Bab 2: Dilema

Hana duduk di kelas memperhatikan dosen menjelaskan mata kuliah umum. Meskipun matanya menatap lurus kedepan namun nyatanya pikiran mahasiswi smester satu jurusan psikologi ini melayang pada sebuah pesan wattsapp yang diterimanya semalam dari Gibran.

Gibran adalah kakak dari sahabat Hana yang bernama Yura. Pemuda itu sudah lama menaruh hati padanya. Tepatnya di teras rumah Hana mereka bertemu untuk pertama kalinya. Gibran yang kala itu mengantar adiknya untuk belajar kelompok bersama langsung tertarik pada Hana yang tampak santun, anggun dengan

paras yang juga cantik. Sejak saat itu, rasa ketertarikan muncul di hatinya.

Gibran menyukai Hana dalam diam. Ketika itu Hana masih begitu muda dan masih bersekolah, jadi tidak mungkin untuk meminangnya. Pemuda itu juga tidak mau mengajak Hana pacaran, sebab hal tersebut jelas dilarang oleh agama. Hana yang awalnya cuek, perlahan juga mulai menaruh hati pada Gibran. Tentu saja Yura sang sahabat juga memberinya semangat.

Keyakinan di hati Hana muncul ketika Gibran mengatakan akan meminangnya setelah ia tamat kuliah kelak. Memang waktu yang lumayan lama. Mereka bersabar menunggu dalam diam. Menyibukkan diri mempersiapkan masa depan yang baik dengan belajar, bekerja juga mencari pengalaman. Seperti itulah keseharian mereka.

Semalam dalam sebuah pesan melalui wattsapp Gibran mengatakan bahwa ia akan berangkat ke Maroko untuk mengambil program masgister nya. Ia baru saja mendapat kabar baik bahwa ia memenangkan beasiswa ke sana. Tak lupa Gibran berpesan agar Hana berkenan dan bersedia  untuk menunggu, insya Allah setahun kemudian Gibran berjanji akan meminangnya.

Benar saja, pesan tersebut sukses membuat Hana sulit berkonsentrasi pada mata kuliah nya. Ia sempat cemas, Apa benar tahun depan Gibran akan memenuhi janji untuk meminangnya?

Kita semua tidak mengetahui apa yang akan terjadi kedepan.  Hana merasa gadis Maroko bukanlah gadis sembarangan. Mereka memiliki paras jelita, sulit bagi laki-laki untuk menolak pesona mereka.

Namun, Hana juga harus berpikir jernih bahwa ini semua untuk masa depan Gibran, di Maroko setidaknya Gibran akan mendapat banyak ilmu dan pengalaman yang insya Allah akan sangat berguna kelak untuk diaplikasikan di Indonesia.

***

Jam istirahat. Selepas menunaikan ibadah shalat zuhur, Hana dan Yura makan siang bersama di kantin kampus, Yura memperhatikan gelagat aneh sahabatnya yang tidak biasa. Yura sudah bisa menebak hal ini pasti menyangkut keberangkatan Kakaknya ke Maroko.

“Kamu kepikiran mas Gibran ya?” Tanya Yura yang sudah dari tadi melihat gelagat aneh sang sahabat.

"Sedikit” ucap Hana dengan menyunggingkan sedikit senyuman.

“Kamu tenang ya, aku tau banget mas Gibran itu orangnya gimana, ia pasti akan melaksanakan janjinya memimang kamu” ucap Yura sambil setengah memeluk Hana. Sahabatnya ini seolah dapat memahami apa yang Hana rasakan.

“Hehe aku ga kepikiran tentang itu kok” muka Hana memerah. Ia terlalu malu untuk mengakui.

“Hahaha. Nah tuh, baru gitu doang muka kamu udah kayak kepiting rebus. Udah deh, aku juga tau gimana kamu, kita udah sahabatan lama, dan aku sangat berharap kamu yang akan menjadi kakak ipar ku, Hana! ”

Hana tersipu mendengar perkataan Yura, dalam hati ia membenarkan bahwa ia mengharapkan Gibran segera meminangnya.

“Makasih Yura, kita ga tau kedepannya seperti apa. Bagaimana jalan takdir akan membawa kita. Apapun itu Aku berharap Allah memberi yang terbaik untuk kita semua. Takdir terbaik dan terindah dari Nya” Hana memeluk hangat Yura.

“Kamu sendiri bagaimana Ra, jadi sama mas Ridwan?”

“Aku menikah masih lama, Han, aku ingin berkarir dulu, mungkin nanti di saat usiaku 25 tahun atau mungkin 27 tahun..." Yura menatap lurus ke depan seolah masa depan berada dalam pandangannya.

"Lagian aku ke mas Ridwan itu hanya sebatas aku mengagumi beliau, beliau sendiri mungkin tidak memikirkanku sama sekali, dan aku pikir ini juga yang terbaik, jangan sampai kita saling memikirkan lawan jenis, kita bisa kena zina hati dan pikiran lho, haha"

“Astaghfirullah, ah. Iya kamu benar Ra, ga sia-sia aku punya sahabat hafizhah Shaliha kaya raya kayak kamu Hahaa” Hana berseloroh tapi tidak bisa dipungkiri, gadis itu mengagumi sahabat nya, mengagumi pola pikirnya yang matang dan dewasa.

“Idihh, kamu lebay haha” Yura tertawa lepas mendengar ocehan Hana.

“Ah sudahlah, yuk bersiap-siap ke kelas, sekarang jam nya pak Paul, tau sendirikan kamu kalau beliau ga suka mahasiswa nya telat” lanjut Yura menggandeng lengan Hana. Benar-Benar sahabat karib yang tak terpisahkan.

***

Permintaan haji Zakaria benar-benar mengisi pikiran Haris sepenuhnya, hal ini membuat ia merasa sulit bernapas dan beraktifitas. Bagaimana tidak, persiapan untuk melamar Arini sudah jauh-jauh hari ia pikir dan siapkan dengan matang.

Arini adalah satu-satunya orang yang ia harapkan akan menjadi pendampingnya kelak. Orang yang akan ia curahkan segenap cinta dalam mahligai pernikahan yang suci lagi halal. Kini Ia benar-benar berada dalam kebimbangan, pernyataan ibu semalam tentang jodoh ternyata memang benar adanya.

Di satu sisi Haris sangat ingin menolak tawaran tersebut, namun di sisi lain ia juga tidak enak untuk tidak mengiyakan. Haji Zakaria sudah seperti ayah kandungnya. Selain Haris merasa belum bisa berbakti sepenuhnya terhadap beliau atas apa yang beliau berikan padanya, ia juga sangat menghormati haji Zakaria. Pemuda itu tahu bagaimana ketulusan Uama kharismatik itu. Dan, jika ia menolak permintaan haji Zakaria, sudah tentu beliau akan sangat kecewa.

Dilemma pun menghampiri rasanya. Ia segera berwudhu dan Shalat sunah untuk menenangkan fikirannya. Perlahan ia buka mushaf al-Qur’an lalu bertadarus melanjutkan ayat yang sebelumnya sudah ia baca.

Selesai membaca al-Qur’an hatinya masih saja diliputi rasa bimbang. Haris memang tidak bisa memutuskan perkara besar ini secepat kilat, namun bagaimanapun mau tidak mau dan suka tidak suka hal ini harus ia putuskan. Bergegas ia menemui ibu untuk membicarakan tentang ini. Pendapat ibu akan menjadi pertimbangan utama nya dalam mengambil keputusan.

“Ibu setuju kamu dijodohkan dengan anak haji Amir, Nak!” ucap ibu dengan sorot mata teduhnya namun menyiratkan ketegasan di sana.

“Tapi bu, ibu kan tau saya mau melamar Arini. Saya sudah mengatakan saya serius akan meminangnya 3 bulan kedepan" Ucap Haris lirih, ia merasa lemas mendengar pendapat ibunya.

“Entah kenapa ibu merasa seperti kurang sreg kamu menikah dengan nak Arini, tapi mungkin ini hanya perasaan ibu saja” Ibu kembali menyatakan pendapatnya.

“Kenapa bu? Arini gadis baik. Insya Allah shaliha. Arini akan jadi istri yang baik untuk saya dan menjadi menantu yang baik untuk ibu” Haris mencoba meyakinkan ibu.

“Nak, Shalat istikharahlah! Keputusan ada di tangan mu. Allah akan menuntun kamu  mendapatkan jodoh yang baik, namun jika kamu menanyakan pendapat ibu, ibu yakin akan jodoh yang ditawarkan haji Zakaria, pandangan beliau insya Allah tidak salah... " Ibu menjeda kalimatnya, menarik nafas sejenak.

“Yang paling penting kamu ingat kan bagaimana haji Zakaria sudah membantu keluarga kita dari awal hingga kamu bisa seperti sekarang? Sudah saatnya kamu membalas jasa beliau, nak! Kamu sudah cukup dewasa untuk mengerti hal ini, tapi apapun itu ibu ingin yang terbaik untukmu. Jika pun pada akhirnya kamu memilih Arini, ibu akan ridha, asal kamu Bahagia” lanjut ibu diplomatis.

“Baiklah, bu. Terima kasih. Haris akan Shalat istikharah dan mempertimbangkan hal ini dengan baik”

***

Terpopuler

Comments

Nazwa Amelia

Nazwa Amelia

ending nya bakalan gmn nihh, penasaran 🙏

2023-03-15

1

Kinay naluw

Kinay naluw

di karya Yahya dan Iqlima, Hana tunangannya Gibran.

2023-03-07

0

Viona

Viona

mantap suka

2022-03-21

0

lihat semua
Episodes
1 BAB I: Permintaan haji Zakaria
2 Bab 2: Dilema
3 Bab 3: Keputusan Haris
4 Bab 4: Pertemuan Pertama
5 Bab 5: Persetujuan Haris (Bonus Visual Para Tokoh)
6 Bab 6: Suara Hati
7 Bab 7: Sah
8 Bab 8: Berdesir
9 Bab 9: Berita Tak Terduga
10 Bab 10: Bertindak Layaknya Teman
11 Bab 11: Pertemuan di Cafe
12 Bab 12: Fakta Baru
13 Bab 13: Gejolak Jiwa Haris
14 Bab 14: Haris Bersama Wanita Lain
15 Bab 15: Dekapan Hangat
16 Bab 16: Hana Menunggu
17 Bab 17: Keinginan Ibu nya Arini
18 Bab 18: Insiden Ulat Bulu
19 Bab 19: Gamis dan Mukena Sutra
20 Bab 20: Makan Malam Absurd
21 Bab 21: Berita untuk Gibran
22 Bab 22: Kenyataan Pahit
23 Bab 23: Bangkit dari Keterpurukan
24 Bab 24: Selamat Atas Pernikahanmu
25 Bab 25: Rencana Arini
26 Bab 26: Orang yang Dituju
27 Bab 27: Villa Usang
28 Bab 28: Menyimpan Sejuta Makna
29 Bab 29: Kecelakaan
30 Bab 30: Suratan Takdir
31 Bab 31: Lisa menghampiri Gibran
32 Bab 32: Perdebatan Haris dan Hana
33 Bab 33: Arini Siuman
34 Bab 34: Temaram Cahaya
35 Bab 35: Sepertiga Malam
36 Bab 36: Tersipu
37 ​Bab 37: Biasakanlah!
38 Bab 38: Pertemuan tidak di sengaja
39 Bab 39: Emosi yang Mengubun-ubun
40 Bab 40: Bukan seperti Novel Romantis
41 Bab 41: Hanya Tiga Pilihan
42 Bab 42: 15 Menit Saja. Tidak Lebih!
43 Bab 43: Hana, Mari Kita Bertemu!
44 Bab 44: Pertemuan dengan Gibran
45 Bab 45: Hukuman buat Hana
46 Bab 46: Cocktail dari Hanum
47 Bab 47: Hana, Are You Okay?!
48 Bab 48: Hati Nurani
49 Bab 49: Di Dalam Mobil Jimny
50 Bab 50: Di Hotel XXX
51 Bab 51: Menuju Rumah Sakit
52 Bab 52: Air Mata yang Jatuh Berderai
53 Bab 53: Siapa yang Menyelamatkan?
54 Bab 54: Mengambil Tindakan
55 Bab 55: Haris bukan Gibran
56 Bab 56: Biarlah Allah yang Menentukan
57 Bab 57: Aku Cemas dengan Kecemasanmu
58 Bab 58: Hati yang Masih Sulit Menerima
59 Bab 59: Menjaga Perasaan Hana
60 Bab 60: Firasat Ummi
61 Bab 61: Di Bawah Sinar Purnama
62 Bab 62: Bidadari yang Terlihat Nyata
63 Bab 63: Undangan
64 Bab 64: Suasana Hati yang Berubah
65 Bab 65: Penangkapan
66 Bab 66: Selayang Tinju
67 Bab 67: Penyelidikan di Mulai
68 Bab 68: Ini Semua Tidak Fair!!
69 Bab 69: Sisa-Sisa Kekuatan
70 Bab 70: Kekuatan dari Bola Matamu
71 Bab 71: Rabbi, Ku Titipkan Rasa Rinduku Pada-Mu!
72 Bab 72: Panggilan Sidang
73 Bab 73: Untuk Kalian Semua, Sampai bertemu di Pengadilan!
74 Bab 74: Bagaimana Jika....
75 Bab 75: Argumen dalam Persidangan
76 Bab 76: Ketukan Palu Hakim Agung
77 Bab 77: Saatnya Melepaskan
78 Bab 78: Perhatian Haris
79 Bab 79: Binar dari Matamu
80 Bab 80: Pemikiran Haris
81 Bab 81: Pewaris Tunggal
82 Bab 82: Honeymoon
83 Bab 83: Masa Lalu yang Kelam
84 Bab 84: Menyerahkan Diri
85 Bab 85: Villa di Madrid
86 Bab 86: Yo Te Amo, Hana!
87 Bab 87: Aku sudah Memaafkannya!
88 Bab 88: Hati yang Membeku
89 Bab 89: It Hurts Me!
90 Bab 90: Berdiplomasi
91 Bab 91: Terbang Terlalu Tinggi Tanpa Berhati-Hati
92 Bab 92: Tidak Ingin Mempertahankan
93 Bab 93: Kisah Usang yang Telai Usai
94 Bab 94: Jangan Pojokkan Putri Kita!
95 Bab 95: Perasaan yang Menggelitik
96 Bab 96: Rinai Hujan
97 Bab 97: Permata di Lautan Hati Wanita
98 Bab 98: Raut Wajah yang Berubah
99 Bab 99: Peluk Aku, Jangan Lepaskan Lagi!
100 Bab 100: Suara yang Terdengar Pelan
101 Bab 101: Sang Pendonor
102 Bab 102: Melayarkan Harapan
103 Bab 103: Kalimat Pamungkas
104 Bab 104: Melampiaskan Semua Energi
105 Bab 105: Aku Tidak Se-brengsek itu...
106 Bab 106: Genggaman Kuat
107 107: Tentang Cinta, Aku Tidak Bisa Berpura-pura!
108 Bab 108: Persaingan
109 Bab 109: Happy Anniversary
110 Bab 110: Dinding Impian
111 Bab 111: Angin yang Berhembus Kencang
112 Bab 112: Jantung yang Berdegup
113 Bab 113: Se-Baki Ramuan
114 Bab 114: Adab di Atas Ilmu
115 115: Darah Segar Yang Mengucur
116 Bab 116: Mainkan Peran Sebaik Mungkin!
117 Bab 117: Ancaman Haji Zakaria
118 Bab 118: Filosifi Sepasang Angsa
119 Bab 119: Tamu Tak di Undang
120 Bab 120: Kamar Hotel
121 Bab 121: Penjebak Yang Terjebak
122 Bab 122: Perkataan Menohok
123 Bab 123: Surat Dari Amerika
124 Bab 124: Wajah Yang Ter-Zoom Sempurna
125 Bab 125: Tulang Rusuk Yang Bengkok
126 Bab 126: Kabar Dari Dokter Cut Meutia
127 Bab 127: Mi Amor
128 Bab 128: Author-Readers
129 Bab 129: Landing Dengan Sempurna
130 Bab 130: Netra Yang Bertemu
131 Bab 131: Malaikat Tanpa Cela
132 Bab 132: Marwah Bustanul Jannah
133 Bab 133: Pangeran Mahkota Berkuda Putih
134 Bab 134: Permintaan Pertama dan Terakhir
135 Bab 135: Kepingan Puzzle
136 Bab 136: Perasaan Cinta Yang Tiada Berkesudahan
137 Bab 137: Haadza Min Fadhli Rabbi
138 Bab 138: Akselerasi Rindu
139 Bab 139: Kabar Dini Hari
140 Bab 140: Bertanggung Jawab
141 Bab 141: Rahasia Terbongkar
142 Bab 142: Ke-jahiliyah-an di Masa Lalu
143 Bab 143: Tiga Pertanyaan Haji Zakaria
144 Bab 144: Angkara Murka
145 Bab 145: Mengundurkan Diri
146 Bab 146: Genggaman Yang Terlepas
147 Bab 147: Pertemuan di Taman Humaira
148 Bab 148: Jiwa Melankolis
149 Bab 149: Wajah-Wajah Iblis
150 Bab 150: Hukuman Bagi Pe-Zina
151 Bab 151: Wanita-Wanita Durjana
152 Bab 152: Gerbang Kematian
153 Bab 153: Akhir Kisah (1)
154 Bab 154: Akhir Kisah (2)
155 Bab 155: Akhir Kisah (3)
156 Bab 156: Episode Terakhir~
157 Bab 157: Cinta Untuk Iqlima
Episodes

Updated 157 Episodes

1
BAB I: Permintaan haji Zakaria
2
Bab 2: Dilema
3
Bab 3: Keputusan Haris
4
Bab 4: Pertemuan Pertama
5
Bab 5: Persetujuan Haris (Bonus Visual Para Tokoh)
6
Bab 6: Suara Hati
7
Bab 7: Sah
8
Bab 8: Berdesir
9
Bab 9: Berita Tak Terduga
10
Bab 10: Bertindak Layaknya Teman
11
Bab 11: Pertemuan di Cafe
12
Bab 12: Fakta Baru
13
Bab 13: Gejolak Jiwa Haris
14
Bab 14: Haris Bersama Wanita Lain
15
Bab 15: Dekapan Hangat
16
Bab 16: Hana Menunggu
17
Bab 17: Keinginan Ibu nya Arini
18
Bab 18: Insiden Ulat Bulu
19
Bab 19: Gamis dan Mukena Sutra
20
Bab 20: Makan Malam Absurd
21
Bab 21: Berita untuk Gibran
22
Bab 22: Kenyataan Pahit
23
Bab 23: Bangkit dari Keterpurukan
24
Bab 24: Selamat Atas Pernikahanmu
25
Bab 25: Rencana Arini
26
Bab 26: Orang yang Dituju
27
Bab 27: Villa Usang
28
Bab 28: Menyimpan Sejuta Makna
29
Bab 29: Kecelakaan
30
Bab 30: Suratan Takdir
31
Bab 31: Lisa menghampiri Gibran
32
Bab 32: Perdebatan Haris dan Hana
33
Bab 33: Arini Siuman
34
Bab 34: Temaram Cahaya
35
Bab 35: Sepertiga Malam
36
Bab 36: Tersipu
37
​Bab 37: Biasakanlah!
38
Bab 38: Pertemuan tidak di sengaja
39
Bab 39: Emosi yang Mengubun-ubun
40
Bab 40: Bukan seperti Novel Romantis
41
Bab 41: Hanya Tiga Pilihan
42
Bab 42: 15 Menit Saja. Tidak Lebih!
43
Bab 43: Hana, Mari Kita Bertemu!
44
Bab 44: Pertemuan dengan Gibran
45
Bab 45: Hukuman buat Hana
46
Bab 46: Cocktail dari Hanum
47
Bab 47: Hana, Are You Okay?!
48
Bab 48: Hati Nurani
49
Bab 49: Di Dalam Mobil Jimny
50
Bab 50: Di Hotel XXX
51
Bab 51: Menuju Rumah Sakit
52
Bab 52: Air Mata yang Jatuh Berderai
53
Bab 53: Siapa yang Menyelamatkan?
54
Bab 54: Mengambil Tindakan
55
Bab 55: Haris bukan Gibran
56
Bab 56: Biarlah Allah yang Menentukan
57
Bab 57: Aku Cemas dengan Kecemasanmu
58
Bab 58: Hati yang Masih Sulit Menerima
59
Bab 59: Menjaga Perasaan Hana
60
Bab 60: Firasat Ummi
61
Bab 61: Di Bawah Sinar Purnama
62
Bab 62: Bidadari yang Terlihat Nyata
63
Bab 63: Undangan
64
Bab 64: Suasana Hati yang Berubah
65
Bab 65: Penangkapan
66
Bab 66: Selayang Tinju
67
Bab 67: Penyelidikan di Mulai
68
Bab 68: Ini Semua Tidak Fair!!
69
Bab 69: Sisa-Sisa Kekuatan
70
Bab 70: Kekuatan dari Bola Matamu
71
Bab 71: Rabbi, Ku Titipkan Rasa Rinduku Pada-Mu!
72
Bab 72: Panggilan Sidang
73
Bab 73: Untuk Kalian Semua, Sampai bertemu di Pengadilan!
74
Bab 74: Bagaimana Jika....
75
Bab 75: Argumen dalam Persidangan
76
Bab 76: Ketukan Palu Hakim Agung
77
Bab 77: Saatnya Melepaskan
78
Bab 78: Perhatian Haris
79
Bab 79: Binar dari Matamu
80
Bab 80: Pemikiran Haris
81
Bab 81: Pewaris Tunggal
82
Bab 82: Honeymoon
83
Bab 83: Masa Lalu yang Kelam
84
Bab 84: Menyerahkan Diri
85
Bab 85: Villa di Madrid
86
Bab 86: Yo Te Amo, Hana!
87
Bab 87: Aku sudah Memaafkannya!
88
Bab 88: Hati yang Membeku
89
Bab 89: It Hurts Me!
90
Bab 90: Berdiplomasi
91
Bab 91: Terbang Terlalu Tinggi Tanpa Berhati-Hati
92
Bab 92: Tidak Ingin Mempertahankan
93
Bab 93: Kisah Usang yang Telai Usai
94
Bab 94: Jangan Pojokkan Putri Kita!
95
Bab 95: Perasaan yang Menggelitik
96
Bab 96: Rinai Hujan
97
Bab 97: Permata di Lautan Hati Wanita
98
Bab 98: Raut Wajah yang Berubah
99
Bab 99: Peluk Aku, Jangan Lepaskan Lagi!
100
Bab 100: Suara yang Terdengar Pelan
101
Bab 101: Sang Pendonor
102
Bab 102: Melayarkan Harapan
103
Bab 103: Kalimat Pamungkas
104
Bab 104: Melampiaskan Semua Energi
105
Bab 105: Aku Tidak Se-brengsek itu...
106
Bab 106: Genggaman Kuat
107
107: Tentang Cinta, Aku Tidak Bisa Berpura-pura!
108
Bab 108: Persaingan
109
Bab 109: Happy Anniversary
110
Bab 110: Dinding Impian
111
Bab 111: Angin yang Berhembus Kencang
112
Bab 112: Jantung yang Berdegup
113
Bab 113: Se-Baki Ramuan
114
Bab 114: Adab di Atas Ilmu
115
115: Darah Segar Yang Mengucur
116
Bab 116: Mainkan Peran Sebaik Mungkin!
117
Bab 117: Ancaman Haji Zakaria
118
Bab 118: Filosifi Sepasang Angsa
119
Bab 119: Tamu Tak di Undang
120
Bab 120: Kamar Hotel
121
Bab 121: Penjebak Yang Terjebak
122
Bab 122: Perkataan Menohok
123
Bab 123: Surat Dari Amerika
124
Bab 124: Wajah Yang Ter-Zoom Sempurna
125
Bab 125: Tulang Rusuk Yang Bengkok
126
Bab 126: Kabar Dari Dokter Cut Meutia
127
Bab 127: Mi Amor
128
Bab 128: Author-Readers
129
Bab 129: Landing Dengan Sempurna
130
Bab 130: Netra Yang Bertemu
131
Bab 131: Malaikat Tanpa Cela
132
Bab 132: Marwah Bustanul Jannah
133
Bab 133: Pangeran Mahkota Berkuda Putih
134
Bab 134: Permintaan Pertama dan Terakhir
135
Bab 135: Kepingan Puzzle
136
Bab 136: Perasaan Cinta Yang Tiada Berkesudahan
137
Bab 137: Haadza Min Fadhli Rabbi
138
Bab 138: Akselerasi Rindu
139
Bab 139: Kabar Dini Hari
140
Bab 140: Bertanggung Jawab
141
Bab 141: Rahasia Terbongkar
142
Bab 142: Ke-jahiliyah-an di Masa Lalu
143
Bab 143: Tiga Pertanyaan Haji Zakaria
144
Bab 144: Angkara Murka
145
Bab 145: Mengundurkan Diri
146
Bab 146: Genggaman Yang Terlepas
147
Bab 147: Pertemuan di Taman Humaira
148
Bab 148: Jiwa Melankolis
149
Bab 149: Wajah-Wajah Iblis
150
Bab 150: Hukuman Bagi Pe-Zina
151
Bab 151: Wanita-Wanita Durjana
152
Bab 152: Gerbang Kematian
153
Bab 153: Akhir Kisah (1)
154
Bab 154: Akhir Kisah (2)
155
Bab 155: Akhir Kisah (3)
156
Bab 156: Episode Terakhir~
157
Bab 157: Cinta Untuk Iqlima

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!