Menikah Karena Perjodohan (Haris Dan Hana)

Menikah Karena Perjodohan (Haris Dan Hana)

BAB I: Permintaan haji Zakaria

Adzan isya berkumandang. Suaranya membelah alam memanggil orang-orang dengan khidmat untuk patuh terhadap perintah Tuhan Nya yaitu melaksanakan ibadah Shalat secara rutin. Semilir angin berhembus pelan, mobil dan motor bertahap memasuki pelataran mesjid juga langkah-langkah kaki mulai ramai terdengar.

Haris, pemuda berusia 25 tahun itu baru saja menapakkan kaki di depan masjid Syuhada, ia segera bergegas menuju tempat wudhu dan masuk ke dalam barisan orang-orang yang Shalat berjamaah.

Imam Shalat dipimpin oleh ustadz Yahya. Ustadz Yahya berumur 34 tahun dan sudah menjadi imam di masjid ini sejak 10 tahun lalu menggantikan ayahnya yang sudah sepuh.

Selepas shalat, ustadz Yahya memanggil Haris sebab ada amanah yang harus beliau sampaikan.

“Assalamu’alaikum Ustadz” Haris melakukan salam takzim.

“Wa’alaikumsalam, apa kabar Haris?" Sudah lama tidak melihat kamu, bagaimana pekerjaannya? lancar?” tanya Ustadz Yahya berbasa basi dan tak lupa beliau menyematkan senyum ramah seperti biasa.

“Alhamdulillah saya sehat dan kerjaan lancar Ustadz, beberapa minggu terakhir saya ada tugas keluar kota. Namun sudah tertangani dengan baik."

“Alhamdulillah. Besok main ke rumah, ya! Abah sudah rindu padamu, sekalian makan malam di rumah. Jangan lupa ajak ibu juga.” Titah ustaz Yahya.

“Baik ustaz. Insya Allah.”

Keluarga Haris memiliki hubungan kerabat dengan keluarga ustaz Yahya, walaupun bukan kerabat dekat namun hubungan mereka sangat akrab. Ibu nya ustaz Yahya bu hajjah 'Aisyah sudah seperti kakak kandung bagi ibunya Haris.

Haris pulang dengan banyak pertanyaan yang berputar dikepalanya. Ada apa haji Zakaria tiba-tiba mengundangnya ke rumah beliau untuk makan malam, tidak seperti biasa. Apakah haji Zakaria sedang tidak sehat? Namun, kalau tidak sehat tidak mungkin beliau mengundangnya dan ibu hanya untuk makan. Apa haji Zakaria sedang perlu bantuan? Atau hanya sekedar ingin agar ia dan ibunya silaturrahim saja? Tapi rasanya juga tidak mungkin sebab ibu hampir setiap hari mengunjungi istri haji Zakaria.

Pertanyaan-pertanyaan yang membuat ia penasaran dan hanya dapat ditemukan jawabannya esok. Insya Allah besok malam ia dan ibu akan mengunjungi keluarga haji Zakaria.

***

“Ayo bu, kita penuhi undangan haji Zakaria.” Haris yang tengah mengancingkan kancing terakhir kemejanya mengajak Ibu memenuhi undangan. Ia telah menceritakan tentang undangan ini sebelumnya begitu tiba di rumah sepulangnya dari kantor.

“Iya. Ibu siap-siap dulu, Nak. Nanti kita singgah sebentar ke toko bakery nya bu Linda juga ke toko buah, kita bawa sedikit oleh-oleh kesana.”

“Baik, Hmh tapi apa ibu sama sekali tidak mengetahui undangan ini dalam rangka apa?"

ibu menggeleng,

“Ibu tidak tau nak, tapi bu hajjah pernah bertanya apa kamu sudah punya calon istri, mungkin-mungkin saja kamu akan dijodohkan” iseng ibu berkata sambil setengah tertawa.

“Ah, ibu ada-ada aja. Saya kan mau melamar Arini, bu” Ucap Haris menanggapi perkataan ibunya dengan serius.

“Ih, Kamu itu ya, kok serius sekali. Ibu hanya bercanda saja, Nak! Nanti kita lihat, semoga ada kabar baik” Ibu menoel hidung Haris gemas. Bayi laki-lakinya sudah berubah jadi pemuda dewasa sekarang.

Suasana rumah haji Zakaria selalu terlihat syahdu, ada balai pengajian besar di samping halaman rumah beliau. Anak-anak dari berbagai penjuru datang mengaji ke sini.

Haris ingat ketika masih kecil ia mengaji disana. Ia juga di kirim ke luar kota oleh haji Zakaria untuk mengaji dengan berbagai Syaikh, hingga disekolahkan sampai sarjana dan sekarang ia berhasil bekerja di sebuah perusahaan besar swasta dengan posisi yang sudah lumayan tinggi dengan memiliki banyak bawahan.

Dalam hal ini ia selalu bersyukur akan kebaikan keluarga haji Zakaria, mengingat ayah nya yang sudah tiada sejak ia masih kecil.

Ia juga tidak tau bagaimana cara membalas budi yang ia rasakan luar biasa berkahnya. Hanya doa yang bisa ia panjatkan kepada Allah agar haji Zakaria dan keluarga selalu sehat, memiliki rejeki yang terus mengalir.

Selepas makan malam bersama, Ustaz Yahya mengatakan pada Haris ia sudah bisa menemui haji Zakaria di ruang bacanya. Haris pun segera menemui beliau. Ada rasa sungkan dan segan menyelinap di hati nya, haji Zakaria yang sudah sepuh ini sangat dihormati, beliau adalah ulama kharismatik dengan senyum yang tidak pernah pudar, tutur bahasa yang lembut namun menyiratkan ketegasan.

“Masuk nak. Jangan sungkan. Temani abah sebentar.” Panggil haji Zakaria yang melihat Haris baru tiba di depan pintu.

“Baik bah”

“Langsung saja ya nak, abah tidak ingin berbasa basi. Umur kamu sekarang berapa?” Tanya haji Zakaria dengan menatap Haris dalam.

“25 tahun bah, insya Allah bulan 9 nanti genap 26 tahun”

Haji Zakaria mengangguk-angguk sambil mengusap janggutnya.

“Ngaji nya bagaimana? Apa kamu masih ikut pengajian sabtu sore di rumah haji Amir?”

“Alhamdulillah bah, saya rutin kesana setiap sabtu sore”

“Lalu bagaimana dengan pekerjaanmu? lancar? Apa ada kendala?" Haji Zakaria terus membandrol Pertanyaan-pertanyaan ringan pada Haris, kali ini mungkin agar lebih rileks dalam mengobrol.

“Alhamdulillah juga lancar bah, berkat doa-doa abah” Ucap Haris dengan menyunggingkan senyum ramah.

Haji Zakaria kembali mengangguk-angguk.

“Sebenarnya, Ada hal yang ingin abah sampaikan, Nak! Abah mengundang kamu kesini selain untuk silaturrahim karena kerinduan, Abah juga ingin menyampaikan satu hal yang penting menyangkut masa depan kamu, Abah tahu kalau kamu sibuk akhir-akhir ini dengan pekerjaaanmu, Abah maklumi”

Haris menunduk menyimak perkataan ustaz Zakaria dengan saksama.

“Ada seorang gadis yang baik agama nya, santun perangainya…" haji Zakaria menjeda kalimatnya.

Haris mulai cemas mendengar lanjutan perkataan Abahnya. Semoga yang dicemaskan tidak terbukti. Ia menunggu kelanjutan kalimatnya.

“Ia sekarang tengah kuliah di sebuah perguruan tinggi negeri, semester satu, dulu sempat mondok sama seperti kamu. Beliau anak perempuan haji Amir satu-satunya... "Haji Zakaria kembali menjeda kalimat-kalimatnya, lalu beliau menatap serius ke manik mata Haris seraya melanjutkan ucapannya,

"Abah berencana meminang anak perempuan beliau untuk kamu. Namanya Hana, usianya 18 tahun. Abah merasa kalian cocok. Abah mengenal baik ayahnya, sebagaimana kamu juga sudah lama mengikuti pengajian bersama beliau dan tentu sudah mengetahui bagaimana kepribadian haji Amir itu....

"Insya Allah kalau kamu setuju, kalian akan sangat cocok. Untuk haji Amir sendiri, Abah dan beliau sudah pernah membahas masalah ini, beliau setuju..."

"Abah memilih kamu karena Abah sudah tidak memiliki anak laki-laki yang belum berkeluarga. Abah sudah paham betul bagaimana kamu, Abah berharap kamu bisa memahami permintaan abah ini..."

"Kamu jangan risau, abah akan berikan kamu waktu untuk berfikir, diskusi dengan ibumu juga shalat istikharah. Semoga kamu segera bisa memberikan abah jawaban" Haji Zakaria menutup kalimatnya dengan menepuk-nepuk pundak Haris, anak angkat kesayangan yang memang sudah beliau anggap seperti anaknya sendiri, kasih sayang yang sama dan tidak dibeda-bedakan.

Lama Haris tercenung, ia sedikit menarik nafasnya lalu menjawab,

“Baik Bah, Haris akan Shalat istikharah juga diskusi dengan ibu tentang hal ini dan insya Allah akan segera mengabarkan Abah” Jawab Haris pada akhirnya.

Haris kembali pulang bersama ibu dengan gemuruh kecemasan di dada, tidak ada sepatah dua patah kata yang ia tuturkan sejak keluar dari rumah haji Zakaria, ia sudah merasa lemas dengan permintaan yang baru saja ia dengar, ibu melihat ada hal yang tidak beres dengan pertemuan anaknya dan haji Zakaria yang sangat beliau hormati itu, namun ibu lebih memilih diam, nanti pasti Haris akan menceritakan pada nya berita tentang pertemuan itu.

Kini jam sudah menunjukkan pukul 10.30 malam. Mobil yang mereka kendarai membelah jalan yang tampak sepi, terlihat satu dua pedagang kaki lima yang masih setia membuka warung makanannya. Lampu merah silih berganti mereka lewati. Mereka pulang dengan mobil yang setengah tahun lalu Haris beli dengan uang hasil tabungannya, mobil honda CRV tersebut sudah menemani mereka selama 6 bulan ini. Sekitar setengah jam kemudian, baru tibalah mereka dirumah.

***

.

.

.

Hai Para Pembaca, ini adalah karya pertama Alana. Mohon dukungannya, jangan lupa di LIKE, KOMEN dan VOTE, juga HADIAHnya. Jazakumullah Khairal Jaza'. Terima Kasih ^^

Salam Hangat,

alana alisha

Ig: @alana.alisha

***

Terpopuler

Comments

Kinay naluw

Kinay naluw

absen ya thor sepertinya seru semangat berkarya.

2023-03-07

1

Nana_zh1316

Nana_zh1316

lanjut thorrr semangat💪

2022-04-29

0

Viona

Viona

mulai baca

2022-03-21

0

lihat semua
Episodes
1 BAB I: Permintaan haji Zakaria
2 Bab 2: Dilema
3 Bab 3: Keputusan Haris
4 Bab 4: Pertemuan Pertama
5 Bab 5: Persetujuan Haris (Bonus Visual Para Tokoh)
6 Bab 6: Suara Hati
7 Bab 7: Sah
8 Bab 8: Berdesir
9 Bab 9: Berita Tak Terduga
10 Bab 10: Bertindak Layaknya Teman
11 Bab 11: Pertemuan di Cafe
12 Bab 12: Fakta Baru
13 Bab 13: Gejolak Jiwa Haris
14 Bab 14: Haris Bersama Wanita Lain
15 Bab 15: Dekapan Hangat
16 Bab 16: Hana Menunggu
17 Bab 17: Keinginan Ibu nya Arini
18 Bab 18: Insiden Ulat Bulu
19 Bab 19: Gamis dan Mukena Sutra
20 Bab 20: Makan Malam Absurd
21 Bab 21: Berita untuk Gibran
22 Bab 22: Kenyataan Pahit
23 Bab 23: Bangkit dari Keterpurukan
24 Bab 24: Selamat Atas Pernikahanmu
25 Bab 25: Rencana Arini
26 Bab 26: Orang yang Dituju
27 Bab 27: Villa Usang
28 Bab 28: Menyimpan Sejuta Makna
29 Bab 29: Kecelakaan
30 Bab 30: Suratan Takdir
31 Bab 31: Lisa menghampiri Gibran
32 Bab 32: Perdebatan Haris dan Hana
33 Bab 33: Arini Siuman
34 Bab 34: Temaram Cahaya
35 Bab 35: Sepertiga Malam
36 Bab 36: Tersipu
37 ​Bab 37: Biasakanlah!
38 Bab 38: Pertemuan tidak di sengaja
39 Bab 39: Emosi yang Mengubun-ubun
40 Bab 40: Bukan seperti Novel Romantis
41 Bab 41: Hanya Tiga Pilihan
42 Bab 42: 15 Menit Saja. Tidak Lebih!
43 Bab 43: Hana, Mari Kita Bertemu!
44 Bab 44: Pertemuan dengan Gibran
45 Bab 45: Hukuman buat Hana
46 Bab 46: Cocktail dari Hanum
47 Bab 47: Hana, Are You Okay?!
48 Bab 48: Hati Nurani
49 Bab 49: Di Dalam Mobil Jimny
50 Bab 50: Di Hotel XXX
51 Bab 51: Menuju Rumah Sakit
52 Bab 52: Air Mata yang Jatuh Berderai
53 Bab 53: Siapa yang Menyelamatkan?
54 Bab 54: Mengambil Tindakan
55 Bab 55: Haris bukan Gibran
56 Bab 56: Biarlah Allah yang Menentukan
57 Bab 57: Aku Cemas dengan Kecemasanmu
58 Bab 58: Hati yang Masih Sulit Menerima
59 Bab 59: Menjaga Perasaan Hana
60 Bab 60: Firasat Ummi
61 Bab 61: Di Bawah Sinar Purnama
62 Bab 62: Bidadari yang Terlihat Nyata
63 Bab 63: Undangan
64 Bab 64: Suasana Hati yang Berubah
65 Bab 65: Penangkapan
66 Bab 66: Selayang Tinju
67 Bab 67: Penyelidikan di Mulai
68 Bab 68: Ini Semua Tidak Fair!!
69 Bab 69: Sisa-Sisa Kekuatan
70 Bab 70: Kekuatan dari Bola Matamu
71 Bab 71: Rabbi, Ku Titipkan Rasa Rinduku Pada-Mu!
72 Bab 72: Panggilan Sidang
73 Bab 73: Untuk Kalian Semua, Sampai bertemu di Pengadilan!
74 Bab 74: Bagaimana Jika....
75 Bab 75: Argumen dalam Persidangan
76 Bab 76: Ketukan Palu Hakim Agung
77 Bab 77: Saatnya Melepaskan
78 Bab 78: Perhatian Haris
79 Bab 79: Binar dari Matamu
80 Bab 80: Pemikiran Haris
81 Bab 81: Pewaris Tunggal
82 Bab 82: Honeymoon
83 Bab 83: Masa Lalu yang Kelam
84 Bab 84: Menyerahkan Diri
85 Bab 85: Villa di Madrid
86 Bab 86: Yo Te Amo, Hana!
87 Bab 87: Aku sudah Memaafkannya!
88 Bab 88: Hati yang Membeku
89 Bab 89: It Hurts Me!
90 Bab 90: Berdiplomasi
91 Bab 91: Terbang Terlalu Tinggi Tanpa Berhati-Hati
92 Bab 92: Tidak Ingin Mempertahankan
93 Bab 93: Kisah Usang yang Telai Usai
94 Bab 94: Jangan Pojokkan Putri Kita!
95 Bab 95: Perasaan yang Menggelitik
96 Bab 96: Rinai Hujan
97 Bab 97: Permata di Lautan Hati Wanita
98 Bab 98: Raut Wajah yang Berubah
99 Bab 99: Peluk Aku, Jangan Lepaskan Lagi!
100 Bab 100: Suara yang Terdengar Pelan
101 Bab 101: Sang Pendonor
102 Bab 102: Melayarkan Harapan
103 Bab 103: Kalimat Pamungkas
104 Bab 104: Melampiaskan Semua Energi
105 Bab 105: Aku Tidak Se-brengsek itu...
106 Bab 106: Genggaman Kuat
107 107: Tentang Cinta, Aku Tidak Bisa Berpura-pura!
108 Bab 108: Persaingan
109 Bab 109: Happy Anniversary
110 Bab 110: Dinding Impian
111 Bab 111: Angin yang Berhembus Kencang
112 Bab 112: Jantung yang Berdegup
113 Bab 113: Se-Baki Ramuan
114 Bab 114: Adab di Atas Ilmu
115 115: Darah Segar Yang Mengucur
116 Bab 116: Mainkan Peran Sebaik Mungkin!
117 Bab 117: Ancaman Haji Zakaria
118 Bab 118: Filosifi Sepasang Angsa
119 Bab 119: Tamu Tak di Undang
120 Bab 120: Kamar Hotel
121 Bab 121: Penjebak Yang Terjebak
122 Bab 122: Perkataan Menohok
123 Bab 123: Surat Dari Amerika
124 Bab 124: Wajah Yang Ter-Zoom Sempurna
125 Bab 125: Tulang Rusuk Yang Bengkok
126 Bab 126: Kabar Dari Dokter Cut Meutia
127 Bab 127: Mi Amor
128 Bab 128: Author-Readers
129 Bab 129: Landing Dengan Sempurna
130 Bab 130: Netra Yang Bertemu
131 Bab 131: Malaikat Tanpa Cela
132 Bab 132: Marwah Bustanul Jannah
133 Bab 133: Pangeran Mahkota Berkuda Putih
134 Bab 134: Permintaan Pertama dan Terakhir
135 Bab 135: Kepingan Puzzle
136 Bab 136: Perasaan Cinta Yang Tiada Berkesudahan
137 Bab 137: Haadza Min Fadhli Rabbi
138 Bab 138: Akselerasi Rindu
139 Bab 139: Kabar Dini Hari
140 Bab 140: Bertanggung Jawab
141 Bab 141: Rahasia Terbongkar
142 Bab 142: Ke-jahiliyah-an di Masa Lalu
143 Bab 143: Tiga Pertanyaan Haji Zakaria
144 Bab 144: Angkara Murka
145 Bab 145: Mengundurkan Diri
146 Bab 146: Genggaman Yang Terlepas
147 Bab 147: Pertemuan di Taman Humaira
148 Bab 148: Jiwa Melankolis
149 Bab 149: Wajah-Wajah Iblis
150 Bab 150: Hukuman Bagi Pe-Zina
151 Bab 151: Wanita-Wanita Durjana
152 Bab 152: Gerbang Kematian
153 Bab 153: Akhir Kisah (1)
154 Bab 154: Akhir Kisah (2)
155 Bab 155: Akhir Kisah (3)
156 Bab 156: Episode Terakhir~
157 Bab 157: Cinta Untuk Iqlima
Episodes

Updated 157 Episodes

1
BAB I: Permintaan haji Zakaria
2
Bab 2: Dilema
3
Bab 3: Keputusan Haris
4
Bab 4: Pertemuan Pertama
5
Bab 5: Persetujuan Haris (Bonus Visual Para Tokoh)
6
Bab 6: Suara Hati
7
Bab 7: Sah
8
Bab 8: Berdesir
9
Bab 9: Berita Tak Terduga
10
Bab 10: Bertindak Layaknya Teman
11
Bab 11: Pertemuan di Cafe
12
Bab 12: Fakta Baru
13
Bab 13: Gejolak Jiwa Haris
14
Bab 14: Haris Bersama Wanita Lain
15
Bab 15: Dekapan Hangat
16
Bab 16: Hana Menunggu
17
Bab 17: Keinginan Ibu nya Arini
18
Bab 18: Insiden Ulat Bulu
19
Bab 19: Gamis dan Mukena Sutra
20
Bab 20: Makan Malam Absurd
21
Bab 21: Berita untuk Gibran
22
Bab 22: Kenyataan Pahit
23
Bab 23: Bangkit dari Keterpurukan
24
Bab 24: Selamat Atas Pernikahanmu
25
Bab 25: Rencana Arini
26
Bab 26: Orang yang Dituju
27
Bab 27: Villa Usang
28
Bab 28: Menyimpan Sejuta Makna
29
Bab 29: Kecelakaan
30
Bab 30: Suratan Takdir
31
Bab 31: Lisa menghampiri Gibran
32
Bab 32: Perdebatan Haris dan Hana
33
Bab 33: Arini Siuman
34
Bab 34: Temaram Cahaya
35
Bab 35: Sepertiga Malam
36
Bab 36: Tersipu
37
​Bab 37: Biasakanlah!
38
Bab 38: Pertemuan tidak di sengaja
39
Bab 39: Emosi yang Mengubun-ubun
40
Bab 40: Bukan seperti Novel Romantis
41
Bab 41: Hanya Tiga Pilihan
42
Bab 42: 15 Menit Saja. Tidak Lebih!
43
Bab 43: Hana, Mari Kita Bertemu!
44
Bab 44: Pertemuan dengan Gibran
45
Bab 45: Hukuman buat Hana
46
Bab 46: Cocktail dari Hanum
47
Bab 47: Hana, Are You Okay?!
48
Bab 48: Hati Nurani
49
Bab 49: Di Dalam Mobil Jimny
50
Bab 50: Di Hotel XXX
51
Bab 51: Menuju Rumah Sakit
52
Bab 52: Air Mata yang Jatuh Berderai
53
Bab 53: Siapa yang Menyelamatkan?
54
Bab 54: Mengambil Tindakan
55
Bab 55: Haris bukan Gibran
56
Bab 56: Biarlah Allah yang Menentukan
57
Bab 57: Aku Cemas dengan Kecemasanmu
58
Bab 58: Hati yang Masih Sulit Menerima
59
Bab 59: Menjaga Perasaan Hana
60
Bab 60: Firasat Ummi
61
Bab 61: Di Bawah Sinar Purnama
62
Bab 62: Bidadari yang Terlihat Nyata
63
Bab 63: Undangan
64
Bab 64: Suasana Hati yang Berubah
65
Bab 65: Penangkapan
66
Bab 66: Selayang Tinju
67
Bab 67: Penyelidikan di Mulai
68
Bab 68: Ini Semua Tidak Fair!!
69
Bab 69: Sisa-Sisa Kekuatan
70
Bab 70: Kekuatan dari Bola Matamu
71
Bab 71: Rabbi, Ku Titipkan Rasa Rinduku Pada-Mu!
72
Bab 72: Panggilan Sidang
73
Bab 73: Untuk Kalian Semua, Sampai bertemu di Pengadilan!
74
Bab 74: Bagaimana Jika....
75
Bab 75: Argumen dalam Persidangan
76
Bab 76: Ketukan Palu Hakim Agung
77
Bab 77: Saatnya Melepaskan
78
Bab 78: Perhatian Haris
79
Bab 79: Binar dari Matamu
80
Bab 80: Pemikiran Haris
81
Bab 81: Pewaris Tunggal
82
Bab 82: Honeymoon
83
Bab 83: Masa Lalu yang Kelam
84
Bab 84: Menyerahkan Diri
85
Bab 85: Villa di Madrid
86
Bab 86: Yo Te Amo, Hana!
87
Bab 87: Aku sudah Memaafkannya!
88
Bab 88: Hati yang Membeku
89
Bab 89: It Hurts Me!
90
Bab 90: Berdiplomasi
91
Bab 91: Terbang Terlalu Tinggi Tanpa Berhati-Hati
92
Bab 92: Tidak Ingin Mempertahankan
93
Bab 93: Kisah Usang yang Telai Usai
94
Bab 94: Jangan Pojokkan Putri Kita!
95
Bab 95: Perasaan yang Menggelitik
96
Bab 96: Rinai Hujan
97
Bab 97: Permata di Lautan Hati Wanita
98
Bab 98: Raut Wajah yang Berubah
99
Bab 99: Peluk Aku, Jangan Lepaskan Lagi!
100
Bab 100: Suara yang Terdengar Pelan
101
Bab 101: Sang Pendonor
102
Bab 102: Melayarkan Harapan
103
Bab 103: Kalimat Pamungkas
104
Bab 104: Melampiaskan Semua Energi
105
Bab 105: Aku Tidak Se-brengsek itu...
106
Bab 106: Genggaman Kuat
107
107: Tentang Cinta, Aku Tidak Bisa Berpura-pura!
108
Bab 108: Persaingan
109
Bab 109: Happy Anniversary
110
Bab 110: Dinding Impian
111
Bab 111: Angin yang Berhembus Kencang
112
Bab 112: Jantung yang Berdegup
113
Bab 113: Se-Baki Ramuan
114
Bab 114: Adab di Atas Ilmu
115
115: Darah Segar Yang Mengucur
116
Bab 116: Mainkan Peran Sebaik Mungkin!
117
Bab 117: Ancaman Haji Zakaria
118
Bab 118: Filosifi Sepasang Angsa
119
Bab 119: Tamu Tak di Undang
120
Bab 120: Kamar Hotel
121
Bab 121: Penjebak Yang Terjebak
122
Bab 122: Perkataan Menohok
123
Bab 123: Surat Dari Amerika
124
Bab 124: Wajah Yang Ter-Zoom Sempurna
125
Bab 125: Tulang Rusuk Yang Bengkok
126
Bab 126: Kabar Dari Dokter Cut Meutia
127
Bab 127: Mi Amor
128
Bab 128: Author-Readers
129
Bab 129: Landing Dengan Sempurna
130
Bab 130: Netra Yang Bertemu
131
Bab 131: Malaikat Tanpa Cela
132
Bab 132: Marwah Bustanul Jannah
133
Bab 133: Pangeran Mahkota Berkuda Putih
134
Bab 134: Permintaan Pertama dan Terakhir
135
Bab 135: Kepingan Puzzle
136
Bab 136: Perasaan Cinta Yang Tiada Berkesudahan
137
Bab 137: Haadza Min Fadhli Rabbi
138
Bab 138: Akselerasi Rindu
139
Bab 139: Kabar Dini Hari
140
Bab 140: Bertanggung Jawab
141
Bab 141: Rahasia Terbongkar
142
Bab 142: Ke-jahiliyah-an di Masa Lalu
143
Bab 143: Tiga Pertanyaan Haji Zakaria
144
Bab 144: Angkara Murka
145
Bab 145: Mengundurkan Diri
146
Bab 146: Genggaman Yang Terlepas
147
Bab 147: Pertemuan di Taman Humaira
148
Bab 148: Jiwa Melankolis
149
Bab 149: Wajah-Wajah Iblis
150
Bab 150: Hukuman Bagi Pe-Zina
151
Bab 151: Wanita-Wanita Durjana
152
Bab 152: Gerbang Kematian
153
Bab 153: Akhir Kisah (1)
154
Bab 154: Akhir Kisah (2)
155
Bab 155: Akhir Kisah (3)
156
Bab 156: Episode Terakhir~
157
Bab 157: Cinta Untuk Iqlima

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!