Pagi sekali, Anisa sudah berangkat ke sekolah seperti biasa. Ibu dan Alea akan berangkat dengan pak Ojak, tukang ojek kepercayaan Anisa.
Bu Ratna memasukan bekal untuk Lea kedalam tas. Meski sibuk, Anisa masih sempat menyiapkan bekal makan siang untuk Alea bawa ke sekolah. Lea hanya perlu mandi dan bersiap. Baju seragam dan peralatannya pun sudah Anisa siapkan dari semalam. Dibantu sang nenek, Alea bersiap mengenakan seragam sekolahnya. Pagi ini mood bocah kecil itu sangat bagus. Dia terlihat lebih ceria pagi ini.
Bahkan bibir kecilnya terus menyenandungkan sebuah lagu yang baru ia hafalkan di sekolahnya.
" Pagiku cerahku
Matahari bersinar
Kugendong tas merahku di pundak
Selamat pagi semua
Kunantikan dirimu
Di depan kelasmu
Menantikan kami
Guruku tersayang
Guru tercinta
Tanpamu apa jadinya aku
Tak bisa baca tulis
Mengerti banyak hal
Guruku terimakasihku
Nyatanya diriku
Kadang buatmu marah
Namun segala maaf
Kau berikan "
Bu Ratna tersenyum senang melihat keceriaan Alea pagi ini. Tingkahnya begitu menggemaskan sekali.
"Lea sayang, ayok berangkat. Pak ojak sudah datang. Nanti kita terlambat" Bu Ratna menenteng tas juga bekal Alea sambil menggandeng sang cucu.
Tanpa penolakan dan drama, Alea pun menuruti permintaan sang nenek.
"Ayo nek"
Lea berjalan sambil terus menyenandungkan lagu tadi. Di depan, pak ojak pun ikut tersenyum. Melihat Alea yang begitu semangat dan ceria.
"Non, Lea pintar sekali, ya" puji pak Ojak pada Lea.
"Iya, pak Ojak. Mungkin hatinya sedang sangat senang" kekeh Bu Ratna.
Motor yang di kendarai pak ojak melaju dengan pelan dan hati hati. Sampai di depan gerbang rumah Ara, ada mobil sedan hitam mewah keluar dari rumah besar itu. Bu Ratna meminta pak Ojak untuk berhenti sebentar. Sejak kemarin Bu Ratna ingin menemui tetangga sebelah, untuk meminta maaf atas kejadian yang menimpa Ara.
Bu Ratna berdiri, menghadang mobil yang akan keluar dari rumah besar itu. Kemudian mobil itu pun berhenti. Radit turun dari dalam mobilnya dan melihat dengan heran pada wanita paruh baya yang menggandeng anak kecil dan berdiri menghalangi mobilnya.
Radit mendekat, kemudian mengamati wajah Bu Ratna dengan seksama. Memorinya ia gali kembali. Sepertinya ia sangat mengenal sosok wanita itu. Tidak salah, dia memang orang yang ia kenali. Sosoknya tidak banyak berubah, hanya beberapa garis tua yang mulai nampak.
"Assalamualaikum, nak. Maaf mengganggu, Apa anda papinya Ara" tanya Bu Ratna sopan.
"Wanglaikumsalam...., Bu Ratna, ini Bu Ratna, kan? Saya Raditya, bu" Radit tersenyum senang, kembali bertemu dengan wanita ini. Bagi Radit, dia adalah ibu keduanya setelah mama Arini.
Bu Ratna tertegun memperhatikan Radit. Ia kebingungan melihat sosok di depannya terlihat sangat akrab menyapa. Bu Ratna memperhatikan lagi Radit dan mencoba mengingat sosok ini.
"Iya saya Ratna, Radit siapa, ya? maaf ibu lupa. Mungkin karena ibu sudah tua" Bu Ratna tetap tidak bisa mengingat.
"Bu, saya Radit. Dulu saya pernah kost di rumah ibu waktu kuliah di jogya"
" Radit, putranya Arini?" Tanya Bu Ratna ragu. Karena hanya satu orang yang pernah kost di rumahnya yaitu Radit Wijaya, putra sahabatnya, Arini. Itu pun bukan kos. Arini menitipkan putranya pada Ratna saat kuliah di Jogya.
" Iya Bu, saya Radit putra Arini" tanpa sungkan Radit memeluk Bu Ratna. Ia sepertinya sangat rindu.
Bu Ratna semakin sungkan. Teryata tetangga sebelahnya adalah Radit putra dari teman bermainnya di kampung dulu.
"Nak Radit, maafkan ibu. Sebenarnya ibu ingin meminta maaf"
"Kenapa, Bu. Kita baru saja ketemu. Ibu tidak punya salah apa apa. Ibu tinggal di mana sekarang? biar saya antar" ucap Radit.
"Ibu tinggal di sebelah. Maaf untuk kejadian yang menimpa Ara. Ara jadi sakit gara gara kami tidak mengawasinya"
Radit terperanjat dengan pengakuan Bu Ratna. Ia tidak menyangka kalau sudah bertindak kasar pada keluarga Bu Ratna.
"Jadi ibu, yang tinggal di rumah sebelah?"Ucap Radit salah tingkah.
" Iya, nak Radit. Ibu benar benar minta maaf" Lirih Bu Ratna sendu.
" Ara sudah baikan, Bu. Sudah, jangan di pikirkan lagi. Sekarang ibu mau ke mana, dan ini anak siapa? Cantik sekali, Bu"
" Ibu mau mengantar cucu ibu, sekolah. Ini Alea, anaknya Anisa. Nak Radit masih ingat kan, dengan Anisa?"
" Anisa...anak kecil yang cengeng itu sudah punya anak? Dimana dia sekarang, Bu?"
"Nak, Radit tidak bertemu Anisa kemarin? Dia yang mengantar Ara ke rumah sakit"
"Jadi perempuan itu, Anisa. Kami tidak sempat berkenalan, Bu"
Radit tertawa mengingat Anisa kecil yang dulu sangat cengeng, sudah mempunyai anak. Anisa sudah jauh berubah, bukan lagi gadis kecil yang suka menangis. Dia sudah menjelma jadi wanita yang cantik. Radit harus mengakui itu. Sejak pertama bertemu beberapa bulan lalu saat mereka bertabrakan. Radit merekam dengan jelas paras ayu nya di memori otaknya.
" Saya tidak mengenalinya lagi, Bu. Anak cengeng itu sudah punya putri yang seumuran dengan Ara, teryata''
"Iya nak Radit. Kalau begitu ibu permisi dulu, sudah siang. sekali lagi, ibu minta maaf"
"Iya, Bu. Sama sama. Nanti saya beri tahu mama. Dia pasti akan sangat senang bertemu, ibu"
"Ah, iya. Sampaikan salam ibu untuk Arini"
"Nanti saya sampaikan, bu'
"Lea, salim dulu sama om Radit" pinta Bu Ratna pada cucunya. Dengan patuh Lea pun mengikuti perintah sang nenek.
"Assalamualaikum, om Radit"
"Wangalaikumsalam, Lea. Hati hati di jalan"
Bu Ratna meninggalkan Radit yang masih menatapnya tidak percaya. Bu Ratna menaiki ojek yang di kendarai pak ojak hingga menghilang.
Radit tersenyum simpul, teryata dunia begitu sempit. Pantas saja ketika bertemu Anisa dia bisa sangat terkesan dengan wajahnya. Teryata Anisa adalah gadis kecilnya yang dulu sangat cengeng. Bahkan sampai sekarang Anisa masih hobi menangis terbukti di dua kali pertemuan, Radit selalu melihat Anisa yang berlinang Air mata.
***
Anisa baru saja selesai mengajar les di ruang garasi yang ia sulap jadi tempat belajar yang nyaman. Alea yang mulai manja ingin dimandikan oleh bundanya. Anisa menyadari betul, sebagian besar waktunya memang hampir habis untuk bekerja dan mencari tambahan.
Apakah Anisa egois ? Mungkin iya, karena ia tidak mau sama sekalia menerima batuan dari mantan suaminya. Anisa ingin berusaha dengan tangannya sendiri untuk membesarkan Alea.
Dia wanita yang naif. Sekarang yang menikmati kekayaan Fatah adalah Gina. Wanita yang tiba tiba saja datang dan memporak porandakan rumah tangganya. Bukan hanya salah Gina tapi juga Fatah mungkin juga ada andil kesalahan dirinya yang terlalu percaya pada Fatah.
Anisa memejamkan matanya sebentar membuang lelah di badannya. Ia berbaring di ranjang setelah ia menunaikan sholat Ashar dan memandikan putri kecilnya.
" Nisa" sayup terdengar suara ibu memanggil. Anisa segera bangun dari tidurnya.
"Ya Bu"
Nisa mengenakan daster panjang dan kerudung instan merah muda. Ia berjalan menuju ruang tamu di mana ibunya berada. Sedikit terkejut melihat Ara dan Wanita seusia ibu ada di ruang tamu.
"Nisa kemari, nak " Suara ibu meminta Nisa untuk duduk
Begitu melihat Anisa, Ara langsung memeluk. Ara terlihat sangat merindukan Anisa. Sudah beberapa hari sejak sakit, mereka belum bertemu lagi. Anisa membalas pelukan Ara.
"Bunda, kenapa tidak menjenguk Ara? Ara kangen sama bunda "
"Maaf, ya Ara. Tante harus mengajar" ucap Anisa lembut. "Ara sudah sembuh?"
"Ara sudah sehat, bunda. Mau main lagi sama Lea"
Ara masih berada di pangkuan, Anisa. Anak itu sepertinya enggan untuk berpisah lagi. Namun suara Alea yang mengajak Ara keluar rumah, membuat Ara teralihkan fokus. Ara mengikuti Alea ke depan rumah di dampingi bik Siti.
Di ruang tamu hanya tersisa, ibu, Anisa dan wanita paruh baya yang seumuran dengan Bu Ratna.
" Nisa, kamu ingat Tante Arini? teman ibu, waktu kita masih di Jogya?" Ujar ibu mengenalkan Wanita yang duduk di depan Anisa.
Nisa menggeleng lemah tentu saja dia tidak ingat. Waktu itu Nisa masih kecil dan hanya bertemu sepintas saja.
"Kita hanya beberapa kali bertemu, Nis. Tentu kamu Lupa. Tapi kalau Radit pasti kamu ingat, kan?" Ucap mama Arini pada Anisa.
Anisa terkesiap, saat Tante Arini mengingatkannya pada nama Radit. pria masa kecilnya yang begitu baik dan manis. Tentu Anisa tidak akan lupa dengan pria itu.
"Mas Radit, Nisa ingat. Dia pernah tinggal dengan kita di Jogya, iya kan, Bu?" Tanya Anisa pada ibunya.
"Nisa sudah dewasa ya, Ratna. Terakhir kali kita ketemu waktu menjemput Radit pulang ke Jakarta. Nisa masih SD" Arini terkekeh ia menatap intens Anisa yang menunduk. "Aku senang, kita kembali bertemu. Tapi aku tidak menyangka, Mak Arif sudah pergi mendahului kita"
Arif adalah nama ayah Anisa yang sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Anisa berdiri dan meminta ijin untuk pergi ke dapur. Ia ingin membuat secangkir teh untuk tamu ibunya. Setelah Anisa pergi, Bu Ratna dan Arini kembali meneruskan nostalgia mereka
"Sebenarnya aku masih merasa sungkan dengan kejadian Ara. Sekali lagi, Kami minta maaf" ujar Bu Ratna
" Sudahlah Ratna, aku senang sekali waktu Radit cerita kamu jadi tetangganya. Sampai sampai aku tidak sabar ingin bertemu"
Arini dan Ratna dahulunya sangat akrab. Mereka bersahabat dari kecil. Namun setelah menikahi Wijaya, Arini pindah dan menetap di Jakarta.
Mereka kembali bertemu saat menitipkan Radit yang hendak kuliah di kota Jogya. Beberapa bulan sekali Arini datang menjenguk putranya. Dan mereka kembali berpisah setelah Radit lulus kuliah.
Mereka kehilangan kontak, saat suami Ratna dipindah tugaskan ke kota lain. Sampai mereka menetap di Jakarta.
"Tante, teh nya, mumpung masih hangat'' Anisa datang dengan napan berisi dua cangkir teh hangat dan setoples camilan buatan ibunya.
"Terima kasih, Nis. Ini pasti camilan buatan ibu mu, kan?" Arini terkekeh ia sangat mengenal sahabatnya yang memiliki hobi sibuk di dapur.
"Iya, Tante"
"Ara sepertinya sangat menyukaimu, Nis. Dia sampai memanggilmu bunda"
"Iya, Tante. Padahal kita belum lama kenal. Mungkin Ara meniru Alea yang selalu memanggil saya bunda" ucap Anisa sambil duduk kembali.
"Mami Ara sudah meninggal, Nis. Mungkin ia sedang merindukan maminya"
"Maaf, saya tidak tau kalau Ara tidak punya Mami lagi'
Anisa sangat terkejut mengetahui Ara sudah tidak memiliki ibu lagi. Pantas saja Ara sangat manja pada dirinya.
"Tolong biarkan Ara memanggilmu, bunda. Mungkin itu bisa sedikit mengobati kerinduan Ara pada maminya "
"Iya Tante "
"Kamu mengajar di mana, Nis ?"
" Di SMA Garuda, Tante"
"Wah kamu mengikuti jejak mas Arif, Nis"
" Iya Tante, dari kecil saya sangat bangga pada Ayah "
Tiba tiba saja Ara masuk ke dalam rumah. Ia menarik - narik tangan Anisa agar mengikutinya ke teras depan. Anisa pun menuruti keinginan Ara.
Ratna dan Arini kembali meneruskan obrolan mereka. Bercerita masa masa mereka sekolah dan bermain bersama.Terkadang terdengar gelak tawa keduanya.
"Cucumu baru satu, Rat?"
"Iya, Rin. Kamu berapa?"
"Aku sudah tiga. Dari Radit satu dan Dari Sinta putriku aku punya dua. Tidak terasa kita sudak menjadi nenek. Hanya saja aku masih menghawatirkan putraku Radit. Dia belum mau berumah tangga lagi, sejak kepergian istrinya "
"Nasib orang tidak ada yang tau, Rin. Kita doakan saja"
"Ayah Alea kerja di mana?"
" Ayah Alea punya usaha kecil kecilan di bidang properti . Tapi ...."
"Kenapa, Rat?"
" Aku sebenarnya malu, Rin. Putriku baru saja bercerai dari suaminya. Anisa memergoki sendiri suaminya sedang berselingkuh"
"Anisa janda? Ehm....maaf, Rat"
"Emhn....begitulah"
"Rat, nasib kita sama." Arini menggenggam erat tangan Ratna "Kalau ada jodohnya, Aku mau Anisa jadi menantuku, menjadi ibu sambung dari Ara "
"Rin, jangan terlalu jauh. Kita memang sudah saling mengenal, bahkan dari kecil. Tapi anak anak kita, tidak. Anisa baru saja terluka, dia butuh waktu untuk menyembuhkan dirinnya"
" Kita berdoa saja, Ratna. Semoga mereka berjodoh "
Kemudian keduanya tertawa. Ratna dan Arini. Menertawakan nasib putra putri mereka.
" Aku tidak banyak berharap, Rin. Aku hanya menginginkan pria yang bisa menjaga putriku, itu saja. Karena tidak bisa selamanya aku terus menjaganya''
"Ratna, Putrimu sangat cantik dan baik hati. Lihat, dia begitu tulus dengan cucuku. Aku juga akan tenang, jika Ara mempunyai ibu sebaik Anisa" Tukas Arini sembari memperhatikan interaksi antara Anisa, Lea dan Ara yang sedang bermain di teras depan
Ratna hanya tersenyum mendengar Arini yang bersemangat. Ingin agar anak anak mereka berjodoh. Ratna hanya berharap siapapun pria yang kelak di samping Anisa, adalah pria yang setia dan bisa membahagiakan putrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Is Wanthi
👍👍👍,janda ketemu duda cocok
2022-09-08
0
Is Wanthi
bahagia di atas kenangan,
2022-09-08
0
Nanik Purnomo
💪💪💪🙏
2021-04-20
1