Sehari setelah kecelakaan ...
Ajeng merasakan seluruh badannya sakit semua. Perlahan dia membuka matanya. Cahaya putih yang pertama kali
lihat. Kemudian perlahan dia edarkan semua penglihatannya. Dia berada di sebuah ruangan yang asing. Ada sebuah sofa di pojok ruangan itu dengan sebuah lemari pendingin di sampingnya. Ruangan ini tampak luas karena Ajeng bisa melihat sebuah pintu yang teramat jauh dari tempat dia berbaring.
Tempat apa ini?" tanya Ajeng bergumam.
Ajeng melihat ke samping kirinya. Sebuah tiang penyangga infusan. Ajeng mulai sadar kalau dia sedang berada di rumah sakit. Namun sepertinya ruangan rawat ini adalah ruangan kelas VVIP.
Kenapa dia bisa di dalam ruang rawat yang kelas seperti ini. Ajeng pun mencoba
untuk bangun, dia sangat kuatir semakin lama dia dirawat disini, nanti biaya
rumah sakitnya akan mahal. Darimana nanti Bunda dan abangnya akan membayarnya.
Tapi tiba-tiba ada sebuah tangan yang menahannya dan membuatnya berbaring lagi. Sebuah tangan dari seorang
wanita seusia Bundanya mencoba menahan Ajeng agar tidak bangun.
“Ibu si-siapa?” tanya Ajeng.
“Saya Rika, mamanya Raka," jawab ibu itu.
“Siapa Raka?" tanya Ajeng. Kenapa ada seorang wanita asing berada disini dan menungguinya di ruang rawat. Dan
kemana Bunda dan abangnya. Harusnya mereka ada disini.
“Raka Mahesa, orang yang kamu selamatkan dari kecelakaan kemarin," jawab ibu itu.
“Oh, namanya Raka, terus gimana dengan anaknya?” tanya Ajeng teringat anak kecil yang dia selamatkan juga
kemarin.
“Maksudmu anak itu," tanya Ibu itu menunjuk seorang anak kecil yang tertidur di sofa.
“Apa dia baik baik saja?” tanya Ajeng.
‘Dia sehat." Ibu itu tersenyum melihat wajah Ajeng yang penuh kekuatiran.
“Terimakasih, andai saja kamu
tidak cepat cepat menolong Raka, mungkin mereka berdua sudah tewas dalam
ledakan itu," kata Ibu itu memegang kedua tangan Ajeng sebagai ucapan terimakasih.
“Sama-sama bu, itu tanggung jawab
sebagai sesama manusia saling tolong menolong," jawab Ajeng.
“Raka sedang ada di ruang fisiothaerapy, tulang kaki kanannya mengalami pergeseran, beruntung dia bisa selamat dari maut, sekali lagi terimakasih kalau kamu tidak bergerak cepat mungkin saya tidak bisa bertemu dengan anak saya lagi," Ibu Rika terus terusan berterima kasih.
“Iya bu, tapi bu, saya mau keluar dari rumah sakit ini, kok saya bisa dirawat disini ya, Bunda dan abang saya pasti mereka khawatir!” kata Ajeng berusaha bangun lagi.
Dia kuatir kalau biaya rumah sakit nya semakin bertambah kalau berada lama lama disini.
“Maaf, gara-gara menyelamatkan
anak saya, kamu jadi mengalami celaka juga, kata dokter kamu geger otak ringan
karena benturan, bagaimana keadaan kamu
sekarang , apa kamu merasakan sakit di bagian tubuh mana, saya akan panggilkan
dokter," Bu Rika sepertinya juga cemas melihat Ajeng.
“Saya tidak apa-apa kok Bu, saya
ingin pulang!” lirih Ajeng.
“Kamu lebih baik periksa dulu
semuanya, kamu tenang saja, saya sudah membayar biaya tagihan rumah sakit ini,"
ucap Ibu Rika seperti menjawab kekuatiran Ajeng.
“Terimakasih Bu. Apa Bunda dan Abang saya sudah tahu, saya disini?” tanya Ajeng.
“Mereka sudah semalaman di sini menunggu kamu, Bunda kamu pulang dulu katanya ada pesanan baju yang harus selesai hari ini, terus abang kamu tadi juga berangkat kerja," jawab Ibu Rika.
Nampaknya Ibu Rika dengan keluarganya sudah bertemu saat dia masih belum sadar. Ajeng melihat sekilas penampilan Ibu Rika yang sepertinya berasal dari orang berada.
Bahkan dia melihat tas yang disimpan di kursinya adalah merk tas yang harganya bisa
seharga satu mobil. Pantas saja Ajeng bisa dirawat di ruangan VVIP ini. Karena sepertinya Ibu Rika bukan seorang yang biasa.
“Ma ... mama," terdengar suara tangisan memanggil manggil nama mama. Ajeng melihat anak kecil itu terbangun dan menangis menghampiri mereka.
“Mama, mama," rengek anak kecil perempuan cantik itu menghampiri tempat Ajeng berbaring kemudian naik ke atas
dan memeluk Ajeng. Ajeng yang kaget karena tiba tiba anak itu memeluknya dan
memanggilnya dengan sebutan mama.
Bukan hanya Ajeng yang kaget, Ibu
Rika pun kaget tiba-tiba anak itu menangis dan memeluk Ajeng seperti mamanya.
Ajeng berusaha tidak ingin menyakiti anak itu. Kemana ibu anak itu, apa dia
selamat dari kecelakaan kemarin, tapi Ajeng ingat jelas kalau di mobil Cuma ada
mereka berdua.
“Mama , ayo nguunnn, tangan takit”,
ucap anak itu. Ajeng paham maksudnya “Mama, Ayo bangun, jangan sakit”.
“Gea yayang mama, mama ayo
puyang!”kata anak kecil itu membuat Ajeng semakin bingung. Kenapa anak ini
memanggilnya mama. Padahal setahu Ajeng anak seusia itu tidak akan sembarangan
dengan orang asing yang baru dikenalnya. Dia kan baru bertemu dengannya
beberapa waktu kemarin.
@@@@@@@@@@
Ajeng memeluk Gea ketika sedang
mendengarkan diagnosa dokter syaraf dengan ibu Rika di ruangan Dokter Zayn,
Dokter ahli syaraf dan otak. Gea tidak mau jauh-jauh dari Gea. Dia selalu
menangis kalau Gea melepaskannya.
"Amnesia Disosiatif"
Itulah yang mereka dengar dari
Dokter Zayn. Kecelakaan kemarin telah membuat trauma Gea dan menyebabkan
gangguan pada fungsi otaknya. Gea gagal untuk mengingat kejadian yang
sebenarnya dan merasa Ajeng adalah ibu kandungnya setelah kecelakaan itu. Tapi
ketika Dokter Zayn mengetahui dari Ibu Rika kalau ibu kandungnya Gea baru saja
meninggal seminggu setelah kecelakaan itu. Dokter Zyan menyimpulkan kalau
amnesia yang dialami GEa bukan hanya karena kecelakaan saja. Tapi karena dia
baru saja mengalami kejadian yang menyedihkan sehingga membuat stress dan
mental anak itu terganggu sehingga ingatan tentang ibunya yang meninggal dia
blok dan dia menjadikan Ajeng sebagai sosok ibunya. Karena kebetulan saat
kecelakaan itu terjadi, Ajenglah yang menyelamatkannya dan sejak itu Gea
menganggap Ajeng sebagai ibunya.
Ajeng yang mendengarkan
penjelasan Dokter Zayn sedikit shock. Dan dia harus bagaimana dengan anak ini. Kalau
Gea menganggapnya sebagainya ibunya, itu berarti dia harus selalu bersama Gea
sampai anak itu benar-benar ingat dengan wajah ibunya yang asli.
Sementara wajah Ibu Rika nampak kebingungan dengan penjelasan dokter.
“Amnesia ini belum ada obatnya,
alangkah baiknya jika Gea di therapy mental dulu, dan rasanya lebih baik juga
kalau keluarga terdekatnya lah yang membantunya, karena kalau ini dibiarkan,
Gea bisa saja mengalami hal traumatik lainnya," penjelasan dokter Zayn sepertinya menambah sakit kepala Ibu Rika.
Sementara Ajeng melihat wajah
anak perempuan yang cantik ini. Dia merasa iba padanya. Pasti Gea sangat
terpukul dan sedih saat ibunya meninggal. Di usia itu sudah ditinggal ibu
kandungnya. Ajeng juga bisa merasakan bagaimana rasanya ditinggal orang yang
disayangi. Ayahnya meninggal saat dia kelas satu SMA. Dan itu rasanya bagai
dunia runtuh menimpanya. Di saat dia mau beranjak dewasa, ayahnya meninggal dan
itu rasanya sedih dan sakit sekali. Dan itu dirasakan Gea yang baru usia tiga atau
empat tahunan itu. Sungguh sangat menyedihkan.
&&&&&&&
Bunda dan Abang Arya menjenguk
Ajeng sore harinya. Mereka berdua kaget melihat Ajeng dan seorang anak kecil
yang tertidur di samping Ajeng. Sementara Ibu Rika sedang menjenguk anaknya
juga yang di rawat di rumah sakit yang sama.
“Anak siapa itu nyet?” tanya
abang Arya menunjuk Gea.
“Anak orang lah bang,” jawab
Ajeng. Dia senang kedua anggota keluarganya akhirnya datang kembali
menjenguknya.
“Gimana Jeng, kamu nggak kenapa
kenapa, apa ada yang nggak beres, semuanya ok kan?”tanya Bunda cemas.
“Ajeng nggak apa-apa bunda, Alhamdulillah masih sehat kok”, jawab Ajeng tersenyum. Dari tadi dia fokus dengan rantang makanan yang dibawa bundanya.
“Kamu mau makan dek?” tanya abang
Arya yang menangkap mata Ajeng yang jelalatan melihat rantang bunda. Ajeng yang
ditanya malah cengengesan. Emang abangnya itu peka banget sama adeknya.
“Iya bang, tadi makan sih, Cuma makanan
rumah sakit nggak enak”,curhat Ajeng langsung disambut bundanya dengan gercep
membuka rantang makanan itu.
Ajeng pun senang ternyata bundanya pengertian banget bawa makanan
kesukaaanya yaitu ayam kecap. Dan Ajeng pun langsung lahap disuapi bundanya.
“Nyet, kok anak ini bisa tidur
disini, emang kemana orangtuanya?”abang Arya kembali lagi tengil memanggilnya
dengan “nyet”. Sebuah panggilan sayang katanya. Padahal nyet itu kan kependekan
dari monyet. Entahlah kenapa Bang Arya memanggil adiknya dengan sebutan itu,
kalau adiknya monyet mungkin kakaknya adalah seorang gorilla.
“Ibunya meninggal semingguan yang
lalu, dan bapaknya nya juga sama dirawat disini Bang Gor," jawab Ajeng memanggilnya dengan Bang Gor. Dia juga punya panggilan sayang untuk abangnya. Yaitu Bang Gor. Bang Gorilla.
“Oh gitu, kasihan amat yaa, tapi
eh lucu banget deh anaknya bun, gemes pengen nyubit pipinya," kata Bang Arya
yang sedang merhatiin wajah Gea yang sedang terlelap tidur.
"Awas loe bang, nyubit pipi anak orang, nanti bapaknya ngambek, kalau abang gemes sama anak kecil, buruan nikah sama Mbak Merri, biar cepat dapet anak lucu!” seloroh Ajeng.
“Ogah ah buru buru kawin, nanti aja kalau kamu udah nikah, nanti baru abang yang nyusul!” jawab abang Arya seperti biasa menjawab itu setiap ditanya rencananya mempersunting kekasihnya Merri.
“Yeyy, ada juga dimana mana abangnya dulu yang nikah baru adeknya," timpal Ajeng.
“Sudah ... ishh, kenapa ribut masalah nikah disini, yang penting bagi bunda siapa saja yang sudah ada jodohnya, bunda mau itu yang dinikahkan pertama kali”, kata bunda menengahi.
“Tuh Bang Gor aja bunda, kan dia mah
udah punya pacar, pacaran dah lama lima tahun, masa iya kagak dilamar-lamar, nanti keburu Mbak Merry dilamar orang, nangis nangis darah loe bang, kalau Ajeng pan belum punya calon,
pacar aja belum punya”, jawab Ajeng bela diri.
Hmmmm ... Hmmm ...
Terdengar suara deheman
menghentikan percakapan mereka. Dan ternyata Ibu Rika datang dengan mendorong
kursi roda. Sepertinya itu Raka, putranya yang diselamatkan Ajeng kemarin. Mereka
pun datang menghampiri. Bunda dan bang Arya menyambut mereka dengan ramah.
Ajeng melihat kondisi Raka yang
duduk di kursi roda tampak sedang memperhatikannya. Raka kemudian mencoba
menyapa semuanya.
“Selamat sore semua, pasti ini
ibunya Ajeng dan kakaknya, kenalkan aku Raka Mahesa”ucap Raka memperkenalkan
dirinya.
“Aku Abangnya Ajeng, Arya Caesar”,
balas Bang Arya menyalami Raka.
“Saya bundanya Ajeng, panggil
saja Bunda Maya”, kata bunda memperkenalkan diri juga..
Kemudian Raka mendekati ke tepi
ranjang Ajeng, dimana Gea sedang tertidur di sampingnya. Kemudian membelai
rambut Gea.
“Anak nya cantik, pasti mamanya cantik”,
ucap Arya yang membuat Ajeng melotot padanya. Arya yang melihat Ajeng melotot
tidak paham maksudnya Ajeng melotot itu kenapa.
Mendengar itu terlihat Ibu Rika
jadi salah tingkah dan sepertinya dia cemas juga. Ajeng melihanya itu. Dasar
Bang Gorilla malah bikin suasana nya jadi nggak enak begini. Mereka kan sedang
berduka Bang Gor malah mengungkit ungkit mamanya Gea, pasti mereka sedih lagi.
Malam itu Gea diajak pulang oleh
neneknya. Seorang yang seperti asisten nya menggendong Gea yang tertidur.
Sementara abang Arya harus kembali lagi ke Polres untuk piket, bundanya mau
pergi keluar sebentar membeli perlengkapan mandi. Karena bundanya mau menginap
menemani Ajeng di rumah sakit tanpa bawa peralatan mandi. Sebenarnya Ajeng
sudah ingin pulang dari rumah sakit.Tapi karena hasil pemeriksaan hasil CT scan
dan MRI segala macam baru besok diberikan.
Jadi Ajeng bertahan semalam itu,
dan jika semuanya bagus besok Ajeng bisa pulang.
Saat bunda pergi ke luar, Raka
masih berada di ruang rawat Ajeng. Sepertinya masih ada yang ingin dia
sampaikan. Tapi Raka hanya terdiam mematung di kursi rodanya. Ajeng pun merasa kurang nyaman dengan suasana hening ini.
“Maaf sebelumnya jika saya
lancang, kondisi Gea bagaimana, apa tidak apa-apa dia dibawa pulang, saya jadi
kepikiran kondisi Gea, bagaimana kalau dia bangun dan mencari mamanya”, kata
Ajeng. Dia sangat kuatir dengan Gea. Jiwa keibuan Ajeng memang pantas karena
dia memang seorang mahasiswa Pnedidikan Anak Usia Dini, apalagi dia juga
mengajar di TK juga. Jadi dia bisa tahu dan paham tentang karakter anak.
Apalagi kondisi Gea sekarang yang terkena Amnesia Disosiatif.
“Maukah kamu menjadi mamanya Gea?”tanya
Raka tiba-tiba langsung menanyakan hal yang tidak diduga Ajeng. Ajeng berpikir apa yang barusan dia dengar dari laki laki itu. Apa itu bisa disebut dengan sebuah lamaran. Bukankah itu seperti terdengar maukah menjadi mama anakku.
Dan bukankah itu sama halnya juga dengan meminta menikah dengannya. Ajeng belum
bisa mencerna sebaik mungkin pertanyaan Raka itu.
“Kondisi Gea saat ini hanya bisa
ditolong sama kamu Jeng?” ucap Raka. Ajeng pun sedikit lega mendengar maksud
Raka bukan menikah dengannya.
“Maksud kamu, aku berpura-pura
jadi mamanya gitu?”tanya Ajeng.
“Bisakah kamu menjadi mamanya,
aku juga bingung harus bagaimana, aku pikir anak itu akan menjadi petunjuk
keberadaan kakak ku,” ucap Raka seperti kebingungan.
“Tapi itu tidak mungkin," kata Ajeng.
Sebenarnya Ajeng tidak mengerti ucapan Raka yang menyebutkan Gea sebagai
petunjuk keberadaan kakaknya. Tapi Ajeng merasa tidak enak dan merasa tidak
sopan jika bertanya lebih lanjut urusan keluarga orang lain.
“Kenapa?” tanya Raka.
“Dengan kondisi Gea seperti ini,
Gea harus dua puluh empat jam dengan mamanya, sementara aku tidak bisa menerus
dengan Gea, aku juga harus kuliah dan bekerja”,
“Aku akan bayar berapa pun, jika
kamu mau berpura-pura jadi mamanya”,seru Raka.
“Ini bukan masalah bayaran,
tidakkah ada orang lain yang bisa menggantikan jadi mama barunya”, kata Ajeng beralasan.
Sebelum Raka menjawab. Tiba-tiba
pintu terbuka dan masuklah Gea dalam keadan menangis bersama Ibu Rika. Gea
menangis dan langsung menghampiri Ajeng dan memeluknya. Ajeng terkejut Gea
menangis di pelukannya. Kemudian Ajeng membelai rambutnya Gea dengan lembut
membuat seketika Gea berhenti menangis. Ibu Rika dan Raka yang melihat itu jadi
heran campur lega. Karena Gea langsung berhenti menangis ketika Ajeng
mengusap-usap kepala Gea layaknya anak sendiri.
“Ajeng, saya akan bayar berapa
pun kamu, asal kamu mau menikah dengan Raka dan menjadi mamanya Gea," kata Ibu
Rika membuat Ajeng dan Raka keduanya berbarengan berseru “APA”.
Ajeng dan Raka saling bergantian
menatap sesaat mendengar Ibu Rika mengatakan itu semua. Ajeng merasa kikuk dan juga bingung harus menjawab apa.
“Raka, kamu harus menikah dengan
Ajeng, terlepas dari masalah Gea, kamu juga seharusnya berterimakasih karena
Ajeng sudah menyelamatkan nyawamu, jadi kamu harus membalasnya”, ucap ibu Rika.
“Maksud mama, Raka membalasnya
dengan sebuah pernikahan?”tanya Raka dengan nada tidak suka.
“Iya itu ben ....“
“Maaf kalau saya menyela, Ibu
maaf saya juga tidak harus menerima balasan nya dengan pernikahan, saya menolong anak ibu dan cucu ibu karena saya memang ikhlas menolon," sahut Ajeng. Ya dia
juga tidak mau menikah dengan orang yang baru di kenal.
“Saya akan beri kamu 1 miliyar, kalau kamu mau menikah dan menjadi mama Gea”, kata ibu Rika membuat telinga Ajeng jadi panas.
Satu miliyar itu berapa nolnya ya
Gumam Ajeng dalam hati. Uang sebanyak
itu mungkin cukup untuk melunasi hutang ayahnya yang masih menumpuk di Bank
yang tiap bulan Bunda banting tulang bekerja demi mencicil hutang ayah dulu
yang katanya masih berapa tahun lagi lunasnya. Uang segitu juga bisa kali buat
ongkos naik haji Bunda yang udah kepengen banget ke Mekkah. Beberapa saat Ajeng
yang masih menghitung nolnya berapa kalau satu miliyar, Raka nampak
memperhatikan wajah Ajeng yang serius dengan tatapan benci. Karena dia berpikir
kalau Ajeng sama saja seperti wanita kebanyakan ‘matre”, karena baru mendengar
kata satu miliyar saja sudah membuat dirinya berhenti bicara.
“Bagaimana Jeng, apa kamu
tertarik?”kata Ibu Rika.
“Maaf bu, sepertinya saya nggak
bisa, saya ini ...."
“Dua Miliyar," ucap Ibu Rika menambahkan nominal tawarannya. Tentu saja Ajeng menjadi lebih terkejut karena
baginya satu miliyar saja sudah sangat besar apalagi menjadi dua miliyar. Sekaya
apakah keluarga Ibu Rika ini sampai sampai berani menawarkan uang dua miliyar
padanya.
“Maaf Bu Rika, kalau permintaan
Ibu Rika hanya sebagai mamanya Gea tanpa harus menikahi anak Ibu, mungkin saya
bisa mempertimbangkannnya, dan dua miliyar, saya rasa itu tidak perlu”. Jawaban
Ajeng di luar dugaan semuanya.
Raka yang mendengar ucapan Ajeng
pun merasa terkejut dan merasa dia juga salah menilai Ajeng. Baru kali ini dia
bertemu dengan gadis seperti Ajeng, suka menolong dan membantu orang. Bahkan dia
pun sudah menyelematkannya. Dia pun melihat wajah Ajeng yang teduh dan keibuan.
Apalagi Gea kini sudah terlelap tidur juga di dekapan Ajeng. Raka melihat wajah
Gea yang damai dalam pelukan Ajeng. Segitu nyamankah dekapan Ajeng.
Bunda baru saja datang dari
minimarket di lantai dasar rumah sakit itu sangat terkejut ketika Gea sudah
berada lagi di dalam kamar dan tertidur. Kemudian Ibu Rika mengajaknya
berbicara di sofa. Dia pun menceritakan apa yang dialami Gea setelah
kecelakaan. Dan bunda pun merasa tambah iba pada Gea. Bunda pun melihat wajah
Ajeng yang tertidur di samping Gea sambil memegang tangan Gea. Ajeng memang
suka dengan anak kecil. Jadi pantas saja kalau Ajeng sangat menyanyangi Gea.
Bunda pun terlihat berbicara serius dengan Ibu Rika. Sementara Raka hanya
mendengar percakapan serius antara mereka berdua.
Bersambung…….
Nantikan
cerita selanjutnya. Jangan lupa budayakan like dan koment. Agar Author bisa
tahu seberapa puas dan suka para reader dengan cerita ini.
Terimakasih
Visualisasi Gea
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Mayang
kyknya ank kk raka deh???
2023-04-01
0
Destridawati Cikdin
Bagus ceritanya lanjut
2021-06-10
0
Riry Setya
uluh-uluh emessssshhh pipinya
2021-03-16
0