2 hari kemudian Ustadz Fadli pergi ke Toserba karena ada nazar untuk membelikan makanan ringan dan coklat bagi anak- anak yang sudah hafal semua bacaan Ayat- ayat pendek dalam Jus- Ammah. Ustadz Fadli menggunakan motor jadulnya, meksipun begitu hampir semua gadis terpana melihat betapa tampannya Ustadz Fadli.
"Bismillah." Ucap Ustadz Fadli ke kota, jarak dari komplek perumahan ke kota memakan waktu sekitar 25 menit. Tidak terlalu jauh, lagipula ia sekalian ingin membeli beberapa keperluan rumah tangga. Maklum di rumahnya hanya ada laki- laki, ia juga belum menikah di saat usianya menginjak 29 tahun.
Tanpa sadar Fadli jadi teringat permintaan Kyai Haji Ahmad untuk menikahi putrinya Aisyah. Fadli tersenyum kenapa Aisyah bisa menyukai pemuda biasanya sepertinya. Ia bukanlah orang kaya, bukan pula memiliki latar belakang pendidikan yang baik. Bahkan membeli sepeda motor yang lebih bagus Fadli tidak sanggup, dirinya terlalu fokus membiayai pendidikan kuliah Rey yang sudah semester akhir. Tentu saja kuliah di semester akhir semakin membutuhkan biaya yang besar.
Tidak terasa Fadli sudah mengendarai sepeda motor jadulnya sekitar 25 menit tatapannya jatuh pada toko perabotan langganannya. Fadli ingin membeli oven listrik untuk memanggang kue agar dapat mengisi kegiatannya di waktu luang.
"Assalamualaikum Pak Cik Abas," sapa Fadli kini memasuki toko peralatan rumah tangga yang lumayan besar.
"Waalaikumsalam Ustadz Fadli, semakin tampan saja Ustadz." Puji Abas pemilik toko perabotan tersebut.
Fadli tersenyum kecil, pak Cik Abas memang pandai memuji. "Pak Cik bisa saja, saya jadi malu." Jawab Fadli tertawa geli, begitupun Pak Abas.
"Ada keperluan apa Ustadz?" Tanya pak Cik Abas.
"Ini saya ingin membeli oven agar dapat mengisi waktu luang." Jawab Fadli.
"Wah, segeralah menikah Ustadz Fadli supaya ada yang menemani di waktu luang." Goda pak Cik Abas.
Fadli terdiam sejenak, memikirkan tentang pernikahan. Bukannya Fadli tidak ingin menikah. Fadli bahkan menunggu- nunggu hari itu membayangkan punya istri yang selalu ada menemaninya kalah suka dan duka itu adalah hal yang membahagiakan bagi Fadli bila terjadi. "Saya juga sedang memikirkannya pak Cik, jika Allah berkehendak tidak lama lagi mungkin saya akan melangsungkan pernikahan." Jawab Fadli dengan senyuman kecil.
"Subhanallah, syukurlah Ustadz. Siapa gadis beruntung itu?" Tanya pak Cik Abas penasaran.
"Bila pernikahan itu jadi sayalah yang beruntung menikah dengan anaknya Kyai Haji Ahmad." Pak cik Abas kaget namun tidak menghilangkan rasa bahagianya.
"Ya ampun itu berita baik Ustadz, kalau begitu Oven listriknya geratis. Anggap saja sebagai hadiah pernikahan nanti." Pak Cik Abas menyerahkan oven listrik baru pada Fadli. Fadli kaget, tentu saja dia menolak harganya jutaan Fadli tidak ingin merugikan toko pak Cik Abas.
"Saya beli saja pak Cik, lagipula saya belum menikah dan harga oven ini sangat mahal sekali. Nanti pak Cik rugi." Tolak Fadli dengan nada halus.
"Tidak, ambillah Ustadz, Allah tidak suka ada orang yang menolak rezeki dari orang lain." Akhirnya dengan berbagai bujukan Fadli menerima rezeki pemberian pak Cik Abas.
"Terima kasih banyak pak Cik."
"Sama- sama Ustadz, semoga lancar sampai ke hari pernikahan." Doa pak Cik Abas menepuk punggung Ustadz Fadli.
"Aamiin, sekali lagi terima kasih banyak pak Cik." Pak Cik Abas mengangguk mengantar Fadli sampai depan pintu toko.
__
Dari kejauhan tanpa sengaja Fadli melihat perempuan berpakaian seragam Toserba di rudung oleh 3 wanita dengan riasan menor. "PLAKKKHHH ...!!" Suara bunyi tamparan terdengar di telinga Fadli, karena tidak suka melihat perilaku buruk mereka Fadli segera menghentikan sepeda motornya. "Astagfirullah ... Apa yang telah mereka lakukan?" Tanya Fadli dalam hati.
"Awww ... Shhhhh ..." Rintih perempuan berpakaian seragam Toserba. Dari balik tembok Fadli melihat perilaku buruk mereka, namun Fadli belum tahu jika perempuan yang memakai seragam Toserba adalah Bella pacar adiknya.
"Mana duit lo, sini. Lo ingetkan kalau lo nggak mau di jual harus ganti rugi. Masih sukur dari kampung lo gue bawa ke kota...!!" Bentak wanita berpakaian merah.
"Aku tidak merasa pernah berhutang mbak Lasmi." Ucap Bella dengan tatapan datar.
"Oh berani ya lo Bella, panggil gue Lasmi lagi.. Gue udah bukan cewe kampung! Nama gue Giselle, itu nama gue sekarang!" Bentak Lasmi di depan wajah Bella.
"Periksa kantong celana dan bajunya!" Perintah Lasmi pada Vera dan Wina teman satu grub prostitusinya.
"Oke Giselle!" Jawab Vera dan Wina tersenyum licik mulai memeriksa kantong celana juga baju yang di kenakan Bella.
"Kalian gila!" teriak Bella kini menampar balik mereka bertiga.
"Plakkkhhh....!"
"Plakkkhhh....!"
"Plakkkhhh....!"
Bunyi tamparan pipi Lasmi, Vera dan Wina memerah. Melihat itu Fadli tercengang. Fadli mengira Bella akan bersikap diam ataupun berteriak minta tolong ini di luar dugaannya.
"KURANG AJARRR.....!!" teriak Lasmi, Vera dan Wina merasakan nyeri pada pipi kanan mereka.
"Jangan ganggu aku lagi mbak. Kalian nggak malu sama orang tua kalian di kampung jauh- jauh ke kota cuman jadi PSK." Terang Bella melangkah pergi wajah kesal, tapi baru 3 langkah Bella pergi Lasmi mengarahkan botol miras ke kepala Bella.
Melihat Lasmi akan memukulkan botol miras ke kepala Bella Fadli langsung menarik tangan Bella sehingga posisi mereka berbalik, ada sedikit rasa kaget melihat perempuan Toserba itu adalah pacar adiknya Rey. "Bella, shhhhh...!" Rintih Fadli merasakan peri pada punggungnya. Karena tinggi badannya botol miras itu tidak mengenai kepala Fadli, tapi tetap saja Fadli terluka. Tangan Bella yang secara refleks memeluk punggung Fadli merasakan tetesan darah.
"Bodoh itu, lo salah sasaran Giselle!" teriak Wina dan Vera. Mereka bertiga lari ketakutan takut masalah ini berimbas ke polisi.
Baju koko putih yang di kenakan Fadli kini menjadi merah di bagian punggungnya. Tapi Fadli dan Bella masih saling menatap. Entah kenapa Fadli bahkan melupakan rasa sakit sejenak. "Astaghfirullahaladzim ..." Fadli langsung melepaskan tangan dari tubuh Bella. Begitupun Bella yang sama kagetnya dengan Fadli. Entah datang dari mana tiba- tiba kakak Rey bersikap seperti super Hero.
"Darah ...?!" Teriak Bella melihat telapak tangannya.
"Kamu baik- baik saja?" Tanya Fadli menatap Bella. Bella mengangguk tidak seharusnya kakak Rey menghawatirkan dirinya sementara dia yang terluka.
"Sebaiknya kita ke rumah sakit, lukanya cukup dalam." Ajak Bella melihat Ustadz Fadli dengan tatapan miris. Fadli merapikan peci yang di pakainya kemudian menggeleng.
"Tidak perlu, ini hanya luka kecil." Tapi tanpa persetujuan Ustadz Fadli Bella langsung mengambil kunci motor jadul dari kantong baju kokok yang di pakainya. "Ehh," Ustadz Fadli menatap kaget melihat Bella menyalakan sepeda motornya.
"Apa yang kamu lakukan?" Tanya Fadli menatap Bella bingung.
"Naik!" Perintah Bella menyuruh Fadli duduk di jok belakang. Fadli malah terdiam bingung menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Kamu mau kemana?" Tanya Ustadz Fadli yang kian bingung. Karena kesal melihat sikap Ustadz Fadli Bella langsung menarik tangan Ustadz Fadli agar segera duduk di jok belakang.
Akhirnya dengan terpaksa Ustadz Fadli duduk jok belakang. Tentunya sedikit menyisakan jarak agar tidak terjadi salahpaham.
30 menit kemudian luka di punggung Ustadz Fadli telah di jahit dan di perban. Bella juga telah menebus obat dan membayar biaya rumah sakit. Fadli sedikit merasa tidak enak dengan sikap Bella.
"Kamu kenapa kamu membayarnya?" Tanya Fadli berjalan mengikuti Bella sampai di area parkir.
"Ambil ini Bang." Bella menyerahkan kresek berisi tebusan obat tadi. Fadli menerimanya meskipun sedikit enggan merepotkan Bella.
"Bella dan Rey akan menikah bulan depan. Jadi ini tidak seberapa dari pada kebaikan Abang." Tanpa menunggu jawaban dari Fadli Bella berjalan begitu saja. Rey saja belum bisa mencari nafkah dan apa tadi menikah? Ini benar- benar di luar dugaannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments