Aoi mengantarkan Larisa pulang menaiki busway, di sepanjang perjalanan Larisa tertidur nyenyak dipundak Aoi sampai tiba di halte dekat rumah Larisa. Sepertinya Larisa benar-benar sangat lelah.
"Mata ashita (sampai jumpa besok)." ucap Larisa saat sampai di halte bus.
"Mata ashita. Aku akan menjemputmu besok." ucap Aoi, Ia melihat raut wajah Larisa yang murung.
"Aku akan membantumu, jangan takut aku ada bersamamu." Aoi mengusap rambut Larisa agar perasaannya tidak sedih. Kemudian ia masuk kedalam bus yang baru datang.
Beberapa saat kemudian saat bus yang dinaiki Aoi sudah agak jauh , Larisa berteriak memanggilnya.
"Aoi,......."
Aku tunggu kau besok , datanglah sangat pagi" Larisa berteriak sambil melambaikan tangan. Aoi menoleh ke arah Larisa membalas lambaian tangan sambil tersenyum.
Aoi merebahkan tubuhnya ke ranjang kamar tidurnya. Ia melihat album foto disebah nakas tempat tidurnya.
"Aku menemukannya." gumam Aoi saat melihat foto masa kecilnya di pigora.
Ponselnya berdering dan segera ia menjawabnya.
"Ya." jawab Aoi.
"Apa kau sudah makan malam." tanya ibunya di telepon.
"Hum, tidak usah khawatirkan aku."
"Minggu depan ayahmu akan kesana, apa kau perlu sesuatu untuk dibawakan?"
"Kurasa tak perlu."
"Baiklah. Jaga diri baik-baik." ucap ibunya lalu mematikan panggilannya.
Aoi tinggal seorang diri, kedua orang tuanya berada di Tokyo. Sebenarnya ia dan ibunya memiliki hubungan yang tak begitu baik. Tapi ibunya selalu memastikan bahwa dirinya baik-baik saja, itupun karena ayahnya yang menyuruhnya.
Baru saat ia akan ganti baju dan tidur tiba-tiba bel pintunya berbunyi.
"Maira?" pekik Aoi saat membuka pintu rumahnya. Ia menyuruh Maira masuk keruang tamu.
"Apa yang membawamu malam-malam kemari?" tanya Aoi sambil menuangkan air untuk Maira.
"Kau membolos dengan Larisa?" ucap Maira dengan penuh tekanan.
"Oh, aku hanya menghiburnya sebentar. Aku rasa aku tahu siapa yang mengunggah video Larisa ke News Mesagge."
"Apa maksudmu?" Maira mulai terlihat gugup saat mendengar ucapan Aoi.
"Bukankah kau berteman baik dengan Larisa? Mengapa kau tega melakukan?"
"Kau menuduhku?" Teriak Maira.
"Daripada menuduh aku lebih suka menebak." ucap Aoi dengan senyum sinisnya.
Maira yang tidak tahan dengan sergapan kata-kata langsung memutuskan untuk pulang.
"watashi wa Aoi ga suki (aku menyukaimu Aoi)." ucap Maira pada akhirnya, ia memberikan sekotak hadiah pada Aoi.
"Gomenne (maaf)."
"Aku sudah tahu bahwa akan ditolak." ucap Maira melemah meskipun tahu jika perasaannya akan ditolak Aoi tapi Maira lebih suka mengatakannya.
"Orang yang kau sukai adalah Larisa kan?" ucap Maira dengan menghapus air matanya.
"Bicara omong kosong apa kau ini."
"Kau tak bisa membohongiku, tapi aku tidak akan menyerah sampai kau menerimaku. Akan ku pastikan kau tidak akan pernah bersama dengan Larisa." Maira membuang sekotak hadiahnya lalu pergi meninggalkan Aoi setelah mengatakan semuanya.
Aoi hanya terdiam melihat kepergian Maira, ia seakan tak peduli dengan ancaman Maira. Memang ia selalu memperhatikan Larisa selama di sekolah.
"Aku bisa menjawabnya." ucap Larisa dengan mengangkat tangan saat gurunya memberi soal matematika.
"Emm oishi... Tidak sia-sia aku berjam-jam mengantre." Larisa memasukkan burger ke mulutnya.
"Ahhh soda memang sangat menyegarkan." ucap Larisa setelah meneguk minumannya.
Semua kelakuan Larisa yang Aoi perhatikan perlahan melintas di kepalanya. Ia memang tidak bisa menyangkal perkataan Maira, dan baru pertama kali juga Aoi menyukai seseorang.
Ia menyukai gadis itu karena Larisa tidak pernah mudah menyerah.
Keesokan harinya Aoi datang ke halte bus sebelum matahari terbit, meskipun arah kesekolah tidak sama tapi ia sudah berjanji akan menjemput Larisa.
"Apa kau sudah lama menungguku?" tanya Larisa saat melihat Aoi membaca buku dan menunggunya di halte bus.
"Emm entahlah, aku naik bus pertama." jawabnya dengan santai.
"Maaf karena menjemput ku kau harus bangun sangat pagi."
"Untukmu." Aoi menyerahkan sekotak hadiah untuk Larisa.
"Eh apa ini?"
"Buka sajalah."
"Wahhh Kirei (cantik), tapi aku tidak pernah memakai jepit rambut. Apakah terlihat aneh?" tanya Larisa sambil memakai jepit rambut hadiah dari Aoi.
"Kirei (cantik)." ucap Aoi dengan tersenyum, melihat Larisa tertawa bahagia seakan ada kehangatan yang menyelimutinya.
"Iya jepit rambutnya memang sangat cantik. Ayo pergi Aoi aku." Larisa langsung menarik lengan jaket Aoi untuk masuk kedalam bus yang baru tiba.
Karena kondisi bus masih sepi mereka berdua duduk tepisah, Larisa begitu bahagia saat naik bus. Memang Larisa sangat jarang naik bus karena ia juga tidak punya kartu akses. Dan uang sakunya tidak memungkinkan untuk membayar ongkos.
"Hey Larisa, apa kau tak pernah naik bus?" tanya Aoi dari kejahuan.
"Tidak juga, aku naik bus saat berpergian jauh dengan ayahku." Jawab Larisa tanpa menoleh ke arah Aoi.
"Doshite (kenapa)? Padahal jarak rumahmu ke sekolah sangat jauh."
"Ayahku sudah bekerja sangat keras, aku tak ingin dia terlalu lelah hanya untuk menambah uang sakuku." Jawaban Larisa membuat Aoi iba, karena selama ini ia tak pernah memikirkan ayahnya. Walaupun Aoi tahu bahwa ayahnya mempunyai sakit yang serius.
"Gomenne (maaf)." ucap Aoi sangat pelan bahkan Larisa tidak bisa mendengarnya.
"Aoi kita sudah sampai halte."
"Hum ayo kita turun." ucap Aoi dan mengajak Larisa turun dari bus. Lalu mereka berjalan menuju sekolahan yang tak begitu jauh dari halte.
"Hey Aoi lihatlah daun-daun mulai berjatuhan, sepertinya musim gugur akan segera tiba." Ucap Larisa dengan berlarian kecil mengejar langkah Aoi.
"Apa kau menyukai musim gugur?"
"Em tidak juga, hanya saja udara dingin tidak membuatku berkeringat saat mengayuh sepeda." Jawaban dari Larisa membuat Aoi tertawa. "Eh kenapa kau tertawa apakah itu lucu?"
"Tidak." Aoi langsung mempercepat langkah kakinya untuk menghindari serangan pertanyaan dari Larisa.
"Aoi... tunggu aku, kenapa sih kau selalu jalan lebih cepat." Larisa mulai berlari mengejar langkah Aoi. Memang kaki Aoi yang panjang menjadikan Larisa kewalahan saat berjalan bersamanya.
Pelajaran pertama sudah dimulai dan semua siswa mengikuti dengan baik hingga akhirnya jam istirahat sudah tiba.
"Larisa, ayo kita ke kantin." Ajak Hanabi menghampirinya.
"Oh iya." Jawab Larisa membereskan alat tulisnya, tapi saat ia menghampiri Maira, dirinya malah diabaikan. Maira pergi begitu saja tanpa mempedulikan Larisa.
"Hey apa kau berkelahi dengan Maira?" Tanya Hanabi penasaran.
"Tidak juga, hanya saja aku tidak bicara dengan Maira belakangan ini." Jawab Larisa.
"Yang menyirammu kemarin bukankah dia kakak tiri Maira."
"Aku rasa itu tak ada hubungannya dengan Maira, dia dan kakaknya juga tidak terlihat akur. Ayo Hanabi aku sudah sangat lapar." Ajak Larisa karena ia tak ingin membicarakan sahabatnya. Memang semenjak kejadian itu Maira tak pernah berbicara atau datang padanya.
"Hey Larisa aku melihatmu berangkat bersama dengan anak baru, apa kau pacaran dengannya." Runa yang baru datang langsung mengatakan hal yang sangat mengejutkan. Tentu saja Maira yang duduk tak jauh dari Larisa mendengarnya.
"HAH apa-apaan kau ini. Datang langsung mengacau." Larisa berusahan menampik ucapan Runa.
"Mengaku sajalah, aku melihatmu turun dari bus berdua."
"BERISIK." teriak Larisa dan Runa menertawakannya.
Aoi dan beberapa temannya ternyata mendengar percakapan para gadis yang tak jauh dari tempat duduknya.
"Hey Aoi apa kau dekat dengan Larisa?" tanya Dimas salah satu temannya.
"Tidak juga, aku hanya kebetulan saja." jawab Aoi dengan santai.
"Kalau begitu saat membolos yang sama, apakah itu juga kebetulan?" tanya Shinosuke.
"Sepertinya begitu."
"Kebohonganmu sangat klasik." Shinosuke yang sangat geram langsung menggelitik kepala Aoi.
"Ittai...ittai (sakit). Hentikan kawan." Aoi meringis kesakitan karena Shinosuke dan Dimas menggelitiknya dengan keras.
Saat jam pelajaran dimulai kembali, Aoi masih mencuri pandangan kearah Larisa. Tapi tindakan Aoi dilihat oleh Maira, bahkan tidak hanya Maira. Dimas teman sebangkunya juga memperhatikan Aoi, terlihat bahwa tatapan Dimas agak kurang suka.
"Konsentrasilah pada pelajaran." ucap Dimas dengan menyenggol bahu Aoi.
"Gomenne (maaf)." balas Aoi lalu kembali memperhatikan pelajaran sastra.
Bel pulang sekolah sudah berbunyi, menandakan aktivitas belajar sudah selesai. Aoi langsung menghampiri Larisa yang sedang membereskan alat tulisnya.
"Ayo pulang." ajak Aoi.
"Hem ayo." balas Larisa dan tersenyum pada Aoi.
"Hey Aoi, ayo main futsal. Teman-teman sudah menunggu di lapangan." Teriak Dimas dan melemparkan bola kearah Aoi.
"Maaf, hari ini aku tidak bisa." Aoi berjalan kearah Dimas dan memberikan bola yang ia tangkap.
"Kenapa tak bisa ? Aoi, bukankah kau tinggal sendiri." ucap Dimas dengan nada kesal karena ajakannya di tolak oleh Aoi.
"Sudah ku katakan hari ini aku tidak bisa, Ashita (besok) aku akan main futsal. Jaa mata (sampai jumpa)." ucap Aoi lalu pergi mengejar Larisa yang sudah berjalan jauh.
Sementara Dimas hanya tersenyum sinis memandangi punggung Aoi yang berjalan semakin menjauh, ia juga melihat bahwa Aoi menghampiri Larisa dan berjalan bersama.
"Aoi, apakah tidak apa-apa kau mengantarku pulang kerumah?" tanya Larisa yang berjalan.
"Memangnya kau berani pulang sendiri?" Aoi mulai mengejek Larisa dan tertawa kecil.
"Bukan begitu, kau pikir aku anak kecil. Maksudku, rumahmu dan rumahku sangat berlawanan arah. Aku tidak enak jika merepotkanmu." ucap Larisa dan menunduk, karena semenjak kejadian itu ia bisa dekat dengan Aoi serta sangat merepotkannya.
"Siapa bilang aku mengantarmu. Aku ingin bermain kerumahmu." ucap Aoi lalu tersenyum pada Larisa.
*"Jangan tersenyum seperti itu, aku merasa tubuhku terasa tersengat listrik karena melihatmu tersenyum seperti itu." ucap Larisa dalam hati.
"Hey cepatlah bus nya akan tiba sebentar lagi." Aoi membuyarkan lamunan Larisa yang dari tadi masih berdiri.
"Cotto matte kudasai (tolong tunggu sebentar)." Larisa mengejar Aoi yang sudah jauh di depannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments