Bab 4: Pertemuan Pertama

Sabtu. Selepas shalat subuh Hana membuka mushaf Al-Qur’an, ia membaca awal mula surah al An’am, yang mana sebelumnya batas akhir tadarusnya terletak pada surah al-Maidah. Hana begitu mentadabburi bacaan al-Qur’annya, ia mengaji mengikuti irama Syaikh Misyari Rasyid, salah satu Qari terkenal dunia. Setengah jam selesai

membaca al-Qur’an, ia ke dapur membantu ibunya untuk memasak sarapan pagi.

Hari ini Hana tidak memiliki jadwal kuliah, namun tugas paper menantinya. Ia harus presentasi makalah di hari selasa, jadi hari ini ia berencana ke perpustakaan untuk membuat tugas kuliah. Hana sudah mencium bau nasi goreng dari arah kamarnya, ia tersenyum dan bergegas melipat mukenanya menuju dapur.

“Harum sekali, Mi! Hana bantu goreng telur ya?”

Ummi hanya tersenyum mendengarnya.

“Kamu tidak kuliah, Nak?”

“Tidak, Mi. Hari ini Hana berencana ke perpustakaan untuk membuat tugas”

Jendela dapur terbuka, Seraya menunggu telur matang, Hana berdiri di depan jendela menghirup udara pagi sebanyak-banyaknya. Harum pagi hari selepas subuh memang selalu menarik perhatiannya. Harum embun yang menempel di dedaunan, harum tanah basah nan lembab akibat guyuran hujan semalaman. Maha Suci Allah yang

telah menciptakan indra penciuman, karena itu manusia dapat menikmati berbagai jenis keharuman. Seperti harumnya pagi hari yang sayang jika dilewatkan. Ia menyegarkan jiwa, memberikan satu kesan positif untuk dapat memulai hari dengan penuh semangat.

***

“Hana, usia kamu sudah berapa tahun, Nak?” Abah memulai percakapan setelah mengunyah makanan dan membawanya ke lambung untuk dicerna.

“Insya Allah bulan Ramadhan nanti 19 tahun bah” Hana tahu abahnya itu hanya berbasa basi saja sebab abah adalah orang yang sangat teliti dan detil. Tanggal pindahan rumah dan sudah berapa tahun tempati rumah ini saja abah ingat, apalagi usia anak semata wayangnya.

“Putri kecil abah sudah dewasa sekarang, rasa-rasanya tidak lama lagi abah akan menimang cucu, bagaimana pendapat Ummi?” Abah berkata setengah berseloroh.

“Ah abah, menikah saja belum, gimana bisa nimang cucu” sahut Ummi yang juga setengah tertawa.

Rona merah menghiasi pipi Hana, ia tidak menyangka Abah akan menyinggung perihal ini sekarang. Tiba-tiba pikiran nya melayang pada Gibran yang akan meminangnya. Ia jadi senyum-senyum sendiri.

“Senyum malu-malu kamu pertanda kamu sudah siap, nak! Semoga Allah menganugrahkan suami terbaik untukmu” Abah mendoakan putrinya.

“Seperti Abah ya? ” Ummi berkata dengan sumringah melirik Abah. Mendengar perkataan tersebut, pria gagah paruh baya itu mengelus puncak kepala istrinya.

“Ya tidak seperti abah juga, harus lebih baik dong!”

“Aamiiin, Insya Allah” Ummi mengaminkan. Diam-diam Hana juga mengaminkan di dalam hatinya.

***

Hujan deras kembali turun setelah pagi tadi sempat berhenti. Hana masih sibuk mengerjakan tugasnya bersama Yura dan Lisa di perpustakaan. Ia membawa banyak buku referensi ke atas meja seraya mengetik, sesekali ia membrowsing sumber-sumber valid untuk ia cantumkan pada papernya.

“Aku lapar banget, udahan yuk buat tugasnya” Lisa yang memang belum sarapan sejak pagi tadi mengeluhkan rasa laparnya.

“Tanggung ni, Sa. Sedikit lagi, sejam setengah jam lagi deh, Ya?” Yura merasa keberatan karena tugasnya sama sekali belum ada kemajuan.

“Yaudah, yuk aku temenin makan, kamu lanjut aja buat tugasnya, Ra. Selesai makan kita balik kesini lagi” Hana memberikan solusi.

“Siip. Okay deh” Yura mengacungkan jempolnya.

Hujan masih mengguyur deras. Hana dan Lisa keluar dari pustaka menuju ke tempat parkiran mobil. Bersama mereka mengenakan payung yang memang sudah Lisa persiapkan. Tadi pagi Lisa menjemput Hana terlebih dahulu baru setelahnya ia menjemput Yura. Mereka menbayar biaya parkiran, mobil pun  melaju menuju rumah makan terdekat.

Lisa memilih salah satu rumah makan Padang langganannya. Perih di perut sudah tidak dapat ditahannya, ia memilih menu Daging Rendang, sedang Hana memilih menu Ayam Bakar. Lisa menyantap makannya dengan lahap.

"Kamu bersemangat sekali makannya" Hana tersenyum melihat gaya makan Lisa yang begitu terburu-buru seperti ada yang mengejar.

"Udah laper banget" Lisa menjawab dengan nasi yang memenuhi mulut. Hana menggelengkan kepalanya.

Di tempat yang sama tepatnya 2 meja di seberang sebelah kanan Hana dan Lisa, tampak Haris dan Ridwan tengah menyantap makan siang mereka. Dua sekawan itu baru saja pulang dari tugas meninjau proyek lapangan. Rumah makan padang menjadi favoritnya Ridwan, jadi mereka juga memilih untuk singgah di tempat ini.

Ternyata dari tadi tanpa mereka sadari Ridwan memperhatikan Hana, ia merasa seperti pernah melihat gadis ini tetapi lupa dimana. Ia terus saja mencobaa mengingatnya hingga akhirnya ia dapat mengingatnya dengan jelas. Gadis itu adalah teman dari adik lettingnya di sekolah menengah atas dahulu, kalau tidak salah Yura namanya. Ya. Sekarang ia bisa mengingatnya. Ia dan Yura sendiri sudah lama tidak bertemu, sejak tamat sekolah gadis tersebut menghilang entah kemana.

“Ris, coba lu liat cewek yang duduk di seberang sana” Ridwan menunjukkan para gadis yang sedang menyantap makan siang mereka dengan ekor matanya.

“Yang mana? Terus memangnya kenapa? Lu naksir?" Tanya Haris sarkartis, tumben-tumbennya Ridwan mengajak membahas perempuan.

“Haha mungkin”

“Terus yang mana yang lu taksir? Cewek kerudung Pink atau Hijau? Hati-hati zina mata, Bro! ” Haris menyendok makanan nya santai. Ia kelihatan tidak tertarik pada dua wanita yang dikatakan Ridwan.

“Yee ga gitu juga maksudnya., Gue liat tu cewek trus teringat adik kelas gue yang dulu, Yura. Lu ingat ga? Yang pernah gua cerita?! Nah, yang gua  maksud temannya itu cewek berkerudung hijau yang kerudungnya lebih Panjang dari temannya” Ridwan menjelaskan begitu bersemangat.

“Oh cewek jutek yang selalu berantem sama lu debat agama tapi ujung-ujungnya lu suka?” sambar Haris to the point setengah meledek.

“Haha siapa yang suka sama cewek jutek judes gitu, gua teringat aja kenapa tiba-tiba tu cewek ngilang gitu aja”

“Haha gaya lu selangit”

Setelah selesai makan Hana dan Lisa bersiap kembali ke perpustakaan, tak lupa Lisa menambah sedikit polesan lipstick di bibir tipis sebelum benar-benar beranjak dari kursi duduknya. Lisa hendak membayar makanan yang mereka makan namun ternyata sudah dibayarkan duluan oleh Hana.

“Kenapa kamu yang bayar sih? Kan aku yang ajak!” omel Lisa.

“Ah, santai aja kali, kayak sama siapa aja” Hana menyenggol bahu Lisa.

“Okay thanks ya”

“Aman”

Mereka berdua beriringan menuju parkiran. Ridwan dan Haris sudah menunggu Hana diparkiran sejak 5 menit yang lalu. Alhamdulillah hujan sudah reda. Langit pun mulai cerah kembali. Ridwan berinisiatif menunggu Hana untuk memastikan bagaimana keadaan Yura sekarang.

“Assalamu’alaikum, maaf mangganggu” Ridwan duluan menyapa.

Hana terkejut sebab Ridwan yang baru kemarin ia bincangkan bersama Yura muncul dihadapannya sekarang berdiri tepat dihadapannya. Haris sekilas menatap Hana, entah mengapa ia merasa sedikit ada getaran halus dihatinya. Ini sangat aneh, sebab sebelum-sebelumnya ia selalu merasa biasa saja jika berhadapan dengan wanita kecuali Arini, maka Haris selalu menghindar untuk bertemu gadis manis itu sebab ia takut tidak dapat mengontrol perasaannya. Astaghfirullah, Ia segera beristighfar dan juga segera menepis perasaan yang tidak-tidak dihatinya. Ia tau ini semua berasal dari setan yang menggoda.

“Wa’alaikumsalam” Hana dan Lisa menjawab secara bersamaan.

“Ada apa ya?” Lisa lanjut bertanya.

“Maaf menganggu, saya cuma mau memastikan kamu temannya Yura kan?” Ridwan menunjuk kearah Hana.

Hana pun mengangguk.

Perhatian Lisa teralih seketika kearah Haris, ia penasaran terhadap laki-laki tampan yang

hanya diam dari tadi sambil menundukkan pandangannya.

“Bagaimana kabar kamu dan Yura sekarang? Lama tidak melihat kalian” Ridwan lanjut bertanya.

“Alhamdulillah kami baik”

“Alhamdulillah kalau begitu, sampaikan salam saya jika kamu bertemu Yura, katakan saja padanya

dari Ridwan kakak kelasnya dahulu di SMA”

“Baik mas, nanti insya Allah saya sampaikan, apa ada lagi yang mau ditanyakan?”

“Tidak, begitu saja, terima kasih banyak”

“Sama-sama mas, kalau begitu kami permisi dulu” Hana menjawab dengan tersenyum. Senyum samar

itu tak luput dari perhatiannya Haris.

***

“Nanya nya cuma gitu doang?” Haris bertanya heran setelah mobil mereka melaju meninggalkan parkiran rumah makan Padang.

“Ya, lantas mau apa lagi?”

“Tanya kuliahnya dimana, alamat rumahnya, sekalian no WA nya kalau perlu”

“Untuk apa? Yang ga ga aja lu Ris”

“Lah, bukannya lu suka sama Yura? Mana tau melalui wasilah temannya tadi kalian berjodoh”

“Entah lah Ris, gua sendiri masih ga yakin, gua masih belum menemukan seseorang yang benar-benar buat gua ingin berumah tangga” sahut Ridwan.

“Lu sendiri tadi gua perhatikan curi-curi pandang ke arah teman nya Yura yang berkerudung hijau tadi, jangan bilang kalau lu tertarik ma cewek tadi, cantik dan anggun tuh” lanjut Ridwan.

“Astaghfirullah, sembarangan nuduh lu! Masalah Arini dan calon dari pak haji aja udah buat gua pusing, masa mau nambah masalah lagi, lagian insya Allah gua udah mantap sama Arini” Sambar Haris yakin akan pilihannya.

***

Terpopuler

Comments

Viona

Viona

keren kak

2022-03-21

1

Kumala S

Kumala S

Keren

2021-07-02

0

Eli Karina

Eli Karina

Mantap

2021-06-25

0

lihat semua
Episodes
1 BAB I: Permintaan haji Zakaria
2 Bab 2: Dilema
3 Bab 3: Keputusan Haris
4 Bab 4: Pertemuan Pertama
5 Bab 5: Persetujuan Haris (Bonus Visual Para Tokoh)
6 Bab 6: Suara Hati
7 Bab 7: Sah
8 Bab 8: Berdesir
9 Bab 9: Berita Tak Terduga
10 Bab 10: Bertindak Layaknya Teman
11 Bab 11: Pertemuan di Cafe
12 Bab 12: Fakta Baru
13 Bab 13: Gejolak Jiwa Haris
14 Bab 14: Haris Bersama Wanita Lain
15 Bab 15: Dekapan Hangat
16 Bab 16: Hana Menunggu
17 Bab 17: Keinginan Ibu nya Arini
18 Bab 18: Insiden Ulat Bulu
19 Bab 19: Gamis dan Mukena Sutra
20 Bab 20: Makan Malam Absurd
21 Bab 21: Berita untuk Gibran
22 Bab 22: Kenyataan Pahit
23 Bab 23: Bangkit dari Keterpurukan
24 Bab 24: Selamat Atas Pernikahanmu
25 Bab 25: Rencana Arini
26 Bab 26: Orang yang Dituju
27 Bab 27: Villa Usang
28 Bab 28: Menyimpan Sejuta Makna
29 Bab 29: Kecelakaan
30 Bab 30: Suratan Takdir
31 Bab 31: Lisa menghampiri Gibran
32 Bab 32: Perdebatan Haris dan Hana
33 Bab 33: Arini Siuman
34 Bab 34: Temaram Cahaya
35 Bab 35: Sepertiga Malam
36 Bab 36: Tersipu
37 ​Bab 37: Biasakanlah!
38 Bab 38: Pertemuan tidak di sengaja
39 Bab 39: Emosi yang Mengubun-ubun
40 Bab 40: Bukan seperti Novel Romantis
41 Bab 41: Hanya Tiga Pilihan
42 Bab 42: 15 Menit Saja. Tidak Lebih!
43 Bab 43: Hana, Mari Kita Bertemu!
44 Bab 44: Pertemuan dengan Gibran
45 Bab 45: Hukuman buat Hana
46 Bab 46: Cocktail dari Hanum
47 Bab 47: Hana, Are You Okay?!
48 Bab 48: Hati Nurani
49 Bab 49: Di Dalam Mobil Jimny
50 Bab 50: Di Hotel XXX
51 Bab 51: Menuju Rumah Sakit
52 Bab 52: Air Mata yang Jatuh Berderai
53 Bab 53: Siapa yang Menyelamatkan?
54 Bab 54: Mengambil Tindakan
55 Bab 55: Haris bukan Gibran
56 Bab 56: Biarlah Allah yang Menentukan
57 Bab 57: Aku Cemas dengan Kecemasanmu
58 Bab 58: Hati yang Masih Sulit Menerima
59 Bab 59: Menjaga Perasaan Hana
60 Bab 60: Firasat Ummi
61 Bab 61: Di Bawah Sinar Purnama
62 Bab 62: Bidadari yang Terlihat Nyata
63 Bab 63: Undangan
64 Bab 64: Suasana Hati yang Berubah
65 Bab 65: Penangkapan
66 Bab 66: Selayang Tinju
67 Bab 67: Penyelidikan di Mulai
68 Bab 68: Ini Semua Tidak Fair!!
69 Bab 69: Sisa-Sisa Kekuatan
70 Bab 70: Kekuatan dari Bola Matamu
71 Bab 71: Rabbi, Ku Titipkan Rasa Rinduku Pada-Mu!
72 Bab 72: Panggilan Sidang
73 Bab 73: Untuk Kalian Semua, Sampai bertemu di Pengadilan!
74 Bab 74: Bagaimana Jika....
75 Bab 75: Argumen dalam Persidangan
76 Bab 76: Ketukan Palu Hakim Agung
77 Bab 77: Saatnya Melepaskan
78 Bab 78: Perhatian Haris
79 Bab 79: Binar dari Matamu
80 Bab 80: Pemikiran Haris
81 Bab 81: Pewaris Tunggal
82 Bab 82: Honeymoon
83 Bab 83: Masa Lalu yang Kelam
84 Bab 84: Menyerahkan Diri
85 Bab 85: Villa di Madrid
86 Bab 86: Yo Te Amo, Hana!
87 Bab 87: Aku sudah Memaafkannya!
88 Bab 88: Hati yang Membeku
89 Bab 89: It Hurts Me!
90 Bab 90: Berdiplomasi
91 Bab 91: Terbang Terlalu Tinggi Tanpa Berhati-Hati
92 Bab 92: Tidak Ingin Mempertahankan
93 Bab 93: Kisah Usang yang Telai Usai
94 Bab 94: Jangan Pojokkan Putri Kita!
95 Bab 95: Perasaan yang Menggelitik
96 Bab 96: Rinai Hujan
97 Bab 97: Permata di Lautan Hati Wanita
98 Bab 98: Raut Wajah yang Berubah
99 Bab 99: Peluk Aku, Jangan Lepaskan Lagi!
100 Bab 100: Suara yang Terdengar Pelan
101 Bab 101: Sang Pendonor
102 Bab 102: Melayarkan Harapan
103 Bab 103: Kalimat Pamungkas
104 Bab 104: Melampiaskan Semua Energi
105 Bab 105: Aku Tidak Se-brengsek itu...
106 Bab 106: Genggaman Kuat
107 107: Tentang Cinta, Aku Tidak Bisa Berpura-pura!
108 Bab 108: Persaingan
109 Bab 109: Happy Anniversary
110 Bab 110: Dinding Impian
111 Bab 111: Angin yang Berhembus Kencang
112 Bab 112: Jantung yang Berdegup
113 Bab 113: Se-Baki Ramuan
114 Bab 114: Adab di Atas Ilmu
115 115: Darah Segar Yang Mengucur
116 Bab 116: Mainkan Peran Sebaik Mungkin!
117 Bab 117: Ancaman Haji Zakaria
118 Bab 118: Filosifi Sepasang Angsa
119 Bab 119: Tamu Tak di Undang
120 Bab 120: Kamar Hotel
121 Bab 121: Penjebak Yang Terjebak
122 Bab 122: Perkataan Menohok
123 Bab 123: Surat Dari Amerika
124 Bab 124: Wajah Yang Ter-Zoom Sempurna
125 Bab 125: Tulang Rusuk Yang Bengkok
126 Bab 126: Kabar Dari Dokter Cut Meutia
127 Bab 127: Mi Amor
128 Bab 128: Author-Readers
129 Bab 129: Landing Dengan Sempurna
130 Bab 130: Netra Yang Bertemu
131 Bab 131: Malaikat Tanpa Cela
132 Bab 132: Marwah Bustanul Jannah
133 Bab 133: Pangeran Mahkota Berkuda Putih
134 Bab 134: Permintaan Pertama dan Terakhir
135 Bab 135: Kepingan Puzzle
136 Bab 136: Perasaan Cinta Yang Tiada Berkesudahan
137 Bab 137: Haadza Min Fadhli Rabbi
138 Bab 138: Akselerasi Rindu
139 Bab 139: Kabar Dini Hari
140 Bab 140: Bertanggung Jawab
141 Bab 141: Rahasia Terbongkar
142 Bab 142: Ke-jahiliyah-an di Masa Lalu
143 Bab 143: Tiga Pertanyaan Haji Zakaria
144 Bab 144: Angkara Murka
145 Bab 145: Mengundurkan Diri
146 Bab 146: Genggaman Yang Terlepas
147 Bab 147: Pertemuan di Taman Humaira
148 Bab 148: Jiwa Melankolis
149 Bab 149: Wajah-Wajah Iblis
150 Bab 150: Hukuman Bagi Pe-Zina
151 Bab 151: Wanita-Wanita Durjana
152 Bab 152: Gerbang Kematian
153 Bab 153: Akhir Kisah (1)
154 Bab 154: Akhir Kisah (2)
155 Bab 155: Akhir Kisah (3)
156 Bab 156: Episode Terakhir~
157 Bab 157: Cinta Untuk Iqlima
Episodes

Updated 157 Episodes

1
BAB I: Permintaan haji Zakaria
2
Bab 2: Dilema
3
Bab 3: Keputusan Haris
4
Bab 4: Pertemuan Pertama
5
Bab 5: Persetujuan Haris (Bonus Visual Para Tokoh)
6
Bab 6: Suara Hati
7
Bab 7: Sah
8
Bab 8: Berdesir
9
Bab 9: Berita Tak Terduga
10
Bab 10: Bertindak Layaknya Teman
11
Bab 11: Pertemuan di Cafe
12
Bab 12: Fakta Baru
13
Bab 13: Gejolak Jiwa Haris
14
Bab 14: Haris Bersama Wanita Lain
15
Bab 15: Dekapan Hangat
16
Bab 16: Hana Menunggu
17
Bab 17: Keinginan Ibu nya Arini
18
Bab 18: Insiden Ulat Bulu
19
Bab 19: Gamis dan Mukena Sutra
20
Bab 20: Makan Malam Absurd
21
Bab 21: Berita untuk Gibran
22
Bab 22: Kenyataan Pahit
23
Bab 23: Bangkit dari Keterpurukan
24
Bab 24: Selamat Atas Pernikahanmu
25
Bab 25: Rencana Arini
26
Bab 26: Orang yang Dituju
27
Bab 27: Villa Usang
28
Bab 28: Menyimpan Sejuta Makna
29
Bab 29: Kecelakaan
30
Bab 30: Suratan Takdir
31
Bab 31: Lisa menghampiri Gibran
32
Bab 32: Perdebatan Haris dan Hana
33
Bab 33: Arini Siuman
34
Bab 34: Temaram Cahaya
35
Bab 35: Sepertiga Malam
36
Bab 36: Tersipu
37
​Bab 37: Biasakanlah!
38
Bab 38: Pertemuan tidak di sengaja
39
Bab 39: Emosi yang Mengubun-ubun
40
Bab 40: Bukan seperti Novel Romantis
41
Bab 41: Hanya Tiga Pilihan
42
Bab 42: 15 Menit Saja. Tidak Lebih!
43
Bab 43: Hana, Mari Kita Bertemu!
44
Bab 44: Pertemuan dengan Gibran
45
Bab 45: Hukuman buat Hana
46
Bab 46: Cocktail dari Hanum
47
Bab 47: Hana, Are You Okay?!
48
Bab 48: Hati Nurani
49
Bab 49: Di Dalam Mobil Jimny
50
Bab 50: Di Hotel XXX
51
Bab 51: Menuju Rumah Sakit
52
Bab 52: Air Mata yang Jatuh Berderai
53
Bab 53: Siapa yang Menyelamatkan?
54
Bab 54: Mengambil Tindakan
55
Bab 55: Haris bukan Gibran
56
Bab 56: Biarlah Allah yang Menentukan
57
Bab 57: Aku Cemas dengan Kecemasanmu
58
Bab 58: Hati yang Masih Sulit Menerima
59
Bab 59: Menjaga Perasaan Hana
60
Bab 60: Firasat Ummi
61
Bab 61: Di Bawah Sinar Purnama
62
Bab 62: Bidadari yang Terlihat Nyata
63
Bab 63: Undangan
64
Bab 64: Suasana Hati yang Berubah
65
Bab 65: Penangkapan
66
Bab 66: Selayang Tinju
67
Bab 67: Penyelidikan di Mulai
68
Bab 68: Ini Semua Tidak Fair!!
69
Bab 69: Sisa-Sisa Kekuatan
70
Bab 70: Kekuatan dari Bola Matamu
71
Bab 71: Rabbi, Ku Titipkan Rasa Rinduku Pada-Mu!
72
Bab 72: Panggilan Sidang
73
Bab 73: Untuk Kalian Semua, Sampai bertemu di Pengadilan!
74
Bab 74: Bagaimana Jika....
75
Bab 75: Argumen dalam Persidangan
76
Bab 76: Ketukan Palu Hakim Agung
77
Bab 77: Saatnya Melepaskan
78
Bab 78: Perhatian Haris
79
Bab 79: Binar dari Matamu
80
Bab 80: Pemikiran Haris
81
Bab 81: Pewaris Tunggal
82
Bab 82: Honeymoon
83
Bab 83: Masa Lalu yang Kelam
84
Bab 84: Menyerahkan Diri
85
Bab 85: Villa di Madrid
86
Bab 86: Yo Te Amo, Hana!
87
Bab 87: Aku sudah Memaafkannya!
88
Bab 88: Hati yang Membeku
89
Bab 89: It Hurts Me!
90
Bab 90: Berdiplomasi
91
Bab 91: Terbang Terlalu Tinggi Tanpa Berhati-Hati
92
Bab 92: Tidak Ingin Mempertahankan
93
Bab 93: Kisah Usang yang Telai Usai
94
Bab 94: Jangan Pojokkan Putri Kita!
95
Bab 95: Perasaan yang Menggelitik
96
Bab 96: Rinai Hujan
97
Bab 97: Permata di Lautan Hati Wanita
98
Bab 98: Raut Wajah yang Berubah
99
Bab 99: Peluk Aku, Jangan Lepaskan Lagi!
100
Bab 100: Suara yang Terdengar Pelan
101
Bab 101: Sang Pendonor
102
Bab 102: Melayarkan Harapan
103
Bab 103: Kalimat Pamungkas
104
Bab 104: Melampiaskan Semua Energi
105
Bab 105: Aku Tidak Se-brengsek itu...
106
Bab 106: Genggaman Kuat
107
107: Tentang Cinta, Aku Tidak Bisa Berpura-pura!
108
Bab 108: Persaingan
109
Bab 109: Happy Anniversary
110
Bab 110: Dinding Impian
111
Bab 111: Angin yang Berhembus Kencang
112
Bab 112: Jantung yang Berdegup
113
Bab 113: Se-Baki Ramuan
114
Bab 114: Adab di Atas Ilmu
115
115: Darah Segar Yang Mengucur
116
Bab 116: Mainkan Peran Sebaik Mungkin!
117
Bab 117: Ancaman Haji Zakaria
118
Bab 118: Filosifi Sepasang Angsa
119
Bab 119: Tamu Tak di Undang
120
Bab 120: Kamar Hotel
121
Bab 121: Penjebak Yang Terjebak
122
Bab 122: Perkataan Menohok
123
Bab 123: Surat Dari Amerika
124
Bab 124: Wajah Yang Ter-Zoom Sempurna
125
Bab 125: Tulang Rusuk Yang Bengkok
126
Bab 126: Kabar Dari Dokter Cut Meutia
127
Bab 127: Mi Amor
128
Bab 128: Author-Readers
129
Bab 129: Landing Dengan Sempurna
130
Bab 130: Netra Yang Bertemu
131
Bab 131: Malaikat Tanpa Cela
132
Bab 132: Marwah Bustanul Jannah
133
Bab 133: Pangeran Mahkota Berkuda Putih
134
Bab 134: Permintaan Pertama dan Terakhir
135
Bab 135: Kepingan Puzzle
136
Bab 136: Perasaan Cinta Yang Tiada Berkesudahan
137
Bab 137: Haadza Min Fadhli Rabbi
138
Bab 138: Akselerasi Rindu
139
Bab 139: Kabar Dini Hari
140
Bab 140: Bertanggung Jawab
141
Bab 141: Rahasia Terbongkar
142
Bab 142: Ke-jahiliyah-an di Masa Lalu
143
Bab 143: Tiga Pertanyaan Haji Zakaria
144
Bab 144: Angkara Murka
145
Bab 145: Mengundurkan Diri
146
Bab 146: Genggaman Yang Terlepas
147
Bab 147: Pertemuan di Taman Humaira
148
Bab 148: Jiwa Melankolis
149
Bab 149: Wajah-Wajah Iblis
150
Bab 150: Hukuman Bagi Pe-Zina
151
Bab 151: Wanita-Wanita Durjana
152
Bab 152: Gerbang Kematian
153
Bab 153: Akhir Kisah (1)
154
Bab 154: Akhir Kisah (2)
155
Bab 155: Akhir Kisah (3)
156
Bab 156: Episode Terakhir~
157
Bab 157: Cinta Untuk Iqlima

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!