Sebelum pulang. Ajeng dan bundanya mengutarakan rencana itu. Sementara Arya sedang mengurus kepulangan Ajeng dari rumah sakit.
Ibu Rika sudah mendengar semuanya. Dia pun merasa sangat kecewa dengan keputusan Ajeng.
"Tapi lebih baik Ajeng tinggal di rumah saya saja kalau mau." Ibu Rika menawarkan sebuah permintaan lagi.
Mendengar itu baik Ajeng, bunda, dan Raka pun kaget mendengarnya.
"Sebenarnya Gea anak dari Bayu kakaknya Raka. Hanya saja sampai saat ini kami belum menemukannya, jadi Gea itu adalah cucu saya dan menjadi tanggung jawab saya,"cerita Ibu Rika.
"Tadinya kalau Ajeng mau menikahi Raka, itu mungkin akan lebih baik buat Gea. selain itu juga saya memang ingin segera punya menantu,"sambung Ibu Rika disusul oleh suara batuk batuk dari Raka.
Sekilas Ajeng pun paham dengan itu semua. Sepertinya Raka juga tidak setuju dengan rencana pernikahannya.
"Pernikahan itu harus dilakukan oleh dua orang yang saling mencintai Bu, dan tidak bisa dipaksa,"jawab Ajeng bicara sok bijaksana.
"Waktu zaman kami, nikah tanpa cinta atau dijodohpun pun bisa terjadi, buktinya kami bisa punya anak dan cucu. Kalau bukan ada cinta mana mungkin kami bisa punya keturunan," sambung Bu Rika disusul lagi dengan suara batuk keselek Raka. Kali ini sepertinya tambah kencang suaranya.
Ajeng pun menjadi salah tingkah dengan ucapan bu Rika barusan.
"Maaf bu, seperti yang Ajeng katakan tadi. Kalau tentang menikah mungkin Ajeng keberatan. Tapi kalau demi merawat Gea, dia bersedia,"Bunda nya mewakili Ajeng.
"Tapi saya juga keberatan kalau Gea harus jauh dari saya, saya baru saja bertemu dengannya. Jadi jalan tengah nya Ajeng tinggal di rumah saya sekalian merawat Gea, saya akan memberi kompensasinya sebagai balasan bantuan dari Ajeng,"ucap Ibu Rika.
Ajeng dan bundanya termenung dan tidak mampu memberi jawaban keputusan.
-- -- - - - - - - - - - - -
Ajeng dan bunda nya diantar pulang ke rumahnya oleh Ibu Rika dan Raka. Mendadak bang Arya dapat telpon dari atasannya agar segera pergi ke kantor Polres. Jadilah Ajeng diantar oleh keluarga ibu Rika. Kebetulan Raka juga sudah diperbolehkan pulang. Hanya saja dia harus melakukan fisioterapi setiap 3 hari sekali ke rumah sakit.
Ajeng yang duduk bersebelahan dengan Raka merasa kikuk. Sementara bunda nya dan Ibu Rika duduk di kursi tengah berdampingan. Gea dari sejak tadi tidak mau berjauhan dengannya. Kali ini Gea kembali tertidur dipelukannya. Entahlah sepertinya Gea merasa nyaman berada di pangkuannya Ajeng.
Sesekali Raka melirik ke arah Ajeng. Mencari tahu dan menyelidiki apa yang Ajeng miliki sehingga Gea bisa nempel kayak perangko seperti itu. Tapi untuk kesekian kalinya Raka pun terciduk oleh mata Ajeng yang memergokinya sedang memperhatikannya. Raka pun langsung membuang muka ke arah lain.
Ajeng yang baru kali ini melihat Raka dengan jelas, dia cukup prihatin juga melihat keadaan Raka yang kepalanya masih dibalut perban. Belum lagi dia harus memakai krek atau kursi roda untuk berjalan. Sekilas Ajeng cukup terpesona juga dengan wajah Raka yang tampan. Apalagi postur badannya yang tinggi dan kekar. Lumayan juga kalau dia seperti seorang model. Ajeng tersenyum puas melihat itu. Tapi entah naluri Raka yang kuat. Merasa sedang dilihatin kali ini Raka memergoki Ajeng sedang menatap dirinya. Ajeng jadi gelagapan dan salah tingkah. Dia pun langsung mengalihkan pandanganya ke luar jendela mobil di sampingnya. Malu juga kalau kepergok seperti tadi.
Setelah sekian lama, perjalanan mereka pun sudah sampai di sebuah komplek perumahan bertype 36. Ajeng pun turun dari mobil sambil menggendong Gea. Ibu Rika pun mengantarkan mereka ke depan rumah. Sementara Raka menunggu di mobil karena kondisi kakinya yang belum normal.
Sampai di depan rumah. Ajeng dan bunda kaget melihat seseorang sedang di teras rumah.
"Mbak Merry!"seruku pelan.
"Merry....," Bunda pun ikutan memanggil.
Mata Merry sembab sepertinya habis menangis. Ajeng melihat dua buah koper besar dekat pintu rumah mereka. Sepertinya itu punya Mbak Merry. Airmatanya pun tumpah ruah.
"Maaf bun, Merry bener nggak tahu harus kemana," tangis Merry sambil memeluk Bunda.
Ajeng bertanya tanya kenapa Merry membawa koper besar ke Rumahnya.
Belum lagi ditambah Merry yang kelihatanya kebingungan.
Bunda mengajak semuanya ke dalam termasuk Bu Rika dan Raka ke dalam rumah. Ajeng langsung menggendong Gea ke kamar depan yang merupakan kamarnya. Sementara ibu di kamar tengah. Dan kamar Bang Arya ada di paling belakang. Rumah mereka memang hanya punya tiga kamar yang tidak begitu luas.
Bunda mengajak Merry ke kamar Bunda agar lebih leluasa berbicara.
Tinggal lah dua ibu anak itu yang ditinggalkan di ruang tamu. Wajah mereka mungkin mengatakan rumah ini kecil sekali. Tak henti hentinya mereka mengitari ruangan rumah itu dengan melihatnya saja. Mereka menyimpulkan bahwa rumah ini punya 3 kamar tidur, 1 kamar mandi dan 1 dapur.
Sementar setelah menidurkan Gea di kamar. Ajeng kemudian keluar kamar dan menyiapkan minum dan suguhan untuk Ibu Rika dan Raka.
Perlahan Ajeng meletakkan cangkir berisi teh hangat di meja mereka tempat duduk.
"Maaf sebelumnya, bukankah lebih baik kamu merawat Gea di rumah saya saja,"ucap Ibu Rika mencoba membujuk Ajeng lagi.
"Saya nyaman disini bu,"jawab Ajeng mantap.
"Kamu disini tinggal sama siapa saja?"tanya Ibu Rika.
"Sama bunda dan abang saya bu." Ajeng melirik Raka yang sepertinya dia sedang menahan sesuatu.
"Ayah kamu..?"tanya Bu Rika heran kenapa Ajeng tidak menyebut ayahnya.
"Ayah saya sudah lama meninggal," jawab Ajeng membuat Bu Rika jadi salah tingkah.
Tiba tiba ada suara nada dering telepon.
Ibu Rika memohon izin untuk mengangkatnya. Dan meninggalkan mereka berdua. Raka baru saja mau menahan ibunya agar jangan pergi dulu. Tapi keburu ibunya itu berjalan ke depan rumah agar lebih leluasa menerima telepon. Raka terlihat seperti menahan sesuatu dan meringis.
"Kamu kenapa?"tanya Ajeng penasaran kenapa tiba tiba wajah Raka berubah tegang seperti itu.
"Ng-- anu, aku mau ke kamar mandi,"jawab Raka menahan malunya.
"Oh kamu mau ke Wc?"tanya Ajeng bertanya lagi.
"Aku anterin ke sana," seru Ajeng bersiap meraih pegangan kursi roda Raka. Tapi Raka menolak.
"Nanti saja, aku nunggu mamaku aja." Raka memundurkan kursi rodanya dengan tangannya. Dia merasa malu dengan kondisinya saat ini pada Ajeng. Untuk ke kamar mandi saja dia butuh bantuan orang lain.
Ajeng pun menghargai sikap Raka yang memang mungkin dia malu. Tapi setelah beberapa lama, Ibu Rika belum selesai menerima telepon itu. Dan wajah Raka semakin tegang dan mulai berkeringat. Ajeng merasa kasihan.
"Kayaknya masih lama tuh, ayo aku antar, tidak usah malu,"kata Ajeng langsung berinisiatif mendorong kursi roda Raka.
Raka mencoba berseru agar Ajeng berhenti. Tapi Ajeng terus membawanya ke belakang. Dan sampailah di depan sebuah pintu kamar mandi sebelah dapur.
Raka jadi ragu ragu.
"Daripada kamu kebelet terus buang air di ruang tamu kan berabe,"kata Ajeng.
Raka malah menjadi lebih tegang dibanding tadi. Bagaimana caranya dia bisa masuk ke kamar mandi dengan nyaman sementara kakinya belum bisa normal berjalan. Dia harus dipapah menuju ke dalam. Masalahnya saat ini cuma ada Ajeng di sisinya. Sebelumnya Raka selalu dibantu oleh perawat laki laki atau dengan ibunya.
Namun kali ini, hanya Ajeng yang bisa membantunya berdiri dan masuk ke dalam kaamr mandi. Tapi bagaimana caranya dia bilang ke Ajeng. Masalah nya kandung kemihnya sudah tidak bisa ditahan lagi.
Ajeng yang melihat Raka semakin berkeringat menahan pipis. Akhirnya dia merentangkan kedua tanganmu untuk membantu Raka berdiri.
Raka kemudian menghilangkan rasa gengsi dan malunya saat ini dia pun menyambut tangan Ajeng. Daripada dia pipis di kursi roda itu lebih buruk dibanding dia menahan malu di depan Ajeng dibopong ke kamar mandi. Ajeng mengalungkan lengan kanan Raka ke bahunya dan perlahan menuntun Raka masuk ke kamar mandi. Dengan menahan sakit dan malu yang luar biasa Raka mencoba memegang bahu Ajeng dengan erat. Dia takut tubuh mungil Ajeng tak mampu menahan dirinya yang tinggi kekar itu.
Perlahan namun pasti Ajeng akhirnya berhasil memapah Raka ke dalam kamar mandi. Sampai di kamar mandi yang tidak terlalu besar itu Raka kemudian menahan berat badannya ke tembok.
"Sampai sini kamu bisa sendiri kan?"tanya Ajeng dengan wajah yang memerah. Sepertinya dia juga menahan malu. Karena saat ini mereka berdua di kamar mandi dengan perasaan canggung dan malu.
"Aku, aku--." Raka sedikit ragu mengatakannya.
Ajeng membalikkan badannya mencoba memberi privasi pada Raka. Seumur umur dia baru kali ini berduaan dengan laki laki. Di tempat seperti ini pula. Sungguh pengalaman yang aneh.
Raka kemudian menepuk punggung Ajeng yang sedang membalikkan badannya itu.
"Aku nggak bisa membuka celanaku ..." Raka membuat Ajeng terkejut.
"Karena sudah tanggung begini, bisa tidak kamu membuka celanaku, karena kalau aku menurunkan celanaku, otomatis aku harus membungkuk. Sementara aku belum...."
"Baik, aku akan membantumu, aku akan menutup mata ya,"kata Ajeng membalikkan badan lagi. Tapi yang ada Ajeng malah sudah menutup matanya. Tangannya meraba raba tidak jelas yang dia sentuh. Raka menjadi lebih tegang ketakutan kalau Ajeng nanti bisa bisa salah pegang. Dia pun meraih tangan Ajeng dan menuntunnya ke arah pinggangnya yang benar. Ajeng pun dengan mata tertutup mencoba menurunkan celana Raka. Sungguh Ajeng merasa waktu ini sangat lambat. Dia merasa sangat gugup saat dia menurunkan celana Raka. Setelah dirasa sudah. Ajeng kembali membalikkan badannya. Dia membuang napas seperti sudah melaksanakan tugas yang berat. Terdengar suara gemericik air yang jatuh ke dalam closet. Ajeng masih bertahan di dalam kamar mandi sampai Raka selesai buang air.
Kemudian terdengar suara desahan lega dari Raka. Raka pun berkata kalau dia sudah selesai. Ajeng pun kembali membalikkan badannya untuk menaikkan lagi celana Raka.
Apa ituuuu,, Aa---kecoaaa!"teriak Raka ketakutan.
Reflek Ajeng membuka matanya dan melihat sekitarnya. Mencari cari yang di sebut Raka tadi. Dan Ajeng melihat seekor kecoa sedang menggerak gerakkan antenanya di bawah kaki Raka. Kemudian Ajeng mengambil gayung dan mengisinya dengan air. Terus menyiramnya dengan air agar kecoa itu terbawa ke dalam lubang pembuangan. Setelah kecoa itu hilang. Ajeng pun melihat kondisi Raka yang ketakutan. Dan..
"Astagfirullah,"seru Ajeng langsung membuang muka ke arah lain.
"Kyaaaa, bagaimana ini, ko bisa aku melihat itu," seru Ajeng dalam hati. Sesuatu yang tak seharusnya ia lihat dan memang belum waktunya dia harus melihat itu. Ajeng meratap.
Raka pun sadar apa yang sudah Ajeng lihat barusan tadi. Dia merasa malu. Karena Ajeng sudah melihat "pusaka" miliknya.
"Kau melihat nya ya?"tanya Raka memastikan. Apa Ajeng tadi sempat melihatnya tidak.
"Ah, nggak kok, nggak begitu jelas, Hehee," Ajeng mencoba berbohong dan melucu. Padahal yang barusan dia lihat cukup membuat dia shock.
"Baguslah, kalau sampai kamu lihat, kamu bisa pingsan," kata Raka sambil mencoba tertawa yang dipaksakan. Grogi dan malu yang jelas.
"Badan aja yang besar, masa sama kecoa saja takut,"ledek Ajeng.
"Bukan takut sih, lebih ke jijik aja." Raka mencoba membela diri.
Ajeng mencoba berpura pura memang tidak melihat sebuah pusaka yang belum pernah dia lihat. Kalau punya anak laki laki kecil dia sudah sering lihat. Karena dia kan guru TK yang cukup sering membantu anak binaannya melakukan toilet training. Tapi yang barusan sungguh dia tidak menduga. Bahkan Ajeng mengumpat semalam dia bermimpi apa sampai sampai hari ini dia melihat "itu".
Kemudian dia membalikkan badannya dan sudah menutup matanya kembali dan hendak menyelesaikan tugasnya tadi yang sempat tertunda karena ada "iklan kecoa" lewat tadi.
Saat Ajeng hendak menarik celana Raka kembali ke atas. Tiba tiba pintu kamar mandi terbuka dan Ibu Rika muncul di saat Ajeng sedang dalam posisi memegang celana Raka namun sudah dalam keadaan terpasang lagi.
Ibu Rika memergoki mereka di saat timing yang tidak tepat. Kontan saja Raka dan Ajeng langsung pucat pasi seperti sepasang kekasih yang kepergok sedang mesum.
--++------+++++---------
Skip kejadian tadi di kamar mandi. Ajeng dan Raka sudah berada di ruang tamu bersama bunda dan juga Mbak Merry.
"Ini Merry, calon istri dari Abang nya Ajeng Arya,"bunda mengenalkan Mbak Merry pada Ibu Rika dan juga Raka.
"Oh, salam kenal saya Ibu Raka, calon mertuanya Ajeng,"kata Ibu Rika membuat Ajeng tersentak.
Mbak Merry pun memberi salam pada Ibu Rika dan Raka. Dia kemudian duduk di samping Ajeng. Setelah berkenalan dan basa basi. Bunda mempersilahkan tamu tamunya untuk menikmati hidangan yang disuguhkan.
Ajeng kemudian merapatkan tubuhnya ke Merry dan berbisik.
"Ada apa mbak, kok mbak bawa koper kayak habis diusir?"bisik Ajeng ke telinga Merry. Keduanya memang sudah dekat dan akrab. Jadi mereka bisa bicara santai seperti teman layaknya.
"Mbak habis berantem sama ibu tiri, dan mbak diusir dari rumah,"jawab Merry gantian berbisik pada Ajeng.
"Apaa- ,"
"Jadi begini, berhubung situasi dan kondisi saat ini di luar dugaan. Bunda memutuskan untuk menikahkan Merry dan Bang Arya karena tidak mungkin Merry bisa tinggal disini kalau belum menikah. Nanti apa kata orang,"kata bunda mencoba menceritakan apa yang terjadi.
"Ide baguslah bunda, segera nikahkan Bang Arya tuh keburu bulukan," ucap Ajeng ceplas ceplos seperti biasanya kalau menyangkut dengan bang Arya.
" Tapi masalahnya kan abang kamu nggak bakalan menikah kalau kamu belum menikah,"ucap bunda mengingatkannya lagi tentang prinsip "ortodoks" abangnya yang entah menganut paham apa.
"Ya kenapa harus Ajeng dulu yang nikah bunda, Kalau bang Arya mau menikah mah, menikah saja nggak usah ngurusin Ajeng dulu," kata Ajeng.
"Abang kamu itu sayang banget sama kamu, dia kan sekarang wali nikah kamu, jadi sebelum dia menikah, dia ingin menikahkan mu dulu,"kata Bunda memberi keterangan alasan abangnya kenapa dia nggak mau nikah duluan.
"Maaf sebenernya saya tidak mau mengganggu atau memotong pembicaraan kalian,"kata Ibu Rika menengahi.
"Saya pikir keadaan sekarang memang sepertinya sudah diatur Tuhan, Ajeng memang seharusnya cepat menikah agar Bang Arya bisa mengurusi istrinya setelah Ajeng dapat suami, mungkin dengan begitu Bang Arya merasa tenang kalau Ajeng ada yang melindunginya yaitu suaminya,"kata Ibu Rika membuat Ajeng hampir menangis.
"Apa bang Arya sudah bosan melindungi dan mengurusi adiknya, jadi bang Arya ingin ada yang menggantikannya perannya," ucap Ajeng.
"Raka, kamu siap menikahi Ajeng, kan?"tanya Ibu Rika.
Yang ditanya malah gelagapan. Antara menolak dan menerima membuat dia sedikit kuatir. Raka kembali memandangi wajah Ajeng yang sedikit berkaca kaca menahan kesedihan. Gadis itu masih polos dan masih membutuhkan orang yang melindungi dan membimbingnya. Raka kemudian mengingat lagi bagaimana Ajeng menyayangi Gea secara tulus. Dan bagaimana tadi Ajeng tanpa merasa malu membantunya buang air kecil. Itu mungkin sudah cukup membuat dirinya menjawab.
"Iya mah, Raka mau menikahi Ajeng". Jawaban Raka yang tiba tiba setuju itu membuat Ajeng mengangkat kepalanya yang tadi sempat tertunduk. Dilihatnya wajah Raka yang menatapnya tajam tanpa ekspresi.
Ada apa dengan ekspresi muka itu. Terpaksakah. Atau memang ada sesuatu di balik itu.
"Syukurlah, bunda tak usah kuatir, urusan pernikahan saya yang atur." Ibu Rika terlihat senang sumringah cerah.
Tapi berbalik dengan keadaan hati Ajeng yang gelap, mendung dan seperti ada halilintar yang menggema dalam hatinya namun tak cukup kuat dia lontarkan.
**Bersambung......
Jangan lupa Like Komen dan Vote!
Baca juga karya saya Missing Guys 😊 ☺**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Ismu Srifah
gak begitu jelas tapi.......jelas pooolllll
2022-07-25
0
Tulip
ganteng2 badan kekar kok takut kecoa
2022-04-04
0
Sunarti Ny Pangaribuan
ngakak thor akibat ..pusaka😂🤣🤣
2021-07-22
0