Setelah meminta izin ke orang tuanya, Dona pun kembali ke Jakarta dan kali ini ia dampingi oleh adik bungsunya, Wawan. Ita yang telah sampai di Jakarta sehari sebelum Dona, telah mengkoordinasikan misi 'mata-mata' ini ke kantor Tyo, agar keberadaan Dona di Jakarta tidak diketahui oleh Tyo. Maka Tyo diberikan pekerjaan lebih dari biasa, agar ia tetap berada di kantor hingga malam.
Selasa pagi, Dona telah sampai di Jakarta dan langsung di jemput oleh Ita bersama teman dekatnya.
"Assalamu'alaikum, Mbak!" salam Dona ketika melihat Ita di kerumunan para penjemput.
"Wa'alaikumsalam, yuk buruan langsung ke mobil, nanti kita ngobrol di mobil aja," jawab Ita.
Setelah masuk ke dalam mobil, Ita dan Dona saling memperkenalkan pendampingnya.
"Kenalin, ini Nada teman wiskul (wisata kuliner)ku juga. Tadi aku sempet cerita sedikit tentang masalah kamu ya Don, karena Nada bakalan jadi driver selama kita disini. Mobilnya cukup besar buat angkutin barang-barang kamu dan tenang aja, kaca film mobilnya gelap, kamu aman nggak bakalan keliatan," jelas Ita.
"Wah, berasa jadi detektif-detektif di film Hollywood !" seru Dona.
"Oiya kenalin juga, ini adikku namanya Wawan, tenaga tambahan buat beresin barang-barang nanti," lanjut Dona.
"Wah cocok yaa, badannya gede!" sahut Ita.
"Makanya karena besar, dia aku bawa," ucap Dona.
"Yowes, kita langsung ke kontrakan, kita ketemu Ratna di sana," ajak Ita.
Mereka pun segera meluncur ke rumah kontrakan milik Ratna yang di kontrak oleh Tyo dikawasan Rawamangun, Jakarta Timur. Sesampainya disana, Ratna telah menunggu di depan rumahnya.
"Yuk, kita langsung aja !" ajak Ratna.
Ratna segera membuka pintu rumahnya dan mereka berlima pun mulai melakukan pengecekan barang-barang.
"Hmmm hebat! lihat ini semua kardusnya masih lengkap! padahal tinggal dikirim!" geram Dona yang melihat tumpukan kardusnya yang masih seperti saat ia tinggalkan beberapa pekan yang lalu.
"Don, ambil barang-barang yang memang dibutuhkan aja, sisanya nanti bisa dikasih ke Om Iyan," kata Ita.
"Oiya, nanti biar nggak over bagage, bawa barang-barang yang urgent aja, sisanya nanti biar aku yang kirim," tambah Ratna.
"Oke Mbak, makasih ya," ucap Dona penuh haru.
"Wan, kamu bantuin urusan kardus ini ya, kita pilah-pilah lagi," pinta Dona.
"Oke, Mbak."
Di saat Dona dan Wawan merapikan isi kardusnya, Ita dan Ratna memeriksa ke seluruh ruangan dan Ita menemukan sebuah mainan manik-manik yang ia tahu pasti, Dona tidak pernah membelinya untuk anak-anaknya.
"Don, sini deh!" panggil Ita dari ruang keluarga.
"Kenapa Mbak?" jawab Dona sambil menghampiri Ita.
"Ini mainan Zalfa ? kayaknya bukan deh," tanya Ita sambil menunjukkan mainan aksesoris manik-manik.
"Bukan banget, aku nggak pernah mau beliin mainan model gini buat anak-anak," jawab Dona yang tampak geram dengan penemuan mainan itu.
"Difoto Don, bisa untuk barang bukti," usul Ita
"Oke, Mbak," jawab Dona yang segera mengambil foto mainan manik-manik tersebut.
Setelah itu, mereka berkeliling memasuki seluruh ruangan dan kembali merapikan isi kardusnya. Kemudian, Ratna mengajak Dona dan Wawan untuk menemui Bu Asri tetangga sebelah rumah.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam, eee Bu Dona, apa kabar ? Ibu balik lagi ?" tanya Bu Asri.
"Alhamdulillah baik Bu. Saya cuma mampir sebentar, nggak balik lagi, kok. Oiya Bu, maaf saya ganggu sebentar," jawab Dona
"Ih nggak ada yang namanya mengganggu, masuk dulu yuk," ajak bu Asri.
"Nggak usah Bu, kita nggak lama kok, cuma mau tanya-tanya aja," tolak Dona.
Sementara itu, Ita dan Wawan telah siap dengan handphonenya masing-masing untuk merekam pembicaraan ini.
"Gini Bu, saya mau tanya, apa setelah saya pindah ke Jogja, ada kejadian yang nggak biasa di rumah sebelah?" tanya Dona.
"Aduh maaf Bu Dona, saya bukannya cari masalah atau apa gitu yaa, hmmm tapi sekitar dua pekan setelah ibu pindah, Pak Tyo kedatangan tamu yang tinggal disitu juga. Saya pikir itu mungkin saudara ibu atau Pak Tyo, tapi kok agak beda yaa sikapnya kalau sama saudara," jawab bu Asri.
"Hmmm memangnya siapa Bu, trus beda gimana maksudnya ?" tanya Dona.
"Perempuan bawa anak kecil seumuran Zalfa, makanya tadinya saya kira ibu balik lagi, karena sepintas mirip ibu, tapi kalau dilihat lagi beda banget, ibu kan selalu pakai gamis atau rok, jilbabnya juga panjang, tapi yang kemarin itu jilbabnya pendek, bajunya juga ketat. Aduh maaf Bu, saya bukannya mau memberi informasi nggak benar, tapi ini benar Bu, saya nggak bohong, tapi saya nggak enak ngomongnya," jawab bu Asri.
"Hmm bedanya gimana, ya ? Aduh saya benar-benar nggak enak ngomongnya," ucap bu Asri yang terlihat gugup.
"Bu, ibu tenang saja, semua informasi yang ada, dapat membantu saya," ucap Dona yang paham akan posisi bu Asri, yang takut menjadi pemecah hubungan keluarganya.
Dengan menarik nafas panjangnya, bu Asri mulai bercerita, "Jadi saya dan beberapa tetangga disini sempat bingung dengan kedatangan wanita dan anak kecilnya di rumah pak Tyo, tapi kami tidak bertanya dan memilih diam saja, tidak mau ikut campur. Kami tidak mau suudzon, jadi kami mengira wanita itu saudar pak Tyo. Tetapi, kalau saudara kan tetap ada batasannya, sedangkan mereka berdua terlihat mesra seperti pasangan suami istri. Ya pokoknya, mereka berdua tampak selalu mesra," jelas bu Asri.
Dona tidak terkejut lagi dengan jawaban bu Asri, ia dengan mudahnya dapat mengontrol emosinya dan tetap terlihat tenang.
"Nggak Bu, informasi dari ibu sudah cukup membantu saya. Terima kasih banyak ya Bu. Maaf mengganggu, kami pamit dulu," ucap Dona.
"Sekali lagi maaf ya, Bu," ucap bu Asri sambil memegang tangan Dona.
Dona pun tersenyum, lalu berkata, " Nggak Bu, kami sangat berterima kasih dengan informasi yang ibu berikan. Kami jadi tahu kebenarannya dan ini sangat membantu saya untuk memutuskan kedepannya bagaimana."
"Maafkan kalau perilaku suami saya membuat resah komplek ini dan terima kasih banyak atas informasinya. Kalau begitu kami permisi dulu," pamit Dona.
Mereka bertiga kembali ke rumah Ratna, sementara itu Ratna menghubungi Bu Ivo, tetangga depan rumah untuk mengkonfirmasi informasi dari bu Asri.
Tak lama kemudian, Ratna kembali dengan membawa informasi yang sama.
"Don, aku sudah ngontak tetangga depan, Bu Ivo, dia kan sudah pindah dua pekan yang lalu. Keterangannya sama persis dengan bu Asri."
Semua memandang Dona dengan tatapan prihatin, tetapi Dona tidak terkejut sama sekali. Ia telah memprediksikan yang terburuk, sehingga hal itu tidak membuatnya hancur.
"Baiklah, kita segera selesaikan packingnya yuk, trus lanjut sarapan," ucap Ita memecahkan keheningan.
Dona dan Wawan pun bergerak cepat memilah-milah isi kardusnya, yang terbagi menjadi tiga kardus.
"Alhamdulillah, dah beres semua!" seru Dona.
"Nggak ada yang ketinggalan lagi kan, Don ?" tanya Ita.
"In syaa Allah nggak Mbak, tadi aku sudah dobel cek di semua ruangan dan kardus juga sudah beres semua," jawab Dona.
"Makasih ya Mbak, maaf jadi ngerepotin," lanjut Dona.
"Nggak lah, di sini kita saling bantu. Aku juga perempuan, tahu banget rasa yang kamu rasakan saat ini, tapi aku salut, kamu kuat ngadepinnya," ucap Ita.
"Alhamdulillah, berkat do'a kalian semua dan aku juga dikelilingi para wanita kuat disini, tambah kuat dong !"
"Trus aku apa, Mbak ?" canda Wawan.
"Kamu pelengkap penderita !" canda Dona balik yang memecahkan suasana.
"Yee sudah dibantuin!"
Suasana pun mencair dengan canda kakak dan adik ini.
"Oiya, aku ke kantor dulu, sudah siang. Nanti kalau ada apa-apa telpon aja," pamit Ratna setelah semua barang milik Dona terangkut ke dalam mobil Nada.
"Makasih ya, Na," ucap Dona.
"Sama-sama, maaf aku duluan, assalamu'alaikum," pamit Ratna.
"Wa'alaikumsalam."
Setelah mobil Ratna berlalu, Ita mengajak untuk mencari sarapan pagi.
"Sudah kerja, timbullah lapar. Yuk, kita beli sarapan dulu !" ajak Ita.
"Ayuuuk !" seru Dona.
Mereka berempat pun mencari sarapan di sekitar rawamangun sebelum pulang ke rumah Nada di kawasan Kayu Putih.
"Yuk, beres-beres!" seru Dona penuh semangat.
Mereka berempat mengambil kardus-kardus seukuran 100x80x100cm sebanyak empat buah, dari dalam mobil Nada.
Setelah menurunkan tas dan kardus, Dona dan Wawan melanjutkan merapikan isi kardusnya.
"Don, ini kan banyak banget, nggak mungkin kamu bawa empat box segede ini naik pesawat. Kita pilah seminimal mungkin, sisanya bisa aku kasih ke Om Imran (supir antar jemput sekolah), nanti bisa disalurkan sama dia," usul Ita.
"Boleh tuh mbak, yo wes ku pilihin lagi yaa. Wan, yang dibawa hanya perlengkapan sekolah dan sebagian mainan aja. Cukup di satu kardus aja." ucap Dona.
"Oke, Mbak."
Sekitar tiga puluh menit kemudian, Dona dan Wawan telah selesai membereskan kardusnya. Tak lama handphone Ita berbunyi dan setelah selesai berbicara di telepon, Ita menyampaikan pesan dari telepon tadi
"Don, Bu Irma ngajak ketemu kamu di rumahnya sekitar jam satu nanti. Dia ada info tentang Tyo yang kamu harus tahu."
"Baik Mbak, siap laksanakan!"
"Oiya, Pak Reynold juga mau ketemu kamu, Don. Tadi Ratna WA aku, katanya Pak Reynold minta kita ke rumahnya ba'da Isya, sekitar jam setengah delapan," lanjut Ita.
"Duh, sampai direktur minta ketemu?" tanya Dona.
"Iya, nanti malam kita bertiga ke sana, pinjam mobil Nada aja. Wan, kamu bisa nyetir kan?" tanya Ita
"Bisa lah, siap ! nanti malam aku bertugas sebagai supir," jawab Wawan.
"Okelah kalau begitu, sekarang kita istirahat dulu. Nanti setelah makan siang kita ke rumah Bu Irma, kamu masih ingat kan rumahnya Don ?" tanya Ita.
"In syaa Allah masih, Mbak."
"Oke deh. Urusan kardus sudah selesai yaa?" tanya Ita memastikan.
"Sudah, ini yang aku bawa, ini yang ke Om Imran dan ini yang minta dikirim nanti," jawab Dona sambil menunjuk kardus-kardus yang telah tertutup rapat dan diberi nama.
"Sip, aku telpon om Imran sekarang ya."
Ita pun menelpon om Imran, yaitu supir antar jemput sekolah anak mereka berdua.
Beberapa saat kemudian, om Imran telah sampai di rumah Nada.
"Om, ini ada barang-barang bekas layak pakai, ada buku-buku juga. Om Imran tolong salurkan yaa, seperti biasa," ucap Ita sambil memberikan dua kardus kepada om Imran.
"Makasih Bu, apa ada yang perlu saya bantu lagi?" tanya om Imran.
"Nggak ada Om, ini aja. Makasih ya Om," jawab Dona.
"Sama-sama, Bu. Kalau begitu, saya permisi. Assalamu'alaikum," pamit om Imran.
"Wa'alaikumsalam."
Kendaraan om Imran pun berlalu dan perlahan menghilang setelah melewati tikungan.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
tinta hitam
ka aku jadi kepedean sendiri sebut tokoh Ita itu, moga" sifatnya baek ya ka 🤭🤭
2022-11-23
1
Sri Rahayu
kayak detektif Conan pakai misi rahasia
2021-09-21
1