"Apa kau bilang tadi?! Jesslyn hamil? Menantuku sedang hamil?! Benarkah itu, Martha?" tanya Sarah seraya memegang kedua lengan Marta.
Sarah sangat terkejut sekaligus gembira mendengarnya. Begitu pun dengan Jayden, ketika ia mendengar saat mereka menyebutkan nama Jesslyn, seketika Jayden pun menoleh ke arah perbincangan para wanita itu.
'Jesslyn?' gumam Jayden mengerutkan keningnya. Ia pun semakin menajamkan indera pendengarannya untuk menguping apa yang sedang mereka bicarakan.
"Martha, benarkah yang kamu katakan tadi, Nak? Menantuku sedang hamil?" tanya Sarah lagi. Ia ingin memastikan kebenarannya, karena sejak beberapa hari yang lalu, Sarah memang sedang berkunjung ke rumah kerabatnya. Jadi ia tidak mengetahui perihal berita ini.
Martha pun mengangguk untuk menjawab pertanyaan Sarah. Jesslyn meneleponnya kemarin dan memberitahukannya bahwa ia kini tengah mengandung. Namun, karena Sarah masih tak mempercayai ucapannya, maka Martha pun segera memanggil Jesslyn.
"Jessy! Jessy! Kemarilah!" teriak Martha seraya melambaikan tangannya kepada Jesslyn dan wanita itu pun segera berjalan ke arah mereka. Jayden melihat Jesslyn yang berjalan mendekat ke arahnya. Segera saja, ia pun mengunci Jesslyn dalam pandangannya.
"Ada apa, Martha?" tanya Jesslyn.
"Hey, memangnya kau belum memberitahukan tentang kehamilanmu itu kepada ibu mertuamu? Dasar kau ini. Benar-benar menantu yang berbakti," gurau Martha kepada sahabatnya ini dan Jesslyn pun hanya tersenyum.
Sarah kemudian menggenggam kedua tangan menantunya itu dan bertanya dengan penuh harap.
"Jessy, benarkah apa yang Martha ucapkan tadi? Kau benar-benar sedang hamil sekarang?"
"Iya, Ibu. Aku memang sedang hamil. Tetapi, usia kandunganku baru sekitar satu bulan. Jadi aku belum memberitahumu dulu, karena dalam periode ini adalah masa-masa rawan. Aku takut akan mengecewakanmu nanti," ucap Jesslyn seraya mengelus perutnya yang masih rata.
"Dasar anak bodoh! Mengapa kau tak mengatakan kabar gembira ini kepada kami? Jika Martha tak memberitahuku hari ini, memangnya kau mau menyembunyikannya dariku sampai kapan? Oh ya, apa Peter sudah tahu tentang kehamilanmu ini?"
"Iya, Ibu. Peter sudah mengetahuinya karena ia yang menemaniku untuk periksa ke rumah sakit kemarin."
Senyum cerah terus mengembang dari bibir mungil Jesslyn saat ia mengabarkan berita kehamilannya ini kepada Sarah. Namun, berbeda dengan Jayden yang malah berwajah masam.
'Heh! Suamimu itu bukan hanya sudah mengetahuinya, dia bahkan sudah datang ke kantorku tadi pagi untuk mengancam dan memerasku!' gumam Jayden yang terus menguping percakapan mereka sejak tadi.
Diana yang melihat raut wajah kesal Jayden pun menjadi bingung, dan bertanya kepada tunangannya itu.
"Ada apa denganmu? Kau terlihat tidak senang? Apa kau bosan? Bagaimana kalau kita pergi saja dari sini?"
"Tidak. Tidak perlu. Kita baru saja tiba, tidak sopan jika kita langsung pergi begitu saja. Itu akan melukai hati sang pemilik acara," ucap Jayden bijaksana seraya menyesap minuman di gelasnya. Namun, hal itu justru semakin membuat Diana heran dan tak mengerti akan sikap Jayden.
Sejak kapan pria ini memikirkan perasaan seseorang? Jayden yang biasanya akan datang dan pergi sesuka hatinya tanpa mempedulikan orang lain. Ia bisa datang saat acara hampir selesai atau langsung pergi begitu saja di tengah-tengah jalannya pesta.
Tidak seperti sekarang, Jayden bahkan menghadiri acara kecil ini dengan tepat waktu dan ingin terus mengikuti perjamuan membosankan ini hingga selesai. Hal ini membuat Diana mengerutkan keningnya tak mengerti. Ia kemudian mengikuti arah pandang Jayden, yang lagi-lagi menoleh ke samping ke arah para wanita yang sedang berbincang itu.
'Siapa yang sedang Jayden tatap? Nyonya Muda Huang atau wanita yang sedang berada di sebelahnya? Cih! Apa dia sedang mengincar mangsa baru lagi?' gumam Diana seraya mencebikkan bibirnya karena kesal dan cemburu.
Diana tahu jika Jayden selalu bermain-main di belakangnya. Pria itu mempunyai banyak kekasih lain selain dirinya. Namun, Diana tidak dapat melarang hal itu. Karena ia tidak ingin membuat Jayden marah dan memutuskan hubungan mereka.
Perlu usaha keras untuk menyandang gelar sebagai tunangan Jayden, dan ia tak mau melepasnya begitu saja untuk wanita lain. Lagi pula Jayden adalah tipe pria yang mudah bosan. Ia tidak akan bertahan lama dengan satu wanita. Maka Diana pun hanya membiarkannya saja, selama Jayden masih kembali lagi kepadanya.
Acara perjamuan akhirnya dimulai. Tepuk tangan meriah dan ucapan selamat berbahagia pun, seketika terdengar di seluruh ruangan megah itu, saat Ryan dan Martha berada di atas panggung untuk memperkenalkan putra pertama mereka. Bayi mungil berusia satu bulan itu pun terlihat tersenyum, seolah mengerti jika para tamu undangan yang hadir itu sedang menyambut kelahirannya.
Begitu acara perkenalan selesai, Ryan pun membawa istri dan putranya itu untuk turun dari atas panggung. Karena acara akan dilanjutkan dengan pertunjukan sebuah tarian dan lagu-lagu selamat datang, kepada para tamu dan juga sang bayi.
Ryan dan Martha kemudian menyapa para tamu yang ingin melihat putra mereka dari dekat, termasuk Sarah dan Jesslyn. Sementara Peter terlihat sedang berbincang dengan seorang pejabat yang baru saja dikenalnya di acara ini.
Setelah puas melihat Tuan Muda Kecil Huang itu, Sarah pun segera menarik tangan Jesslyn agar menjauh dari Martha dan ibunya. Namun, Sarah tidak menyadari jika mereka sekarang sedang berdiri tepat di belakang Jayden.
"Ada apa, Bu? Mengapa menarik tanganku?" tanya Jesslyn seraya memegangi tangannya karena Sarah menariknya cukup kencang.
"Jessy, jangan lupa nanti kau juga harus memberikan seorang cucu laki-laki kepadaku," ucap Sarah memberi peringatan kepada menantunya itu.
"Ibu, usia kandunganku baru beberapa minggu, jadi aku juga belum tahu apa jenis kelamin bayi ini."
"Haish! Pokoknya kau harus melahirkan seorang cucu laki-laki untukku. Jika nanti saat kau USG, bayimu itu ternyata adalah seorang anak perempuan, maka gugurkan saja ia secepatnya, atau kau bisa membuangnya saat ia lahir nanti."
"Ibu! Tidak baik berbicara seperti itu. Semua bayi adalah anugerah dari Tuhan, Bu."
"Itu kan menurutmu. Tetapi, aku hanya akan mengakuinya sebagai cucuku jika bayi itu adalah bayi laki-laki. Kau dengar aku?"
"Tetapi, Bu, --"
"Cukup, Jessy!" tukas Sarah, "keputusanku sudah bulat."
Jesslyn masih ingin terus meyakinkan Sarah untuk menerima apa pun jenis kelamin bayi yang akan dilahirkannya nanti, tetapi Sarah tetap bersikeras dengan pendapatnya. Ia menilai jika mempunyai seorang cucu laki-laki akan lebih membanggakan bagi keluarganya dari pada cucu perempuan.
Karena memang anak laki-laki lah yang akan meneruskan nama keluarga mereka. Jesslyn pun hanya terdiam. Ia tidak ingin menarik perhatian para tamu undangan yang lain jika mereka masih terus saja berdebat di sini.
Sementara, Jayden yang mendengar perkataan Sarah tadi pun, seketika menjadi kesal. Entah mengapa ia merasa sangat geram karena Sarah berniat ingin menggugurkan bayi itu.
Bukankah tadi pagi dia juga telah meminta Peter untuk menggugurkan kandungan Jesslyn? Namun, mengapa kini ia malah merasa sangat marah dan geram saat melihat Sarah yang mengintimidasi Jesslyn seperti itu?
'Dasar wanita tua! Berani sekali kau ingin membuang keturunan keluarga Zhou begitu saja seperti layaknya sampah!' gumam Jayden marah.
Jayden pun meletakkan gelas minumannya di meja dengan sedikit kencang hingga membuat isi dalam gelas itu tumpah dan membasahi taplak meja juga lengan bajunya.
'Sial! Ada apa denganku? Mengapa aku begitu kesal. Belum tentu itu adalah bayiku.'
Diana segera mengambil tissue untuk membersihkan lengan baju Jayden. Namun, di dalam hatinya ia menjadi semakin penasaran dengan sikap aneh tunangannya itu hari ini.
'Ada apa dengan Jayden? Ia terlihat kesal sekali. Apa karena ia mendengar wanita tua itu yang sedang memarahi menantunya? Apa Jayden mengenal wanita itu? Meskipun mereka saling kenal, tetapi reaksi Jayden terlalu aneh. Tidak, Jayden. Jangan bilang kalau bayi dalam kandungan wanita itu adalah milikmu?!'
Diana pun segera mendekati Jayden dan bergelayut manja di lengan pria itu. Ia ingin mencari tahu kebenarannya.
"Jayden, kau dengar, 'kan, mereka semua membicarakan tentang bayi? Bagaimana jika mulai malam ini kita tidak perlu memakai pengaman lagi saat bercinta? Aku juga ingin mempunyai seorang bayi denganmu, Sayang," goda Diana seraya menyandarkan kepalanya di bahu Jayden.
"Diana, perhatikan sikapmu! Kita sedang berada di tempat umum!"
Jayden segera mendorong Diana agar menjauh dari tubuhnya.
"Apa?!"
Diana terkejut dengan ucapan dan sikap Jayden padanya. Pria ini semakin aneh saja. Sejak kapan ia tidak boleh menunjukan kemesraan mereka di depan publik? Mereka bahkan sering bercinta di kantor dan juga di dalam mobil, yang bukan hanya di tumpangi oleh Jayden dan dirinya, tetapi juga ada Steve dan seorang supir.
Meskipun ada sekat di tengah mobil Jayden, tetapi tetap saja mereka yang duduk di bagian depan dapat mengetahui dengan pasti, apa yang sedang dilakukan oleh bos-nya itu di kursi belakang. Namun, kini Diana hanya memegang lengan Jayden saja dan bersandar di bahunya, tetapi pria itu malah bilang jika ia tidak sopan. Diana sungguh tak mengerti akan perubahan sikap Jayden yang tiba-tiba ini.
'Apa benar semua ini adalah karena wanita itu? Sepertinya aku harus menyelidiki hal ini secepatnya.'
Sepanjang acara berlangsung, Jayden lebih banyak terdiam. Meskipun para petinggi perusahaan lain itu sedang membicarakan hal serius tentang kerja sama bisnis mereka. Namun, mata pria itu terus mengunci setiap pergerakan Jesslyn.
'Apa benar dia sedang mengandung bayiku? Heh! Tidak mungkin. Meskipun dia sedang hamil sekarang, bayi itu pasti bukan milikku. Aku yakin pasti si brengsek itu telah menjual istrinya lagi ke pria lain.'
Jayden terus berprasangka buruk akan Jesslyn. Karena terlihat kini Peter yang tengah memperkenalkan Jesslyn kepada seorang pejabat pemerintahan yang cukup berpengaruh di kota itu.
Namun, meskipun begitu, ekor mata Jayden tak bisa berhenti untuk menikmati senyum cerah dari wajah Jesslyn. Entah mengapa ia sedikit kesal karena wanita itu tertawa bersama pria lain. Jayden pun semakin yakin jika Jesslyn bukanlah wanita baik-baik.
'Cih! Ternyata dia sedang mencari mangsa baru. Benar-benar seorang profesional.'
Padahal Peter-lah yang memaksa Jesslyn untuk menemani pria tua itu mengobrol, walaupun Jesslyn merasa sangat tidak nyaman berbincang dengan pria asing. Sedangkan, Peter sendiri kini telah menghilang dengan berpura-pura pergi ke toilet.
Jayden masih terus memperhatikan Jesslyn, hingga sebuah suara membuatnya terjaga dari lamunan.
"Bagaimana menurut Anda, Presdir Zhou?" tanya seorang pria yang menjadi teman bicaranya. Atau lebih tepatnya, pria itulah yang sejak tadi terus mengoceh sendiri, karena Jayden sibuk memperhatikan setiap gerak gerik Jesslyn.
"Maaf, Anda bicara apa tadi?"
Pria itu pun tersenyum dan mengulang kembali percakapan mereka.
"Aku berbicara tentang pangsa pasar kita di Asia Tenggara. Di sana ada beberapa negara yang cukup potensial untuk mengembangkan bisnis kita. Indonesia, misalnya. Bagaimana menurut Anda?"
"Ya, potensi pasar di negara berkembang memang patut kita perhitungkan. Tetapi, kita juga harus mempertimbangkan berbagai macam aspek penting lainnya. Begini saja, kita akan membahas tentang hal ini lagi nanti saat rapat peluncuran produk terbaru kita," ujar Jayden dan pria itu pun mengangguk setuju.
"Ya, Anda benar. Kita memang harus membicarakan hal ini dengan yang lain dulu sebelum membuat keputusan."
"Maaf, aku permisi sebentar."
Jayden segera berpamitan dengan lawan bicaranya, saat dia melihat pria yang berbicara dengan Jesslyn tadi, memberikan segelas wine kepada wanita itu. Entah mengapa, dia begitu peduli akan Jesslyn hari ini.
'Dasar wanita tidak tahu diri. Bukankah dia sedang hamil? Mengapa dia malah minum minuman beralkohol itu?'
Jayden pun segera berjalan ke arah Jesslyn, tetapi bukan untuk menyapanya. Ia sengaja menyenggol punggung Jesslyn dan membuat minumannya itu tumpah ke bajunya. Cara itu terbukti efektif untuk menjauhkan Jesslyn dari pria itu, karena Jesslyn langsung pergi ke toilet untuk membersihkan gaunnya. Jayden kemudian menghampiri pria tua tadi yang sepertinya masih terus menunggu Jesslyn.
"Dia sepertinya tidak bisa menemani Anda lagi. Bagaimana kalau Tuan Tan berbincang dengan yang lain saja?"
Mendengar Jayden berbicara seperti itu, pria tadi pun tersenyum mengerti.
"Maaf, aku tidak tahu jika dia adalah wanita Anda. Aku hanya berbincang dengannya saja tadi. Baiklah, aku permisi dulu, Presdir Zhou."
Setelah kepergian pria itu, Jayden pun tersenyum. Ia melihat Jesslyn yang telah kembali dari toilet dan sedang berbincang dengan Martha dan ibunya.
'Awas saja kalau kau berani menemani pria lain lagi. Akan kulucuti semua pakaianmu di sini,' gumam Jayden seraya terus menatap Jesslyn yang sedang memunggunginya.
Jesslyn pun memegangi tengkuk lehernya karena bulu romanya meremang. Ia merasakan aura yang sangat mengerikan sedang menatapnya dari belakang. Namun, ia tidak berani untuk menoleh dan melihat siapa orang itu. Jesslyn hanya semakin mendekatkan dirinya kepada ibu angkatnya itu.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Pertiwi Tiwi
brengs
2022-02-18
1
DD😇
SUAMI YG PUNYA HATI DAN PIKIRAN BUSUK, TP IMBAS KEISTRINYA KRN KELAKUAN BUSUK SUAMINYA SENDIRI😤😤😤
2021-08-24
0
Ilan Irliana
mg cpt trbongkar kedok peter....
2021-06-22
0