"Assalamu'alaikum" Aku masuk rumah orang tuaku, setelah memarkir motor di teras rumahku.
"Wa'alaikum salam, sudah pulang Fah? " sahut ibuku yang sedang duduk di depan TV sambil nguntili (mengikat) sayuran yang baru dipetik bapak dari sawah dan ada yang dari tetangga, untuk di jual ke pasar nanti malam.
"Iya, Buk, kebetulan lagi gak banyak kerjaan" jawabku sambil menaruh ice cream ke dalam lemari es di rumah orang tuaku.
"Afri, rewel gak buk?" tanya ku pada ibuku
"Enggak, dari tadi sama Nafis, sekarang ikut Nafis ngajar ngaji di mushola" jawab ibuk sambil tetap fokus pada sayurannya.
Orang tuaku di samping petani juga pedagang sayur di pasar pinggir kota. Dan para tetangga biasanya menjual sayur hasil kebon pada orang tuaku ada yang jumlah sedikit ada yang jumlah banyak. Jadi di samping ambil sayur dari tengkulak juga ambil sayur dari para tetangga.
Aku segera bergegas untuk masuk rumahku sendiri, rumah yang aku bangun berkat Izin Allah melalui rezeki kerja kerasku.
Mencopot sepatu, menaruh tas, dan bergegas untuk mandi karena sebentar lagi Afriana dan Nafisa pulang dari mushola. Aku sangat bersyukur sejak ada Nafisa
Selesai mandi aku bereskan baju di lemari, karena semalam setelah Ringgo pergi dan membuat isi lemari berantakan aku belum sempat membereskannya.
"Assalamu'alaikum, Buk" Afriana mengucap salam dan langsung masuk ke dalam kamar
"Wa'alaikum salam, sudah pulang? Ngajinya sudah sampai mana tadi?" tanyaku
"Hari ini, Aku naik ke juz 20 buk" jawab Afriana senang sambil meletakan Al qur'an nya di atas lemari plastik tempat bukunya.
"Alhamdulillah, pintar anak Ibuk" sahutku dengan seulas senyum bahagia sambil terus melanjutkan me lipat baju yang berserakan di lantai
Afriana dengan senang hati membantuku mengemas baju hingga waktu masuk sholat magrib. Aku dan Afriana langsung bergegas mengambil Ar wudhu untuk melaksanakan ibadah sholat magrib berjamaah dengan anaku.
Habis magrib aku masuk kerumah orang tua ku untuk makan, yah hari ini aku tidak masak makanya aku dan anaku makan di rumah orang tua ku.
Hingga pukul 9 malam aku dan anaku berkumpul di rumah ornag tuaku, kami ngobrol ringan tanpa membahas tentang kepergian mas Ringgo. Tentang masalah yang aku hadapi kedua kakak ku yang tinggal di luar kota dan luar desa mereka belum mengetahuinya, karena kami belum memberitahunya.
Sabtu pagi kegiatan di pabrik seperti biasa hanya setengah hari kerja, dan staf yang di kantor sedang libur hanya bagian produksi dan pengepakan yang masuk.
Tugasku mengawasi pekerja lainnya dalam mengepak rokok serta mengecek kerapian dan jumlah yang sudah di packing. Membuat laporan jumlah stock yang sudah siap untuk di masukan ke dalam gudang
Siang hari selesai kerja, mbak Rani dan Nina sudah menungguku di parkiran sepeda motor untuk pulang bareng. Kami bertiga meluncur bareng menuju rumah baru mbak Rani yang baru beli di perumahan dekat rumahku. Aku sangat senang itu artinya aku ada teman kerja yang dekat dengan rumahku.
Aku Dan Nina membantu mbak Rani hanya sampai jam 5 sore, dan mbak Rani melanjutkan bersih - bersihnya dengan suaminya. Nina jadi nginap di rumahku, rumahku termasuk luas dengan ukuran 7 x12 meter persegi.
Walau rumahku tidak mewah Nina sangat bahagia tiap kali nginep di rumahku, keluargaku juga sudah mengenal Nina cukup baik karena dia sebenarnya sepupu dari kakak iparku.
"Assalamu'alaikum Buk, " ucapku dan Nina saat masuk rumah kedua orang tuaku setelah selesai mandi.
"Wa'alaikum salam, Aku di dapur " sahut ibuku yang yang ada di dapur
"Masak apa Buk?" tanyaku sambil menghampiri ibuk yang berdiri di depan kompor.
"Biar saya yang masak Buk" ucap Nina sopan, Nina sudah terbiasa di rumahku ataupun di rumah ibuku
"Tolong kamu ulek sambelnya saja Nin, Fah, tolong kamu ambilkan nugget di kulkas tadi Afri minta nugget!" ucap ibuku yang terus sambil menggoreng tempe.
Nina dengan cekatan langsung mengulek racikan sambel terasi yang sudah di goreng oleh ibuku. Menjelang adzan magrib kami sudah selesai masak, bapak baru masuk rumah setelah melihat keadaan padi di sawah yang tak jauh dari rumah.
Setelah magrib Adiku Fauzan baru pulang dari tempat kerjanya, dan Afriana serta Nafisa juga baru pulang dari mushola.
Kami semua makan malam bersama di rumah kedua ornag tuaku dengan menu seadanya, sambel terasi, tempe goreng, oseng bunga kates, krupuk serta nugget untuk Afriana.
"Alhamdulillah" ucap Nina senang setelah kenyang" Osengnya sedap sekali enggak pahit"
"Mau di ajari cara masaknya, Nin, biar enggak pahit? " tanya ibuku sambil makan.
"Mau, Buk" jawab Nina senang
"Kalian besok jadi bantuin Rani?" tanya ibuku padaku dan Nina
"Jadi, Buk" jawabku dan Nina bersamaan "Af, besok ikut Ibuk apa di rumah?" tanyaku pada anaku
"Basok kan mau di ajak Pak Lek sama Bulik ke pasar burung, jadi aku gak ikut Ibuk" sahut Afriana anaku.
Selesai makan Aku, Nafisa dan Nina bahu membahu mencuci piring dang mengemasi bekas makanan yang ada di tikar. Keluarga kami lebih suka makan duduk di lantai beralaskan tikar, sambil nonton TV lebih santai.
"Naf, besok jika Afri minta yang macam - macam jangan kamu turuti ya, nanti kebiasaan" ucapku mengingatkan Nafisa, walau aku tahu Afriana tak suka minta yang aneh - aneh.
"Iya, Mbak, Afri, itu yang diminta hanya buah dan ice cream, Mbak, tidak lebih itupun juga tidak banyak" jawab Nafisa sambil menata piring di rak piring yang ada di dapur.
Selesai mencuci piring kami semua berkumpul di ruangan depan TV sambil menonton acara TV kesukaan ibuku. Kami ngobrol dan bercanda ria kadang ikut mengomentari acara TV yang sedang berlangsung.
Ketika malam mulai merambat semua makluk di bumi sudah terlelap dengan mimpinya. Namun mataku masih belum bisa terpejam masih teengiang - ngiang di telingaku tentang ucapan mas Ringgo kemarin.
Aku hanyalah seorang wanita, sekuat apapun aku, butiran bening tetap mengalir dari pulupuk mataku dengan derasnya.
Hanya pada Rob ku aku adukan semuanya, aku bersujud menangis dan minta ampun pada Rob ku. Hanya pada Rob ku aku bisa mengadu dengan bebas, setelah puas aku mengadu, aku buka ayat suci Al qur'an berharap bisa menenangkan jiwaku yang sedang terguncang. Ya, hanya lantunan ayat suci Al qur'an lah yang bisa menentramkan jiwaku, jiwa anak manusia yang sedang terluka. Jiwa anak manusia yang sedang di landa sebuah petaka yang di sebabkan oleh anak -anak syetan yang menggerogotinya.
"Ya, Allah ajari hamba untuk bisa ikhlas dalam menerima takdir ini " doaku di akhir pelantuanan ayat suci Al qur'an, sambil menutup Al qur'an, memejamkan mata serta mencium musaf Al qur'an dalam pelukanku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 290 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus bahagia
2023-04-18
0
Dewi Kijang
lanjut....
2021-09-12
0
Maria Sesilia Rahayaan Labetubun
up
2021-08-23
0