Hari ini Anisa disibukan dengan menata rumah barunya. Sengaja Anisa memesan seluruh perabotan untuk rumah barunya. Dia tidak ingin menggunakan barang barang dari rumah lama. Kenangan bersama Fatah terlalu menyakitkan untuk di ingat. Anisa sudah bertekad untuk memulai lembaran hidup barunya.
Anisa memberi pengarahan pada beberapa kurir yang mengantar perabot pesanannya. Dari tempat tidur hingga barang barang dapur. Ia tersenyum puas saat semuanya sudah tertata rapi.
Di teras depan Anisa juga menata beberapa pot bunga hidup untuk membuat suasana rumahnya lebih cantik dan asri. Perasaannya begitu lepas saat menatap masa depan yang akan ia lalui. Tidak terlalu buruk, menjanda saat usianya masih muda dengan bonus Putri kecil yang begitu menggemaskan. Tentang Alea, sedari tadi putrinya asih bermain di dalam rumah berasa ibu.
Anisa mendengar langkah kecil yang menghampirinya. Dia menoleh, Alea dengan wajah manja menghampirinya.
"Bunda, Lea ngantuk"
"Mau bobok?" Anisa merangkul tubuh mungil Lea lalu menggendongnya.
Mereka masuk ke dalam rumah. Saat melihat ke arah jam dinding, Anisa terkejut. Dia terlalu asik menata rumah sampai lupa waktu.
Anisa merebahkan tubuhnya di samping Alea, tangannya mengusap usap pucuk kepala Alea.
"Lea suka kamar baru kita?" Tanya Anisa pada putrinya. Lea kembali membuka mata kemudian mengangguk
"Suka, tapi kapan ayah pulang?" Bocah kecil itu sudah mulai merindukan sang Ayah rupanya.
Anisa terdiam dengan pertanyaan Alea. Dia harus menjawab apa. Dengan terpaksa Anisa harus berbohong.
"Ayah sedang keluar kota, Lea. Mungkin masih lama. Apa Lea mau telepon, Ayah ?"
"Lea ngantuk, nanti saja" mata Lea kembali terkatup. Rasa kantuk sudah menguasai bocah itu. Ada rasa lega saat Alea berhenti bertanya tentang ayahnya.
Tidak butuh waktu yang lama, Alea sudah terlelap dengan damai. Wajahnya yang putih bersih semakin terlihat cantik. Lea memiliki sebagian besar wajah Anisa. Hanya bagian matanya yang sangat mirip dengan Fatah. Sebelum meninggalkan Alea yang sudah terlelap, Anisa mengecup kening putrinya penuh kasih.
"Maafkan bunda ya, Lea. Bunda tidak bisa memberimu keluarga utuh. Bunda tidak punya pilihan lain. Bunda harap, suatu saat kamu bisa mengerti, Lea. Semoga kamu bisa bahagia meski hanya bersama bunda" Bisik hati Anisa sambil menatap sendu.
Anisa menuju dapur membantu ibu yang sedang menyiapkan makan siang.
"Bu, biar Nisa saja yang meneruskan masaknya"
"Tidak usah, Nis. Ini sudah matang semua. Kamu siapkan saja di meja makan. Ibu mau solat dulu"
"Iya, Bu"
Anisa membawa beberapa lauk yang sudah matang dan menyajikannya di meja makan. Perutnya mulai terasa lapar setelah mencium aroma masakan yang dibuat oleh ibu.
Memasak adalah keahlian ibu yang belum bisa Anisa tandingi. Apapun yang diolah oleh ibu pasti akan terasa lezat. Tidak kalah dengan chef handal di restoran bintang. Sedari muda, memang ibu sangat senang berada di dapur. Sedangkan Anisa hanya sesekali memasak, itupun jika ada waktu luang.
Selesai solat, ibu menghampiri Nisa di meja makan. Keduanya makan siang bersama tanpa menunggu Alea bangun. Tadi sebelum mengantuk, ibu sudah membuatkan menu simpel kesukaan Alea. Udang goreng tepung.
"Bu, Senin besok Nisa harus berangkat pagi sekali. Jadi Nisa tidak bisa mengantar ibu dan Lea ke sekolah" ucap Anisa membuka obrolannya sembari makan siang.
"Apa ada angkutan umum yang lewat sini, Nis?"
"Ibu tenang saja, Nisa sudah minta pak ojak untuk mengantar jemput ibu dan Lea"
"Ya sudah kalau begitu"
"Maaf ya Bu, Nisa selalu merepotkan ibu" ada rasa tidak nyaman selalu membuat ibu kerepotan seperti ini. Anisa sadar, Alea adalah tanggung jawabnya. Tapi mau bagaimana lagi. Ia hanya memiliki ibu saat ini.
"Sudah, Nis. Ibu tidak merasa direpotkan. Ibu cuma punya kamu dan Lea. Kita harus saling menguatkan. Ibu yakin semua yang terjadi pasti ada hikmahnya. Iklas, kita jalani saja"
Wejangan dari ibu lah yang selalu memberi Anisa kekuatan. Selesai makan, Anisa segera membawa piring piring yang kotor ke dapur dan mencucinya.
Anisa dan ibu keluar dari rumah. Mereka memeriksa halaman yang cukup luas. Sayangnya banyak tanaman yang sudah tidak terawat di sana. Dengan dibantu ibu, Anisa mulai menyikirkan tanaman tanaman yang sudah mati,
Ketika sedang asik membereskan taman depan rumahnya. Anisa melihat ke arah pohon jambu biji yang membatasi rumahnya dan juga rumah besar di sampingnya. Ada sesuatu yang bergerak di balik dedaunan itu. Anisa menajamkan penglihatannya. Seperti ada seseorang yang sedang bersembunyi di sana.
"Hai, kamu siapa? ayo turun, bahaya di situ. Kamu bisa jatuh" Anisa melihat anak kecil sedang berada di dahan pohon jambu biji.
Anak kecil itu hanya tersenyum sambil menjulurkan lidahnya, seolah sedang mengejek Anisa. Dengan santainya bocah itu duduk sambil mengayunkan kaki.
Anisa tersenyum melihat kebandelan anak itu. Sebagai seorang guru, ia sangat paham dengan karakter karakter anak. Bocah kecil
Yang ada di atas pohon itu, tipe pencari perhatian. Ia akan semakin bertingkah untuk memancing perhatian dari orang lain.
"Ayo turun, Tante bantu" Anisa membujuk penuh kelembutan. Ia mengulurkan tangannya. Anak yang berada di atas pohon itu menatap Anisa. Sepertinya bocah itu mulai terpengaruh dengan sikap keibuan Anisa.
" Tante gendong, mau?" Kembali Anisa membujuk.
Anak kecil itu diam dan menutup mulutnya dengan satu jari. Memberi tanda agar Anisa jangan berisik. Mimik wajah anak itu seolah sedang menimbang nimbang antara mau turun atau tetap di atas pohon.
"Baiklah kalau tidak mau turun, Tante pergi" Anisa mulai mengancam.
" Bundaaa ....." Teriakan Alea dari dalam rumah.
Rupanya Alea sudah terbangun dari tidur siangnya. Alea kemudian menghambur pada sang bunda dan disambut Anisa dengan pelukan hangat. Anisa mengusap lembut wajah Alea yang masih kuyu.
" Sudah bangun?" Tanya Anisa pada putrinya. Alea hanya mengangguk sambil membenamkan wajahnya di dada Anisa dengan manja.
Dari Atas pohon bocah itu memperhatikan interaksi Anisa dan Alea. Terbesit rasa ingin di benak hati bocah itu. Terbukti ia terus memperhatikan Alea yang bermanja manja dengan Anisa.
"Tante, aku mau turun " Teriak anak yang ada di atas pohon
Anisa tersadar ada anak yang masih di atas pohon. Anisa menurunkan Alea dari gendongannya. Kemudian ibu mendekati Alea yang terpaksa turun dari gendongan Anisa karena harus menolong anak yang ada di atas pohon
"Ayo turun, Tante gendong'' Anisa mengulurkan tangannya. Dengan lincah anak itu melompat dan sudah berada di dalam gendongan Anisa.
Anisa terkekeh, bocah itu langsung menempel dan tidak mau turun, bahkan ia mengikuti tingkah Lea dengan menyembunyikan wajahnya di dada Anisa.
"Nama kamu siapa?"
"Ara, Tante" Anisa memperhatikan wajah bocah itu. Rambutnya dipotong pendek persis anak laki laki. Dia juga mengenakan setelan kaos dengan gambar kapten Amerika. Tapi wajahnya terlihat cantik dengan bulu mata yang lentik tapi penampilannya persis anak laki laki.
"Nama kamu Ara? Cantik seperti orangnya" puji Anisa."Sekarang turun dulu, ya" Anisa mengurai pelukannya agar anak itu mau turun.
"Aku mau digendong" Ara mengaitkan kakinya ke pinggang Anisa dan mengeratkan pelukannya. Rupanya Anisa harus lebih bersabar pada bocah kecil ini.
Melihat Anisa menggendong Ara, Alea tampak tidak suka. Wajah Alea tampak cemberut karena merasa bundanya direbut .
"Turun dulu! kenalan sama anak Tante" bujuk Anisa lagi.
Akhirnya setelah dibujuk beberapa kali, Ara menurut dan turun dari gendongan Anisa. Ia menatap Alea yang cemberut, Kemudian keduanya berkenalan, Ara mendekati Lea dan berdiri sejajar. Tiba tiba Ara menarik rambut Alea yang diikat jadi satu. Beruntung pelan tidak sampai membuat Lea menangis.
"Aku juga mau rambutnya panjang " ucap Ara. Teryata Ara tertarik memiliki rambut panjang. Anisa kembali heran. Mungkin orang tuanya memaksa gadis itu berambut pendek. Itu dugaan pertama Anisa saja.
Alea dan Ara dalam waktu singkat langsung menjadi akrab. Keduanya saling bercerita meski keduanya tampak saling berbeda karakter. Alea yang lemah lembut sedang Ara terlihat lebih dominan.
Saat sedang asik mengobrol, muncul wanita setengah baya dengan wajah panik menghampiri Ara.
"Ya ampun non Ara, bibik cariin teryata ada disini" Ucap bibik sambil mendekati Ara. Kemudian wanita itu menoleh pada Anisa dan ibu. "Eh ada tetangga baru ? Kenalkan neng, saya bik Siti pembantu rumah sebelah. Saya yang bertugas mengasuh non Ara" bik Siti mengulurkan tangannya dengan sopan.
"Saya Anisa, ini ibu saya dan itu Alea putri saya, bik. Kami baru pindah hari ini. Senang, teryata kita tetanggaan. Lea langsung punya teman" balas Anisa tidak kalah ramah pada bik Siti.
"Sudah punya anak, neng? saya kira masih kuliahan dan itu adek nya" tutur bik Siti polos. Mendengar pujian bik Siti, Anisa langsung tertawa lucu. Memang Anisa tampak semuda itu?
"Bik Siti, bisa aja. Saya sudah tua bik, dua puluh tujuh. Saya juga sudah bekerja. Saya mengajar di SMA Garuda"
"Bu gurunya muda dan cantik. Pasti muridnya pada betah. Alhamdulilah, semoga betah di sini, dan non Ara jadi punya teman sebaya. Kasian dia, neng"
"Mudah mudahan, bik. Ara umurnya berapa, bik? sepertinya sebaya dengan Alea"
"Lima tahun neng"
"Selisih satu tahun dengan Alea, Alea baru empat tahun" ucap Anisa.
Tidak terasa waktu merambat menjelang sore. Bik Siti membujuk Ara agar mau pulang. Tetapi Ara masih menolak. Gadis kecil itu malah asik bermain dengan Lea.
Anisa mengajak Alea mandi karena hari memang sudah sore.
"Lea mandi dulu, ya. Sudah sore" Lea yang memang dasarnya penurut langsung menghentikan acara bermainnya. Ia mengikuti Anisa dan Ara di tinggalkan begitu saja.
Ara pun tanpa malu malu mengikuti Alea dan Anisa masuk ke dalam rumah. Lea menggandeng tangan Anisa sebelah kiri dan Ara mengikuti menggandeng lengan Anisa yang sebelah kanan. Anisa merasa heran dengan tingkah Ara. Anak ini seolah ingin selalu meniru apa yang dilakukan Lea.
"Sebentar lagi papi pulang, non" Bik Siti mengikuti majikan kecilnya. Dia pun merasa tidak enak hati pada Anisa.
Mendengar kata papi membuat Ara menghentikan langkahnya. Ara menarik tangan Anisa.
"Tante aku mau ikut mandi" bocah itu merengek. Tatapannya penuh permohonan. Anisa merasa tidak tega. Ia harus memberi pengertian pada Ara yang kelihatannya haus akan kasih sayang.
"Dengar, Ara. Ara harus nurut sama bik Siti, ya. Besok siang, Ara bisa main lagi di sini dengan Lea dan nenek" mendengar ucapan Anisa, mata Ara berkaca kaca. Sepertinya ia tidak rela pergi dari rumah ini.
"Iya, non. Besok kita main ke sini lagi. Papi non Ara sebentar lagi pulang. Kalo papi marah, bagaimana?"
Mendengar ucapan bik Siti, Ara menghentakkan kakinya kemudian memeluk bik Siti. Bik Siti segera berpamitan pada Anisa juga ibu. Ara pulang ke rumah sebelah dengan bik Siti. Anak itu melambaikan tangannya pada Alea dan Anisa.
Anisa segera mengajak Lea mandi. Jadwalnya sudah menanti. Setiap sore Anisa akan mengantarkan putrinya mengaji di TPA yang tidak terlalu jauh dari komplek rumahnya yang sekarang.
Sebelum pindah ke tempat ini. Anisa sudah memperhitungkan semua. Dia menyadari harus bisa menangani segala sesuatunya sendiri. Resiko sebagai single parent.
"Bun, besok Lea mau ajak Ara main lagi boleh?" Tanya Ara saat sudah selesai memakai baju gamisnya.
"Boleh, dong"
"Lea mau main boneka"
"Tentu asal jangan lupa bobok siang ya, Lea kan harus pergi mengaji kalau sore"
Lea mengangguk, mengerti ucapan ibunya. Selain bermain ia punya jadwal mengaji. Lea sudah terbiasa seperti itu sejak dulu.
**
Ara berlari kecil menyambut seorang pria berbadan tegap dan penuh kharisma. Senyum Ara mengembang kemudian menghambur pada pelukan sang Ayah. Pria itu bernama Raditya .
" Papi ...." Panggil Ara sambil mengeratkan pelukannya.
"Ara sudah mandi?' tanya Radit pada putrinya. Ara mengangguk " Pantas cantik dan wangi" Radit terkekeh sembari mencium aroma wangi dari tubuh mungil yang slalu ia rindukan.
"Pi, Ara punya teman baru" Ara berceloteh sambil menggandeng tangan kokoh sang ayah.
" Oh, ya? Siapa teman baru putri papi ?" Radit menanggapi celotehan putri kecilnya .
"Alea Pi, rumahnya di sebelah" kata Ara sambil menunjuk rumah sebelah
"Hmm" Radit hanya bergumam tanda mengerti.
Keduanya berjalan masuk kedalam rumah. Radit meletakkan tas di atas meja kerjanya.
Sedang Ara terus mengekor, mengikuti Radit yang masuk ke kamarnya. Radit yang merasa lelah merebahkan dirinya di ranjang. Ara pun mengikutinya. Gadis kecil itu berbaring di samping sang Ayah. keduanya berjajar memandang langit langit kamar
" Pi, apa mami akan pulang? "
Radit terkejut dengan pertanyaan Ara. Sudah lama Ara tidak mempertanyakan keberadaan mami nya.
"Kenapa Ara bertanya tentang mami? Mami Ara sudah di surga, sayang "
"Ara ingin di gendong mami. Seperti tadi, Ara digendong bundanya Alea. Ara suka, Pi" Radit memejamkan matanya. Ada rasa perih yang menelusup. Ia mengusap kepala putrinya dengan tatapan penuh kasih.
"Papi yang akan menggendong Ara. Mami kamu sudah bahagia di surga. Dia tidak bisa pulang lagi. Kalau Ara mau di gendong, ayok papi gendong sekarang" Tangan Radit segera menjulur kemudian Ara digendong. Wajah Ara seperti menampakkan rasa kecewa. Dia sudah terbiasa di gendong papi. Yang diinginkan Ara adalah sosok wanita yang tadi ia temui. Ia merasakan kelembutan yang tidak pernah di dapat dari sosok papi.
"Ara suka di gendong papi?"
"Hmm"
"Papi akan gendong Ara, kapan saja Ara mau" Hibur Radit pada putrinya. Meski itu sepertinya hanya bualan saja. Ia selalu sibuk dengan urusan kantor yang tidak ada habisnya.
Meski kecewa, Ara tetap menikmati gendongan papi yang nyaman. Ia bermanja manja sesaat. Waktu seperti ini sangatlah jarang. Biasanya ia akan seharian penuh bersama bik Siti dan pembantu yang lain.
"Ara, Papi mandi dulu ya. Setelah itu kita makan malam bersama" Radit meminta ijin pada putri kecilnya dan hanya dijawab dengan anggukan.
Radit bergegas ke kamar mandi. Dengan perasaan yang bercampur aduk. Radit menyadari, Ara membutuhkan sosok ibu. Tapi belum ada wanita yang menurutnya layak untuk menjadi ibu sambung Ara.
Selesai mengenakan baju, Radit bergegas menuju meja makan. Di sana putrinya sudah menunggu untuk makan malam bersamanya. Ara tidak banyak lagi berceloteh saat makan malam. Ia terlihat begitu menikmati hidangan yang tersaji. Diam diam Radit memperhatikan Ara yang semakin besar. Wajahnya semakin menampakan kemiripan dengan dirinya. Radit tersenyum bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Indra Davais
baru mampir thour semoga bagus .kayaknya awal cerita bagus
2023-08-01
0
Bu latif
mampir kak awal cerita seru semoga sampai akhir jga seru💪👍👍👍
2022-08-28
0