Setelah hari yang panjang dan melelahkan, Dona dan Tyo beserta putri bungsunya kembali ke Jogja dengan penerbangan malam. Di saat itulah kesempatan Dona untuk mengajak Tyo bicara empat mata dari hati ke hati dengan suasana yang tenang.
"Mas, maafin aku yang nggak peka atau pun tidak paham akan kebutuhan Mas, tapi tolong jangan begini caranya."
"Maafin mas juga, maaf WA yang kemarin," ucap Tyo dengan nada penyesalan.
Tyo pun menarik nafasnya, kemudian menggenggam erat tangan Dona dan berucap, "Mas akan mulai lagi di Jogja, nanti mas akan coba cari-cari lowongan pekerjaan di Jogja. Tadi sempat lihat ada perusahaan baru di Jogja yang sedang membutuhkan karyawan. Nanti mas coba apply kesana, semoga segera diterima, jadi bisa langsung pindah."
"Aamiin, semoga kita bisa kumpul bersama lagi, ya Mas," ucap Dona penuh harap.
"In syaaAllah."
Dona pun tersenyum bahagia, mendengar rencana Tyo. Keduanya pun saling berpegangan tangan selama perjalanan.
Beberapa saat kemudian, mereka telah sampai di Bandara Internasional Adisucipto Jogja. Kedatangan mereka disambut dengan rintik-rintik hujan yang mengguyur kota pelajar itu. Mereka pun segera pulang menuju rumah orang tua Dona dan sesampainya disana, Tyo segera meminta maaf kepada ibu Dona.
"Maaf Bu, maafin Tyo, maafin Tyo ya Bu."
"Iya, iya ibu maafin. Alhamdulillah kamu pulang, ibu bahagia kamu bisa pulang," ucap ibu Dona penuh haru dan berlinang air mata.
Keduanya berpelukan dan menangis, membuat ayah Dona yang menyaksikan hal itu pun mengurungkan niatnya untuk memarahi menantunya itu.
Setelah itu, Tyo dan Dona menuju ke kamarnya untuk membersihkan diri, lalu keduanya pun berbicara dengan orang tua Dona.
"Pak, Bu maafin saya, saya khilaf," ucap Tyo sambil meneteskan air matanya.
"Bapak dan ibu sudah maafkan kamu. Kamu mau pulang ke Jogja, sudah bapak hitung niat baikmu untuk kembali bersama Dona," ucap ayah Dona.
"Yang penting kamu sudah pulang, bapak minta kamu segera pindah ke Jogja saja. Anak-anak juga sudah sekolah disini semua. Kerjaan kan banyak, kamu mempunyai ijazah S2 dengan pengalaman kerja lebih dari sepuluh tahun, seharusnya tidak sulit untuk mencari pekerjaan," tambah ayah Dona.
"In syaa Allah Pak. Saya akan urus pengunduran diri dari kantor secepatnya, setelah kembali ke Jakarta. In syaaAllah saya cuti dua pekan, sampai Idul Adha," ucap Tyo penuh keyakinan.
"Alhamdulillah, anak-anak bisa puas ketemu ayahnya lagi. Ya sudah kalian segera istirahat saja, pasti kalian berdua cukup lelah. Jangan lupa makan dulu," ucap ibu Dona.
"Baik, Bu," jawab Dona dan Tyo.
Malam itu Tyo dan Dona tidak banyak bicara, setelah makan malam, mereka memilih untuk segera beristirahat karena kelelahan yang mereka rasakan baik fisik maupun non-fisik.
Keesokan harinya, Dona kembali disibukkan dengan rutinitasnya sehari-hari, yaitu dengan membangunkan ketiga anaknya untuk shalat shubuh dan kemudian menyiapkan ketiganya untuk ke sekolah.
Di tengah persiapan itu, anak-anak Dona mulai menanyakan tentang ayah mereka.
"Bu, Ayah pulang?" tanya Ara, anak kedua Dona.
"Iya," jawab Dona singkat.
"Sampai kapan?" tanyanya lagi.
"Insyaallah sampai Idul Adha."
"Asyiik, sampai idul Adha, Bu ? Beneran ?"
"Insyaallah, kata ayah sih begitu. Ayo, segera sarapan biar tidak terlambat," ucap Dona.
Sementara itu, Aisha, anak pertama Dona terlihat diam saja. Aisha memang lebih pendiam ketimbang kedua adiknya. Tetapi diamnya Aisha kali ini sedikit berbeda dan Dona pun merasakan perbedaannya.
"Cha, ayo cepat sarapannya," Dona mengingatkan dengan lembut.
"Iya, Bu. Bu, yang antar sekolah, ibu atau ayah ?" tanya Aisha
"Tadi malam ayah bilang mau antar jemput kalian selama di sini," jawab Dona.
"Ibu panggil ayah dulu, kalian cepat selesaikan sarapannya," ucap Dona sambil menuju kamarnya di lantai atas. Dilihatnya Tyo sedang tiduran sambil beraktivitas dengan gawainya.
"Mas, sudah ditunggu anak-anak, katanya mau nganter ke sekolah ?"
"Oiya, sebentar," jawab Tyo dan bersiap untuk mengantarkan putrinya ke sekolah.
Beberapa saat kemudian, terdengar teriakan kedua putrinya dari lantai bawah, sementara Dona sedang membangunkan Zalfa yang masih tertidur nyenyak.
"Bu, aku berangkat !"
Dona segera turun, kedua putrinya pun menghampiri untuk berpamitan.
"Yang pinter yaa, Shalihah," ucap Dona kepada keduanya sambil bersalaman dan tak lupa ia mencium kedua pipi Aisha dan Ara.
"Iya Bu, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
"Yang, mas nganter sekolah dulu, ya. Assalamu'alaikum," pamit Tyo dari dalam mobil.
"Iya, wa'alaikumsalam."
Dona tersenyum bahagia karena pemandangan seperti ini, ia temui beberapa bulan yang lalu, sebelum mereka pindah ke Jogja. Tetapi ia berharap, sesaat lagi setelah Tyo mengundurkan diri dari pekerjaannya, keluarganya akan menjadi keluarga yang utuh dan normal seperti pada umumnya.
Sepekan pun berlalu, di tengah malam Dona terbangun dan tidak mendapati Tyo disampingnya. Dona pun merasakan keanehan. Lalu ia mulai membuka pintu kamar-kamar yang kosong, tetapi Tyo tidak ada, hingga ada satu kamar yang terkunci dari dalam.
"Mas, Mas di dalam ?" tanya Dona sambil mengetuk-ngetuk pintu.
Tetapi tidak ada jawaban sama sekali. Dona pun mencobanya kembali dan kali ini, dengan wajah panik, Tyo membuka pintunya.
"Gawat, gawat ! Mas harus segera kembali ke Jakarta !"
"Ada apa, Mas ? Apa yang gawat ?"
"Pokoknya mas harus segera kembali ke Jakarta, tadi Ratna nelpon," ucap Tyo tanpa penjelasan lebih lanjut.
Dona merasakan ada sesuatu yang disembunyikan Tyo, tetapi Dona memilih untuk tidak menanyakannya. Di pagi harinya, Tyo telah bersiap untuk kembali ke Jakarta guna mengurus kegawatdaruratan yang terjadi di tempat kerjanya, sekaligus untuk mengurus surat pengunduran dirinya.
"Mas ke Jakarta dulu ya, sekalian untuk ngurus proses resign, in syaa Allah nggak lama, setelah itu langsung kembali lagi kesini."
"Sekalian bawa barang yang ada di kontrakan, kemarin aku lupa, ada buku-buku sama mainan anak-anak," Dona mengingatkan.
"Iya, in syaa Allah nanti dibawain," ucap Tyo penuh senyum.
"Aku anter ke Bandara, sekalian jemput Zalfa, ya," ucap Dona.
"Iya, makasih Sayang."
"Sama-sama, Mas."
Setelah berpamitan dengan kedua orang tua Dona, mereka pun segera menjemput Zalfa di TK yang tak jauh dari tempat tinggal mereka sebelum menuju Bandara Adisutjipto.
Sesampainya di bandara, tibalah saat untuk berpisah kembali. Tyo pun memeluk Zalfa dan mencium kedua pipinya.
"Ayah ke Jakarta dulu ya, Zalfa baik-baik di rumah sama ibu dan mbak ya," pamit Tyo.
"Ayah kapan pulangnya?" tanya Zalfa penuh harap.
"Insyaallah secepatnya, ayah belum tahu kapan bisa pulangnya, tergantung kerjaan ayah di Jakarta. Zalfa do'ain ayah ya, biar urusan ayah di Jakarta bisa cepat selesai."
"Iya, Yah. Nanti aku do'ain biar ayah cepat pulang ke sini lagi."
"Makasih ya, Sayang."
Setelah selesai berpamitan dengan putrinya, Tyo beralih ke Dona. Ia menggenggam erat kedua tangan Dona dengan wajah yang menunjukkan keengganan hatinya untuk berpisah.
"Yang maafin, Mas harus kembali ke Jakarta. Do'ain Mas yaa. Makasih sudah mau nunggu, Mas," ucap Tyo sambil memeluk erat dan mencium pipi Dona.
"Iya Mas, fii amanillah," ucap Dona yang juga merasa berat untuk melepas kepergian Tyo.
Setelah beberapa saat berpelukan, Tyo dan Dona sama-sama melepaskan pelukannya.
Dona kemudian mencium tangan Tyo, kemudian keduanya pun berpisah.Dona pun kembali melajukan kendaraan milik ayahnya itu untuk kembali ke rumah.
"Bu, ayah kapan pulang lagi ?" tanya Zalfa yang masih berharap untuk bersama dengan Tyo lebih lama.
"Hmm baru berangkat sudah ditanya kapan pulang. Ibu juga nggak tahu, tapi tadi ayah kan bilang nggak lama, kok. Do'ain aja urusan ayah di Jakarta cepat selesai, jadi bisa segera pulang ke Jogja, trus kumpul sama kita lagi," jawab Dona.
Tanpa terasa, dua pekan pun berlalu, tetapi Tyo belum juga kembali ke Jogja dengan alasan proses resign-nya yang membutuhkan waktu yang cukup lama.
"Maaf Yang, urusan resign butuh waktu sekitar tiga bulan, karena Mas harus mencari pengganti untuk proyek Mas," itulah alasan yang diutarakan Tyo, walaupun Dona meragukan ucapannya.
Hingga Dona mendapat telepon dari Ita, istri dari Farhan, atasan Tyo di kantor dan juga senior sewaktu kuliah dulu.
Mereka berdua sempat bertetangga selama lima tahun di Jakarta, sampai akhirnya Farhan, dipindahtugaskan ke cabang Surabaya, setahun sebelum Dona pindah ke Jogja.
"Don, Tyo belum balik dari Jakarta?" tanya Ita.
"Belum Mbak, katanya masih cari penggantinya."
"Hoo gitu, hmm kira-kira kapan baliknya?" tanya Ita lagi.
"Belum tahu, dia nggak bilang. Terakhir, katanya sekitar tiga bulan," jawab Dona.
"Hmmm gitu yaa, eh ntar ku telpon lagi yaa!" Ita pun menutup sambungannya dengan Dona.
Tetapi sekitar setengah jam kemudian, Ita kembali menghubungi Dona.
"Don, jujur nih, aku mau nanya serius."
"Ada apa, Mbak?" tanya Dona.
"Kemarin waktu Tyo ke Jogja, dia bilang cuti berapa lama?"
"Bilangnya sih dua pekan, Mbak, tapi sekarang sudah balik ke Jakarta lagi, katanya ada yang gawat di kantor sekalian buat urus resign sama beberes kontrakan," jawab Dona.
"Oo gitu, trus dia bilang nggak, kira-kira berapa lama?" tanya Ita lagi.
"Hmmm katanya sekitar tiga bulan untuk urus surat-surat sama pelimpahan proyek," jawab Dona.
"Oh gitu, eh Don, ada yang mau kamu ceritain ke aku tentang Tyo, nggak ? kenapa tiba-tiba pulang, trus kenapa kamu tiba-tiba ke Jakarta?" selidik Ita.
Dona pun membeku, ia belum siap membahas masalah ini dengan siapapun selain keluarganya.
"Don ! Dona, masih melek atau ketiduran nih?" canda Ita.
"Melek, Mbak !"
"Iya deh, back to pembahasan ya, tolong jujur, kenapa kemarin kamu ke Jakarta ?" tanya Ita lagi.
Kali ini Dona pun menjawabnya datar, "Tyo selingkuh."
Ita pun telah menduga jawabannya dan tanpa basa-basi mengajak Dona untuk ke Jakarta.
"Don, aku barusan ngobrol sama Ratna, dia minta kamu datang ke Jakarta, Pak Reynold juga mau ketemu kamu."
Ratna adalah manajer dan Pak Reynold adalah direktur utama di kantor tempat Tyo bekerja. Mendengar dua nama penting itu, Dona pun bertanya, apa gerangan yang membuatnya dipanggil untuk menemui mereka berdua.
"Ada apa, Mbak? Kok Ratna sama Pak Reynold mau ketemu aku ?"
Ita pun menarik nafasnya, kemudian membuangnya dengan kasar, "Masalah Tyo selingkuh itu sudah rahasia umum, semuanya sudah tahu."
Dona pun terkejut dengan jawaban Ita yang sama sekali tak ia sangka. "Kok bisa, Mbak ? Kok bisa semua orang tahu ?" tanya Dona tidak mengerti.
"Yang aku dengar dari Ratna, Tyo suka bawa selingkuhannya ke kantor, makanya aku nelpon dirimu."
"Astaghfirullah, jadi aku yang terakhir tahu ?!"
"Nah, kalau nggak salah sekarang dia sudah pindah kontrakan, kan dia ngontrak rumah lamanya Ratna, pekan lalu dia sudah nyerahin kuncinya. Nah, barang-barang yang kamu minta kayaknya masih di rumah itu deh, soalnya Ratna bilang ada kardus-kardus yang tulisannya buku-buku dan alat tulis," jawab Ita.
"Astaghfirullah, itu kebutuhan anak-anak buat sekolah, mereka nungguin kapan dikirim, sampai akhirnya aku beliin lagi disini, ternyata tetap nggak dikirim sampai sekarang ! Padahal janjinya mau kirim setelah sampai di Jakarta," kesal Dona.
"Makanya Don, aku mau ngajak kamu ke Jakarta lagi. Kita berdua ke Jakarta, gimana ?"
"Kita ?" tanya Dona.
"Iya, aku juga ke Jakarta, aku gemes nih !" jelas Ita.
"Hmmm sepertinya jiwa detektifnya bergejolak minta keluar nih !" canda Dona.
"Alhamdulillah, dirimu masih bisa bercanda," ucap Ita lega.
"Biar nggak stress, Mbak," jawab Dona sambil terkekeh.
"Iya, eh jadinya kapan bisa ke Jakarta? aku sih pekan depan tanggal 18-20 kosong, anak-anak biar sama ayahnya aja, Bang Farhan juga sudah ngizinin kok," ucap Ita.
Dona pun terdiam beberapa saat, sebelum memberikan jawabannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
leneva
hooo iya sama!! apakah dirimu adalah perwujudan dr tokoh dlm cerita ini?
2022-11-23
0
tinta hitam
heyy, ko ada namaku juga di sana, apakah aku artis ??🤭🤭🤭
2022-11-23
1
leneva
sangkyuuu
2022-04-14
0