Bab 3: Keputusan Haris

Hampir tiga pekan sudah Haris melakukan Shalat istikharah namun hatinya masih di penuhi oleh keraguan dan kebimbangan. Ia benar-benar tidak bisa memutuskan. Ibu juga terus saja mendesaknya. Wanita paruh baya yang memancarkan keteguhan itu juga cendrung condong pada pilihan haji Zakaria. Hal Ini semakin mempersulit niatnya untuk melamar Arini.

Haris mengambil gawainya. Di tengah kemelut yang ada di hatinya, ia mencoba mengajak Arini untuk bertemu.

“Rin, mas mau membicarakan hal penting padamu, itu sebabnya mas minta kita bertemu” Haris membuka percakapan. Mereka bertemu di cafe A.

“Iya, mas mau ngomong apa? Apa mas mau bahas masalah pernikahan kita?" Mata Arini berbinar-binar. Ia mengira pertemuannya kali ini dengan Haris adalah untuk membahas masalah persiapan pernikahan mereka yang tinggal beberapa bulan lagi. Jarang-jarang mereka bisa bertemu seperti ini, kali ini Haris menyempatkan diri untuk menemui Arini disela-sela waktu istirahat jam makan siangnya.

Haris tersenyum kecut.

“Maaf Rin, sebenarnya….”

"Ya?" Arini menunggu apa yang akan Haris katakan.

“Maaf, sepertinya...

"Sepertinya Aku tidak bisa melanjutkan rencana pernikahan kita. Aku tidak bisa menikahimu. Aku benar-benar minta maaf. ” Dengan sangat menyesal Haris harus menyampaikan ini. Keputusan ini dipilih dengan sebelumnya ia belum menemukan titik terang.

“Sungguh ini sangat berat buat mas, tapi sepertinya kita tidak ditakdirkan untuk menikah” Haris memejamkan matanya. Bibirnya kelu.

"A.. Apa? Bagaimana maksudnya, Mas?! " Arini gagal mencerna perkataan Haris.

"Dengan sangat menyesal Aku tidak bisa menikahimu, Rin" Haris mengulang kembali kalimat nya sambil menundukkan wajahnya.

“Kenapa begitu mas? Kenapa mas mengabarkan hal ini begitu mendadak? Arini mulai bergetar, matanya tampak berkaca-kaca sebelum tadi sempat berbinar-binar.

“Mas bercanda kan? Kenapa harus bercanda begini? Mas ga berniat mempermainkan aku kan?" Arini merasa seperti ada sesuatu yang menusuk hatinya tepat menghujam ke jantungnya.

"Mas juga tidak mau seperti ini, Rin. Aku terpaksa melakukan ini, tapi sebaiknya aku juga tidak perlu membela diri, karena benar ini adalah salahku dan Aku tidak bisa memenuhi janji padamu, padahal baru 2 bulan lalu mas mulai membahas rencana pernikahan kita" Haris mengatakan hal ini dengan berkaca-kaca, sungguh sebenarnya ia juga terluka.

“Kalau begitu nikahi aku mas, please! Ku mohon, aku tidak mau mendengar alasan apapun” kali ini Arini benar-benar menangis.

“Kamu akan menemukan laki-laki yang lebih baik dari Aku" Haris mengatakan ini dengan hati yang sama terlukanya.

“Rin, maaf…”

Pada akhirnya Haris hanya bisa mengucapkan kata maaf.

“Tapi kenapa mas? Kenapa?” Arini mulai tersedu sedan.

“Haji Zakaria, Ayah angkat yang sudah membesarkan dan menjadikanku seperti sekarang, aku sudah pernah menceritakan tentang beliau padamu, memintaku untuk menikahi anak temannya, mereka juga sudah membicarakan tentang hal ini, aku tidak ingin membuat beliau kecewa”

“Tapi kamu malah mengecewakan aku dengan mudahnya mas!” Arini jengah.

“Andai aku punya pilihan Rin, kumohon pahamilah posisiku”

Arini berdiri, ia hendak keluar ruangan. Tangisnya pecah. Ia sambil menangis tersedu.

“Rin, tunggu!" Haris berusaha mengejar Arini, bagaimana pun masalah ini harus mereka selesaikan dengan baik. Tetapi ia gagal karena harus membayar tagihan minuman yang mereka pesan pada pelayan café.

Arini sungguh tidak menyangka Haris akan tega melakukan ini padanya, walau mereka belum memiliki ikatan apapun, namun ia sudah terlanjur berharap lebih pada pemuda itu, tak bisa dipungkiri ia sudah jatuh hati padanya. Keputusan sepihak ini benar-benar membuatnya terluka. Selama ini Haris memang menjaga jarak dari Arini untuk menghindari fitnah, namun ia sudah meyakinkan hatinya untuk meminang Wanita itu, maka ia mengutarakan keinginannya tersebut, dan gayung pun bersambut, Arini ternyata menyetujui rencana ini, ia sudah jatuh hati pada pemuda taat, yang menjaga pandangannya dan pekerja keras itu.

Permasalahan ini tidak selesai dengan mudah, Arini jelas marah dan Haris juga tidak bisa mengontrol perasaannya sendiri, ia sedih dengan keputusannya, tapi mungkin ini yang terbaik, ia berharap dengan mematuhi ibu, Allah akan ridha kepadanya.

***

“Gua harus bagaimana Wan?” Haris mengunjungi sahabatnya Ridwan setelah menyelesaikan pekerjaan kantornya.

“Gampang, lu tinggal nikahi aja kedua gadis itu Ris” jawab Ridwan dengan diplomatis.

“Ha? Lu gila, gua ga pernah kepikiran untuk punya dua istri Wan”.

“Nah, untuk sekarang kamu udah bisa memikirkannya, agar tidak ada yang teluka dan kecewa” jawab Ridwan enteng.

“Ga semudah itu Wan, belum tentu semua pihak setuju, gua juga ga bisa memiliki dua istri”.

“Haris Haris, orang punya satu istri aja susah, lu udah ada dua gadis didepan

mata malah galau”

“Wan, gua ga bercanda!?” Haris mulai emosi

“Sorry, okay okay… sekarang kita ngomong serius”

"Beuhh sialan lu Wan, gua dari tadi memang udah serius” Haris mengetuk kepala Ridwan asal.

“Haha maaf, okay, hmh gini, kalau menurut gua, lu  harus tegas Ris, lu harus ikut gimana kata hati lu, karena hati ga bisa dipaksa, gimana lu bisa menikah ma orang yang ga lu cinta, yang ada ntar jatuhnya malah zhalim” Ridwan mencoba bijak.

Haris menghembuskan nafas kasar.

“Sebenarnya gua udah batalin rencana pernikahan kami, tadi gua ketemu ma Arini”

“What the F*ck! Astaghfirullah, gua tebak doi pasti marah” Ridwan bangkit lalu mendekat ke arah Haris.

“Ya jelas, lantas gue harus apa coba? Lu pikir gua ga menderita? FRUSTASI”. Haris menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“hahaha”.

“Terus apa langkah lu selanjutnya?"

“Ke rumah haji Zakaria dan kabarkan keputusan ini”

“Good, Lu harus tegas, dan apapun itu gua berharap yang terbaik untuk lu” Ridwan menepuk pundak Haris.

“Thanks, gua balik ya” Haris hendak bangkit untuk pulang.

“Buru-buru amat, gua dah gojekin makanan tuk kita, lu parah banget, ke sini kalau galau aja”

“Seumur-umur baru kali ini juga gua galau” cebik Haris.

“Iya iya, yuklah kita dinner bareng, sebelum lu dinner ma istri lu, ntar pasti lu udah ga kesini lagi”

“Dan lu kapan nikah? Jangan bilang kalau lu bakal jomblo tuk selamanya haha” sambar Haris

“Naudzubillah, kagak… gua belum nemu orang yang tepat aja”

***

Jam sudah menunjukkan pukul 12.15 dini hari. Kali ini Haris pulang begitu larut. Seperti biasa. Ia pulang sendirian, setibanya di halaman rumah, tampak ibu yang sudah menunggu di depan teras, beliau duduk mengenakan baju rumahan dengan kerudung sederhana. Terlihat sorot kecemasan diwajahnya yang teduh.

“Darimana saja kamu nak? Pulang selarut ini tidak memberi kabar, ibu menelfon berulang kali tidak kamu angkat”

“Maaf Haris tidak memberi kabar, tadi Haris menemui Arini dan singgah sebentar ke apartemennya Ridwan bu, handphone Haris tiba-tiba lowbate, lupa bawa powerbank” Haris menjelaskan sambil merangkul ibu memasuki rumah mereka.

“Ya sudah. Makan dulu, ibu panaskan lauknya sebentar sambil menunggu kamu mandi”

Ibu dan Haris saling beriringan masuk ke dalam rumah.

“Jangan dipanaskan lagi, Haris sudah makan, tadi Ridwan menjamu Haris di apartemen nya. Oh iya bu, lain kali ibu jangan menunggu Haris di luar, tunggu di dalam saja, di luar dingin, nanti ibu malah masuk angin” Haris mengkhawatirkan kesehatan ibunya.

“Ibu khawarir kamu kenapa-kenapa, ibu cemas kamu tidak memberi kabar”

“Sekali lagi Haris mohon maaf, besok insya Allah Haris akan mengabari ibu” Ibu mengangguk.

Selesai mandi Haris menemui ibunya di ruang keluarga, menyampaikan perihal keputusannya dan bagaimana tadi pertemuannya dengan Arini. Ia duduk di samping ibu yang tengah membaca buku dengan kacamata plus nya.

“Semoga kamu memutuskan yang terbaik, nak!”

“Arini marah bu”

“Wajar, ibu juga akan marah, tapi ini juga bukan kesalahan kamu, sebelum janur kuning melengkung, kalian tetap bukan pasangan sah. Lagian kamu dan Arini juga bukan sepasang kekasih”

“Tapi saya juga sedih bu, jujur saya sangat mengharapkan Arini” Haris

"Lantas mengapa kamu tidak menikahinya? Mari kita bicarakan hal ini dengan haji Zakaria, beliau akan paham nak…” Ibu tidak ingin anaknya bersedih.

“ibu tidak berharap apa-apa kecuali yang terbaik untuk hidup kamu, ibu hanya ingin kamu Bahagia” ibu akhirnya luluh, ibu juga tidak tega melihat anak laki-lakinya yang sedari kecil ini patuh pada orang tua namun pada akhirnya hidupnya tidak Bahagia.

“Benarkah ibu setuju? Ibu mengangguk menatap Haris dengan senyuman tulus.

"Terima kasih banyak atas pengertian ibu. Baiklah bu, besok kita akan ke rumah haji Zakaria, terima kasih ibu sudah mengerti saya” Haris memeluk ibu nya haru. Muncul semangat baru dihatinya, sungguh dukungan ibu sangat berarti dan Ridha ibu adalah segalanya. Jika haji Zakaria sudah mengetahui hal ini, ia akan mengabarkan kembali berita baik ini pada Arini.

Rabbi, berilah segala kebaikan dan keberkahan, tuntunlah hamba dijalanMu, berilah petunjuk yang baik atas segala permasalahan yang kami hadapi, lirih Haris dalam hati.

***

Terpopuler

Comments

Viona

Viona

keren

2022-03-21

1

Isyam Zita

Isyam Zita

anak yg patuh🤗🤗

2021-08-23

0

lilis lulu

lilis lulu

kereen

2021-07-25

0

lihat semua
Episodes
1 BAB I: Permintaan haji Zakaria
2 Bab 2: Dilema
3 Bab 3: Keputusan Haris
4 Bab 4: Pertemuan Pertama
5 Bab 5: Persetujuan Haris (Bonus Visual Para Tokoh)
6 Bab 6: Suara Hati
7 Bab 7: Sah
8 Bab 8: Berdesir
9 Bab 9: Berita Tak Terduga
10 Bab 10: Bertindak Layaknya Teman
11 Bab 11: Pertemuan di Cafe
12 Bab 12: Fakta Baru
13 Bab 13: Gejolak Jiwa Haris
14 Bab 14: Haris Bersama Wanita Lain
15 Bab 15: Dekapan Hangat
16 Bab 16: Hana Menunggu
17 Bab 17: Keinginan Ibu nya Arini
18 Bab 18: Insiden Ulat Bulu
19 Bab 19: Gamis dan Mukena Sutra
20 Bab 20: Makan Malam Absurd
21 Bab 21: Berita untuk Gibran
22 Bab 22: Kenyataan Pahit
23 Bab 23: Bangkit dari Keterpurukan
24 Bab 24: Selamat Atas Pernikahanmu
25 Bab 25: Rencana Arini
26 Bab 26: Orang yang Dituju
27 Bab 27: Villa Usang
28 Bab 28: Menyimpan Sejuta Makna
29 Bab 29: Kecelakaan
30 Bab 30: Suratan Takdir
31 Bab 31: Lisa menghampiri Gibran
32 Bab 32: Perdebatan Haris dan Hana
33 Bab 33: Arini Siuman
34 Bab 34: Temaram Cahaya
35 Bab 35: Sepertiga Malam
36 Bab 36: Tersipu
37 ​Bab 37: Biasakanlah!
38 Bab 38: Pertemuan tidak di sengaja
39 Bab 39: Emosi yang Mengubun-ubun
40 Bab 40: Bukan seperti Novel Romantis
41 Bab 41: Hanya Tiga Pilihan
42 Bab 42: 15 Menit Saja. Tidak Lebih!
43 Bab 43: Hana, Mari Kita Bertemu!
44 Bab 44: Pertemuan dengan Gibran
45 Bab 45: Hukuman buat Hana
46 Bab 46: Cocktail dari Hanum
47 Bab 47: Hana, Are You Okay?!
48 Bab 48: Hati Nurani
49 Bab 49: Di Dalam Mobil Jimny
50 Bab 50: Di Hotel XXX
51 Bab 51: Menuju Rumah Sakit
52 Bab 52: Air Mata yang Jatuh Berderai
53 Bab 53: Siapa yang Menyelamatkan?
54 Bab 54: Mengambil Tindakan
55 Bab 55: Haris bukan Gibran
56 Bab 56: Biarlah Allah yang Menentukan
57 Bab 57: Aku Cemas dengan Kecemasanmu
58 Bab 58: Hati yang Masih Sulit Menerima
59 Bab 59: Menjaga Perasaan Hana
60 Bab 60: Firasat Ummi
61 Bab 61: Di Bawah Sinar Purnama
62 Bab 62: Bidadari yang Terlihat Nyata
63 Bab 63: Undangan
64 Bab 64: Suasana Hati yang Berubah
65 Bab 65: Penangkapan
66 Bab 66: Selayang Tinju
67 Bab 67: Penyelidikan di Mulai
68 Bab 68: Ini Semua Tidak Fair!!
69 Bab 69: Sisa-Sisa Kekuatan
70 Bab 70: Kekuatan dari Bola Matamu
71 Bab 71: Rabbi, Ku Titipkan Rasa Rinduku Pada-Mu!
72 Bab 72: Panggilan Sidang
73 Bab 73: Untuk Kalian Semua, Sampai bertemu di Pengadilan!
74 Bab 74: Bagaimana Jika....
75 Bab 75: Argumen dalam Persidangan
76 Bab 76: Ketukan Palu Hakim Agung
77 Bab 77: Saatnya Melepaskan
78 Bab 78: Perhatian Haris
79 Bab 79: Binar dari Matamu
80 Bab 80: Pemikiran Haris
81 Bab 81: Pewaris Tunggal
82 Bab 82: Honeymoon
83 Bab 83: Masa Lalu yang Kelam
84 Bab 84: Menyerahkan Diri
85 Bab 85: Villa di Madrid
86 Bab 86: Yo Te Amo, Hana!
87 Bab 87: Aku sudah Memaafkannya!
88 Bab 88: Hati yang Membeku
89 Bab 89: It Hurts Me!
90 Bab 90: Berdiplomasi
91 Bab 91: Terbang Terlalu Tinggi Tanpa Berhati-Hati
92 Bab 92: Tidak Ingin Mempertahankan
93 Bab 93: Kisah Usang yang Telai Usai
94 Bab 94: Jangan Pojokkan Putri Kita!
95 Bab 95: Perasaan yang Menggelitik
96 Bab 96: Rinai Hujan
97 Bab 97: Permata di Lautan Hati Wanita
98 Bab 98: Raut Wajah yang Berubah
99 Bab 99: Peluk Aku, Jangan Lepaskan Lagi!
100 Bab 100: Suara yang Terdengar Pelan
101 Bab 101: Sang Pendonor
102 Bab 102: Melayarkan Harapan
103 Bab 103: Kalimat Pamungkas
104 Bab 104: Melampiaskan Semua Energi
105 Bab 105: Aku Tidak Se-brengsek itu...
106 Bab 106: Genggaman Kuat
107 107: Tentang Cinta, Aku Tidak Bisa Berpura-pura!
108 Bab 108: Persaingan
109 Bab 109: Happy Anniversary
110 Bab 110: Dinding Impian
111 Bab 111: Angin yang Berhembus Kencang
112 Bab 112: Jantung yang Berdegup
113 Bab 113: Se-Baki Ramuan
114 Bab 114: Adab di Atas Ilmu
115 115: Darah Segar Yang Mengucur
116 Bab 116: Mainkan Peran Sebaik Mungkin!
117 Bab 117: Ancaman Haji Zakaria
118 Bab 118: Filosifi Sepasang Angsa
119 Bab 119: Tamu Tak di Undang
120 Bab 120: Kamar Hotel
121 Bab 121: Penjebak Yang Terjebak
122 Bab 122: Perkataan Menohok
123 Bab 123: Surat Dari Amerika
124 Bab 124: Wajah Yang Ter-Zoom Sempurna
125 Bab 125: Tulang Rusuk Yang Bengkok
126 Bab 126: Kabar Dari Dokter Cut Meutia
127 Bab 127: Mi Amor
128 Bab 128: Author-Readers
129 Bab 129: Landing Dengan Sempurna
130 Bab 130: Netra Yang Bertemu
131 Bab 131: Malaikat Tanpa Cela
132 Bab 132: Marwah Bustanul Jannah
133 Bab 133: Pangeran Mahkota Berkuda Putih
134 Bab 134: Permintaan Pertama dan Terakhir
135 Bab 135: Kepingan Puzzle
136 Bab 136: Perasaan Cinta Yang Tiada Berkesudahan
137 Bab 137: Haadza Min Fadhli Rabbi
138 Bab 138: Akselerasi Rindu
139 Bab 139: Kabar Dini Hari
140 Bab 140: Bertanggung Jawab
141 Bab 141: Rahasia Terbongkar
142 Bab 142: Ke-jahiliyah-an di Masa Lalu
143 Bab 143: Tiga Pertanyaan Haji Zakaria
144 Bab 144: Angkara Murka
145 Bab 145: Mengundurkan Diri
146 Bab 146: Genggaman Yang Terlepas
147 Bab 147: Pertemuan di Taman Humaira
148 Bab 148: Jiwa Melankolis
149 Bab 149: Wajah-Wajah Iblis
150 Bab 150: Hukuman Bagi Pe-Zina
151 Bab 151: Wanita-Wanita Durjana
152 Bab 152: Gerbang Kematian
153 Bab 153: Akhir Kisah (1)
154 Bab 154: Akhir Kisah (2)
155 Bab 155: Akhir Kisah (3)
156 Bab 156: Episode Terakhir~
157 Bab 157: Cinta Untuk Iqlima
Episodes

Updated 157 Episodes

1
BAB I: Permintaan haji Zakaria
2
Bab 2: Dilema
3
Bab 3: Keputusan Haris
4
Bab 4: Pertemuan Pertama
5
Bab 5: Persetujuan Haris (Bonus Visual Para Tokoh)
6
Bab 6: Suara Hati
7
Bab 7: Sah
8
Bab 8: Berdesir
9
Bab 9: Berita Tak Terduga
10
Bab 10: Bertindak Layaknya Teman
11
Bab 11: Pertemuan di Cafe
12
Bab 12: Fakta Baru
13
Bab 13: Gejolak Jiwa Haris
14
Bab 14: Haris Bersama Wanita Lain
15
Bab 15: Dekapan Hangat
16
Bab 16: Hana Menunggu
17
Bab 17: Keinginan Ibu nya Arini
18
Bab 18: Insiden Ulat Bulu
19
Bab 19: Gamis dan Mukena Sutra
20
Bab 20: Makan Malam Absurd
21
Bab 21: Berita untuk Gibran
22
Bab 22: Kenyataan Pahit
23
Bab 23: Bangkit dari Keterpurukan
24
Bab 24: Selamat Atas Pernikahanmu
25
Bab 25: Rencana Arini
26
Bab 26: Orang yang Dituju
27
Bab 27: Villa Usang
28
Bab 28: Menyimpan Sejuta Makna
29
Bab 29: Kecelakaan
30
Bab 30: Suratan Takdir
31
Bab 31: Lisa menghampiri Gibran
32
Bab 32: Perdebatan Haris dan Hana
33
Bab 33: Arini Siuman
34
Bab 34: Temaram Cahaya
35
Bab 35: Sepertiga Malam
36
Bab 36: Tersipu
37
​Bab 37: Biasakanlah!
38
Bab 38: Pertemuan tidak di sengaja
39
Bab 39: Emosi yang Mengubun-ubun
40
Bab 40: Bukan seperti Novel Romantis
41
Bab 41: Hanya Tiga Pilihan
42
Bab 42: 15 Menit Saja. Tidak Lebih!
43
Bab 43: Hana, Mari Kita Bertemu!
44
Bab 44: Pertemuan dengan Gibran
45
Bab 45: Hukuman buat Hana
46
Bab 46: Cocktail dari Hanum
47
Bab 47: Hana, Are You Okay?!
48
Bab 48: Hati Nurani
49
Bab 49: Di Dalam Mobil Jimny
50
Bab 50: Di Hotel XXX
51
Bab 51: Menuju Rumah Sakit
52
Bab 52: Air Mata yang Jatuh Berderai
53
Bab 53: Siapa yang Menyelamatkan?
54
Bab 54: Mengambil Tindakan
55
Bab 55: Haris bukan Gibran
56
Bab 56: Biarlah Allah yang Menentukan
57
Bab 57: Aku Cemas dengan Kecemasanmu
58
Bab 58: Hati yang Masih Sulit Menerima
59
Bab 59: Menjaga Perasaan Hana
60
Bab 60: Firasat Ummi
61
Bab 61: Di Bawah Sinar Purnama
62
Bab 62: Bidadari yang Terlihat Nyata
63
Bab 63: Undangan
64
Bab 64: Suasana Hati yang Berubah
65
Bab 65: Penangkapan
66
Bab 66: Selayang Tinju
67
Bab 67: Penyelidikan di Mulai
68
Bab 68: Ini Semua Tidak Fair!!
69
Bab 69: Sisa-Sisa Kekuatan
70
Bab 70: Kekuatan dari Bola Matamu
71
Bab 71: Rabbi, Ku Titipkan Rasa Rinduku Pada-Mu!
72
Bab 72: Panggilan Sidang
73
Bab 73: Untuk Kalian Semua, Sampai bertemu di Pengadilan!
74
Bab 74: Bagaimana Jika....
75
Bab 75: Argumen dalam Persidangan
76
Bab 76: Ketukan Palu Hakim Agung
77
Bab 77: Saatnya Melepaskan
78
Bab 78: Perhatian Haris
79
Bab 79: Binar dari Matamu
80
Bab 80: Pemikiran Haris
81
Bab 81: Pewaris Tunggal
82
Bab 82: Honeymoon
83
Bab 83: Masa Lalu yang Kelam
84
Bab 84: Menyerahkan Diri
85
Bab 85: Villa di Madrid
86
Bab 86: Yo Te Amo, Hana!
87
Bab 87: Aku sudah Memaafkannya!
88
Bab 88: Hati yang Membeku
89
Bab 89: It Hurts Me!
90
Bab 90: Berdiplomasi
91
Bab 91: Terbang Terlalu Tinggi Tanpa Berhati-Hati
92
Bab 92: Tidak Ingin Mempertahankan
93
Bab 93: Kisah Usang yang Telai Usai
94
Bab 94: Jangan Pojokkan Putri Kita!
95
Bab 95: Perasaan yang Menggelitik
96
Bab 96: Rinai Hujan
97
Bab 97: Permata di Lautan Hati Wanita
98
Bab 98: Raut Wajah yang Berubah
99
Bab 99: Peluk Aku, Jangan Lepaskan Lagi!
100
Bab 100: Suara yang Terdengar Pelan
101
Bab 101: Sang Pendonor
102
Bab 102: Melayarkan Harapan
103
Bab 103: Kalimat Pamungkas
104
Bab 104: Melampiaskan Semua Energi
105
Bab 105: Aku Tidak Se-brengsek itu...
106
Bab 106: Genggaman Kuat
107
107: Tentang Cinta, Aku Tidak Bisa Berpura-pura!
108
Bab 108: Persaingan
109
Bab 109: Happy Anniversary
110
Bab 110: Dinding Impian
111
Bab 111: Angin yang Berhembus Kencang
112
Bab 112: Jantung yang Berdegup
113
Bab 113: Se-Baki Ramuan
114
Bab 114: Adab di Atas Ilmu
115
115: Darah Segar Yang Mengucur
116
Bab 116: Mainkan Peran Sebaik Mungkin!
117
Bab 117: Ancaman Haji Zakaria
118
Bab 118: Filosifi Sepasang Angsa
119
Bab 119: Tamu Tak di Undang
120
Bab 120: Kamar Hotel
121
Bab 121: Penjebak Yang Terjebak
122
Bab 122: Perkataan Menohok
123
Bab 123: Surat Dari Amerika
124
Bab 124: Wajah Yang Ter-Zoom Sempurna
125
Bab 125: Tulang Rusuk Yang Bengkok
126
Bab 126: Kabar Dari Dokter Cut Meutia
127
Bab 127: Mi Amor
128
Bab 128: Author-Readers
129
Bab 129: Landing Dengan Sempurna
130
Bab 130: Netra Yang Bertemu
131
Bab 131: Malaikat Tanpa Cela
132
Bab 132: Marwah Bustanul Jannah
133
Bab 133: Pangeran Mahkota Berkuda Putih
134
Bab 134: Permintaan Pertama dan Terakhir
135
Bab 135: Kepingan Puzzle
136
Bab 136: Perasaan Cinta Yang Tiada Berkesudahan
137
Bab 137: Haadza Min Fadhli Rabbi
138
Bab 138: Akselerasi Rindu
139
Bab 139: Kabar Dini Hari
140
Bab 140: Bertanggung Jawab
141
Bab 141: Rahasia Terbongkar
142
Bab 142: Ke-jahiliyah-an di Masa Lalu
143
Bab 143: Tiga Pertanyaan Haji Zakaria
144
Bab 144: Angkara Murka
145
Bab 145: Mengundurkan Diri
146
Bab 146: Genggaman Yang Terlepas
147
Bab 147: Pertemuan di Taman Humaira
148
Bab 148: Jiwa Melankolis
149
Bab 149: Wajah-Wajah Iblis
150
Bab 150: Hukuman Bagi Pe-Zina
151
Bab 151: Wanita-Wanita Durjana
152
Bab 152: Gerbang Kematian
153
Bab 153: Akhir Kisah (1)
154
Bab 154: Akhir Kisah (2)
155
Bab 155: Akhir Kisah (3)
156
Bab 156: Episode Terakhir~
157
Bab 157: Cinta Untuk Iqlima

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!