Hampir tiga pekan sudah Haris melakukan Shalat istikharah namun hatinya masih di penuhi oleh keraguan dan kebimbangan. Ia benar-benar tidak bisa memutuskan. Ibu juga terus saja mendesaknya. Wanita paruh baya yang memancarkan keteguhan itu juga cendrung condong pada pilihan haji Zakaria. Hal Ini semakin mempersulit niatnya untuk melamar Arini.
Haris mengambil gawainya. Di tengah kemelut yang ada di hatinya, ia mencoba mengajak Arini untuk bertemu.
“Rin, mas mau membicarakan hal penting padamu, itu sebabnya mas minta kita bertemu” Haris membuka percakapan. Mereka bertemu di cafe A.
“Iya, mas mau ngomong apa? Apa mas mau bahas masalah pernikahan kita?" Mata Arini berbinar-binar. Ia mengira pertemuannya kali ini dengan Haris adalah untuk membahas masalah persiapan pernikahan mereka yang tinggal beberapa bulan lagi. Jarang-jarang mereka bisa bertemu seperti ini, kali ini Haris menyempatkan diri untuk menemui Arini disela-sela waktu istirahat jam makan siangnya.
Haris tersenyum kecut.
“Maaf Rin, sebenarnya….”
"Ya?" Arini menunggu apa yang akan Haris katakan.
“Maaf, sepertinya...
"Sepertinya Aku tidak bisa melanjutkan rencana pernikahan kita. Aku tidak bisa menikahimu. Aku benar-benar minta maaf. ” Dengan sangat menyesal Haris harus menyampaikan ini. Keputusan ini dipilih dengan sebelumnya ia belum menemukan titik terang.
“Sungguh ini sangat berat buat mas, tapi sepertinya kita tidak ditakdirkan untuk menikah” Haris memejamkan matanya. Bibirnya kelu.
"A.. Apa? Bagaimana maksudnya, Mas?! " Arini gagal mencerna perkataan Haris.
"Dengan sangat menyesal Aku tidak bisa menikahimu, Rin" Haris mengulang kembali kalimat nya sambil menundukkan wajahnya.
“Kenapa begitu mas? Kenapa mas mengabarkan hal ini begitu mendadak? Arini mulai bergetar, matanya tampak berkaca-kaca sebelum tadi sempat berbinar-binar.
“Mas bercanda kan? Kenapa harus bercanda begini? Mas ga berniat mempermainkan aku kan?" Arini merasa seperti ada sesuatu yang menusuk hatinya tepat menghujam ke jantungnya.
"Mas juga tidak mau seperti ini, Rin. Aku terpaksa melakukan ini, tapi sebaiknya aku juga tidak perlu membela diri, karena benar ini adalah salahku dan Aku tidak bisa memenuhi janji padamu, padahal baru 2 bulan lalu mas mulai membahas rencana pernikahan kita" Haris mengatakan hal ini dengan berkaca-kaca, sungguh sebenarnya ia juga terluka.
“Kalau begitu nikahi aku mas, please! Ku mohon, aku tidak mau mendengar alasan apapun” kali ini Arini benar-benar menangis.
“Kamu akan menemukan laki-laki yang lebih baik dari Aku" Haris mengatakan ini dengan hati yang sama terlukanya.
“Rin, maaf…”
Pada akhirnya Haris hanya bisa mengucapkan kata maaf.
“Tapi kenapa mas? Kenapa?” Arini mulai tersedu sedan.
“Haji Zakaria, Ayah angkat yang sudah membesarkan dan menjadikanku seperti sekarang, aku sudah pernah menceritakan tentang beliau padamu, memintaku untuk menikahi anak temannya, mereka juga sudah membicarakan tentang hal ini, aku tidak ingin membuat beliau kecewa”
“Tapi kamu malah mengecewakan aku dengan mudahnya mas!” Arini jengah.
“Andai aku punya pilihan Rin, kumohon pahamilah posisiku”
Arini berdiri, ia hendak keluar ruangan. Tangisnya pecah. Ia sambil menangis tersedu.
“Rin, tunggu!" Haris berusaha mengejar Arini, bagaimana pun masalah ini harus mereka selesaikan dengan baik. Tetapi ia gagal karena harus membayar tagihan minuman yang mereka pesan pada pelayan café.
Arini sungguh tidak menyangka Haris akan tega melakukan ini padanya, walau mereka belum memiliki ikatan apapun, namun ia sudah terlanjur berharap lebih pada pemuda itu, tak bisa dipungkiri ia sudah jatuh hati padanya. Keputusan sepihak ini benar-benar membuatnya terluka. Selama ini Haris memang menjaga jarak dari Arini untuk menghindari fitnah, namun ia sudah meyakinkan hatinya untuk meminang Wanita itu, maka ia mengutarakan keinginannya tersebut, dan gayung pun bersambut, Arini ternyata menyetujui rencana ini, ia sudah jatuh hati pada pemuda taat, yang menjaga pandangannya dan pekerja keras itu.
Permasalahan ini tidak selesai dengan mudah, Arini jelas marah dan Haris juga tidak bisa mengontrol perasaannya sendiri, ia sedih dengan keputusannya, tapi mungkin ini yang terbaik, ia berharap dengan mematuhi ibu, Allah akan ridha kepadanya.
***
“Gua harus bagaimana Wan?” Haris mengunjungi sahabatnya Ridwan setelah menyelesaikan pekerjaan kantornya.
“Gampang, lu tinggal nikahi aja kedua gadis itu Ris” jawab Ridwan dengan diplomatis.
“Ha? Lu gila, gua ga pernah kepikiran untuk punya dua istri Wan”.
“Nah, untuk sekarang kamu udah bisa memikirkannya, agar tidak ada yang teluka dan kecewa” jawab Ridwan enteng.
“Ga semudah itu Wan, belum tentu semua pihak setuju, gua juga ga bisa memiliki dua istri”.
“Haris Haris, orang punya satu istri aja susah, lu udah ada dua gadis didepan
mata malah galau”
“Wan, gua ga bercanda!?” Haris mulai emosi
“Sorry, okay okay… sekarang kita ngomong serius”
"Beuhh sialan lu Wan, gua dari tadi memang udah serius” Haris mengetuk kepala Ridwan asal.
“Haha maaf, okay, hmh gini, kalau menurut gua, lu harus tegas Ris, lu harus ikut gimana kata hati lu, karena hati ga bisa dipaksa, gimana lu bisa menikah ma orang yang ga lu cinta, yang ada ntar jatuhnya malah zhalim” Ridwan mencoba bijak.
Haris menghembuskan nafas kasar.
“Sebenarnya gua udah batalin rencana pernikahan kami, tadi gua ketemu ma Arini”
“What the F*ck! Astaghfirullah, gua tebak doi pasti marah” Ridwan bangkit lalu mendekat ke arah Haris.
“Ya jelas, lantas gue harus apa coba? Lu pikir gua ga menderita? FRUSTASI”. Haris menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“hahaha”.
“Terus apa langkah lu selanjutnya?"
“Ke rumah haji Zakaria dan kabarkan keputusan ini”
“Good, Lu harus tegas, dan apapun itu gua berharap yang terbaik untuk lu” Ridwan menepuk pundak Haris.
“Thanks, gua balik ya” Haris hendak bangkit untuk pulang.
“Buru-buru amat, gua dah gojekin makanan tuk kita, lu parah banget, ke sini kalau galau aja”
“Seumur-umur baru kali ini juga gua galau” cebik Haris.
“Iya iya, yuklah kita dinner bareng, sebelum lu dinner ma istri lu, ntar pasti lu udah ga kesini lagi”
“Dan lu kapan nikah? Jangan bilang kalau lu bakal jomblo tuk selamanya haha” sambar Haris
“Naudzubillah, kagak… gua belum nemu orang yang tepat aja”
***
Jam sudah menunjukkan pukul 12.15 dini hari. Kali ini Haris pulang begitu larut. Seperti biasa. Ia pulang sendirian, setibanya di halaman rumah, tampak ibu yang sudah menunggu di depan teras, beliau duduk mengenakan baju rumahan dengan kerudung sederhana. Terlihat sorot kecemasan diwajahnya yang teduh.
“Darimana saja kamu nak? Pulang selarut ini tidak memberi kabar, ibu menelfon berulang kali tidak kamu angkat”
“Maaf Haris tidak memberi kabar, tadi Haris menemui Arini dan singgah sebentar ke apartemennya Ridwan bu, handphone Haris tiba-tiba lowbate, lupa bawa powerbank” Haris menjelaskan sambil merangkul ibu memasuki rumah mereka.
“Ya sudah. Makan dulu, ibu panaskan lauknya sebentar sambil menunggu kamu mandi”
Ibu dan Haris saling beriringan masuk ke dalam rumah.
“Jangan dipanaskan lagi, Haris sudah makan, tadi Ridwan menjamu Haris di apartemen nya. Oh iya bu, lain kali ibu jangan menunggu Haris di luar, tunggu di dalam saja, di luar dingin, nanti ibu malah masuk angin” Haris mengkhawatirkan kesehatan ibunya.
“Ibu khawarir kamu kenapa-kenapa, ibu cemas kamu tidak memberi kabar”
“Sekali lagi Haris mohon maaf, besok insya Allah Haris akan mengabari ibu” Ibu mengangguk.
Selesai mandi Haris menemui ibunya di ruang keluarga, menyampaikan perihal keputusannya dan bagaimana tadi pertemuannya dengan Arini. Ia duduk di samping ibu yang tengah membaca buku dengan kacamata plus nya.
“Semoga kamu memutuskan yang terbaik, nak!”
“Arini marah bu”
“Wajar, ibu juga akan marah, tapi ini juga bukan kesalahan kamu, sebelum janur kuning melengkung, kalian tetap bukan pasangan sah. Lagian kamu dan Arini juga bukan sepasang kekasih”
“Tapi saya juga sedih bu, jujur saya sangat mengharapkan Arini” Haris
"Lantas mengapa kamu tidak menikahinya? Mari kita bicarakan hal ini dengan haji Zakaria, beliau akan paham nak…” Ibu tidak ingin anaknya bersedih.
“ibu tidak berharap apa-apa kecuali yang terbaik untuk hidup kamu, ibu hanya ingin kamu Bahagia” ibu akhirnya luluh, ibu juga tidak tega melihat anak laki-lakinya yang sedari kecil ini patuh pada orang tua namun pada akhirnya hidupnya tidak Bahagia.
“Benarkah ibu setuju? Ibu mengangguk menatap Haris dengan senyuman tulus.
"Terima kasih banyak atas pengertian ibu. Baiklah bu, besok kita akan ke rumah haji Zakaria, terima kasih ibu sudah mengerti saya” Haris memeluk ibu nya haru. Muncul semangat baru dihatinya, sungguh dukungan ibu sangat berarti dan Ridha ibu adalah segalanya. Jika haji Zakaria sudah mengetahui hal ini, ia akan mengabarkan kembali berita baik ini pada Arini.
Rabbi, berilah segala kebaikan dan keberkahan, tuntunlah hamba dijalanMu, berilah petunjuk yang baik atas segala permasalahan yang kami hadapi, lirih Haris dalam hati.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Viona
keren
2022-03-21
1
Isyam Zita
anak yg patuh🤗🤗
2021-08-23
0
lilis lulu
kereen
2021-07-25
0