masing - masing aku dan Nina berangkat ke rumah mbak Rani untuk bantu - bantu pindah rumah. Ibu dan bapakku baru pulang dari pasar jam 8 pagi, adiku bersama Nafisa dan Afriana sudah berangkat ke pasar burung.
Semenjak kata TALAK waktu itu hari - hariku kulalui seperti biasa walau guncingan tetangga mulai merebak sampai memekak di gendang telinga. Satu bulan sudah tidak ada kabar apapun dari mas Ringgo hilang bagai ditelan bumi, aku dan keluargaku tetap diam menunggu niat baik dari pihak keluarga mas Ringgo ataupun mas Ringgo sendiri, namun nihil.
Aku berusaha untuk tidak egois walau hati ini terasa sakit, seperti hari ini aku bujuk Afriana untuk ke rumah mertuaku, aku berharap dengan adanya kedatanganku bisa membuat keadaan membaik minimal tidak ada permusuhan dan anaku tidak membenci bapaknya.
Keluargaku tidak mempermasalahkan keputusanku malah mereka mendukungnku, mereka yang menguatkanku, mereka pulalah yang menasehatiku agar aku bisa menekan egoku.
Sabtu sore aku antar anaku kerumah mertuaku, tentunya aku datang juga tidak dengan tangan kosong minimal aku membawa gula, serta beberapa kaleng susu cream dan jatah bulanan dariku walau tidak banyak. Dari dulu aku selalu menyisihkan gajiku buat mertuaku walau hanya 200 ribu toh gajiku juga tidak terlalu banyak dan mas Ringgo juga tidak berpenghasilan.
Dengan mengendarai sepeda motor berkecepatan sedang aku bonceng anaku menuju rumah mertuaku, sepanjang perjalanan dalam hati aku lafadnya kalimah toyibah agar hatiku tenang. Marah, benci dan tidak terima itulah yang aku rasakan sekarang, atas penghinaan, serta fitnah yang di berikan mas Ringgo padaku dan pada akirnya berujung pada kata TALAK.
Padahal selama jadi istrinya mas Ringgo yang ada dalam hatiku hanya keluarga yang aku pikirkan. Sampai - sampai aku sering ambil kerja lembur atau cari kerja sampingan agar keluargaku berkecukupan minimal tetap bisa makan setiap hari tanpa harus berhutang. Alhamdulillah dengan hidup yang sangat sederhana aku masih bisa menghidupi keluarga kecilku, kalaupun aku berhutang pada toko sebelah tidak lebih dari seminggu sudah aku bayar dan jumlahnyapun tidak banyak paling hanya 200 ribu itupun jarang sekali.
Setelah 30 menit perjalanan sampailah aku dan anaku di halaman rumah mertuaku, aku parkir sepeda motorku dan kami turun, aku lihat kedua mertuaku sedang duduk di teras bersama tetangga. Mertuaku menyambut kedatangan kami seperti biasa, seolah tidak terajadi apa- apa, begitu pula aku tetap berusaha bersikap setenang mungkin.
"Assalamu'alaikum, Pak, Buk" sapaku dan anaku secara bersamaan, serta langsung menyalamai serta mencium tangannya seperti biasa. Dan langsung duduk di kursi yang ada di teras rumah.
"Fah, nanti, Afri, nginep di sini kan?" mertua ku perempuan bertanya padaku, dengan mimik wajah yang di buat senyaman mungkin.
"Iya, Buk, besok sore, Afri, Aku, jemput karena senin harus sekolah" jawabku setenang mungkin "Af, gak boleh nakal ya, jangan suka jajan, besok sore Ibuk jemput ya" ucapku pada Afriana
"Iya, Buk, jangan telat ya jemputnya" pinta anaku yang sedang duduk di antar kedua mertuaku. Mertuaku memang sayang pada anaku, karena anaku satu- satunya cucu perempuannya.
Setelah 30 menit duduk sebentar akupun segera berdiri dan pamit, aku juga tidak menanyakan keberadaan mas Ringgo ,aku kira dengan aku duduk agak lama mereka akan membahas tentang mas Ringgo namun ternyata tidak.
"Oh, ya, Buk, ini buat, Ibuk, maaf cuma sedikit" ucap ku sambil menyerahkan kresek berisi gula, susu kaleng, dan satu bok martabak telor kesukaannya anaku Afriana, serta amplop putih berisi uang 200 ribu.
Kali ini mertukau menerima dengan sedikit berat hati, padahal biasanya tidak pernah menolak. Mertuaku bukanlah orang yang berkecukupan bahkan boleh di bilang secara ekonomi masih di bawah keluargaku. Namun entah bagaimana anak - anaknya semua berlagak bagai orang kaya semua tidak mau hidup sederhana, dan boleh di bilang anak-anaknya pemalas.
"Baiklah, terima kasih" kedua mertuaku mengucapkan terima kasih secara bersamaan.
Setelah berpamitan aku pergi meninggalkan rumah mertuaku dengan perasaan yang tidak menentu, sambil mengendarai sepeda motor berkecepatan sedang aku tetap melafadnya kalimah toyibah sebagai pengobat hatiku yang luka. Hari ini pertama kalinya hatiku begitu berat sekali meninggalkan Afriana di rumah mertuaku, padahal biasanya tak ada masalah sedikitpun. Dari dulu walau hanya seminggu sekali aku bawa anaku pergi ke rumah mertua agar anaku juga dekat dengan mbahnya yang dari suamiku.
"Assalamu'alaikum, Fah" seru ibuku dari luar
"Wa'alaikum salam" sahutku yang baru saja menyelesaikan sholat magrib
"Besok mas mu sama mbak mu mau datang, besok jangan kemana mana " pesan ibuku
"Iya buk, semuanya buk?" tanyaku
"Iya, semuanya" jawab ibuku
"Apa mereka sudah tahu buk, tentang Mas Ringgo ?" tanyaku
"Sudah, bapakmu yang ngasih tahu dan bapak juga yang nyuruh mereka datang besok, mumpung Afriana tidak ada di rumah" jelas ibuku
Seperti yang ibukatakan kemarin akirnya kedua kakakku datang kerumah ornav tuaku. Kedua kakakku menasehatiku agar aku tidak terlalu memikirkan mas Ringgo. Kedua kakakku sangat tidak terima dengan penghinaan mas Ringgo padaku.
"Fah, kamu tidak akan sendiri, kamu jangan kuwatir aku banyak teman di daerahnya Ringgo, aku akan pasang mata - mata, jadi jika kamu datang ke sana sendiri pun kamu tetap aman, dan aku sendiri yang akan bertindak jika Ringgo macam - macam sama kamu ataupun Afri " tegas Mas Jamal kakak pertamaku
"Ya, Fah, aku mas Jamal dan Fauzan tidak akan tinggal diam jika Ringgo macam - macam " ucap Mas Sapta suaminya mbak Us kakak perempuanku
"Sekarang kita tunggu dulu, ada niat baik dari pihak keluarga Ringgo apa tidak? jika dalam waktu 6 bulan tidak ada kabar apapun dari keluarga Ringgo kita yang ke sana " ucap bapak tegas
Setelah selesai berembuk kita melakukan aktifitas seperti biasa, canda tawa menghiasi rumah kedua orang tuaku. Kali ini Kedua kakaku hanya sampai jam 3 sore, mereka tidak menginap, karena senin pagi harus kerja dan juga anak - anaknya harus masuk sekolah.
Setelah kedua kakakku pamit aku pergi kerumah mertuaku untuk menjemput Afriana pulang. Kali ini aku ditemani Nafisa adik iparku atas permintaan Fuzan dan kedua orang tuaku. Walau sebenarnya hatiku sudah tenang dan sudah berdamai dengan keadaan, namun keluargaku tetap menghawatirkan keselamatanku.
Ketika aku dan Nafisa sampai Afriana sangat senang, bahkan Afriana langsung naik sepeda motorku ketika aku baru memarkir motorku. Afriana sudah tidak sabar ingin segera pulang, Akupun tidak duduk lama hanya menyapa dan segera pamit untuk pulang.
Sore ini pun mas Ringgo juga tidak nampak ada di rumah, yang ada hanya kedua orang tuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 290 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus ceria
2023-04-18
0
Maria Sesilia Rahayaan Labetubun
lanjut
2021-08-23
0
Elizabeth Kustantinah
halumu sederhana thor ga muluk2..terjangkau..normal..kejadian sehari hari..lanjut thor..
2021-07-28
4