Saat memasuki rumah mewah itu, kedua istri Wisnu langsung menyambut Naura dan Jeslin.
"Perkenalkan saya adalah Regina Ayunda Furkan istri pertama mas Wisnu."
"Dan aku Indira Jelita Furkan, istri kedua mas Wisnu."
Naura menatap kedua wanita cantik di depannya. Mereka sangat elegan dengan kebaya supermewah yang membungkus tubuh langsing mereka.
"Saya Naura. Calon istri ketiga mas Wisnu!" Kata-kata itu secara lancar keluar dari mulut Naura dan membuat Jeslin sangat terkejut.
Seorang pria tampan yang menggunakan baju pengantin adat Jawa, yang warna dan coraknya agak mirip dengan pakaian Naura, menuruni tangga. Ia menatap sekilas ke arah 4 wanita cantik itu dan sedikit berdecak kagum dalam hatinya karena melihat calon istri ketiganya yang terlihat berbeda dari foto yang diperlihatkan kakek Zumi.
"Dia tampan dan terlihat seksi." bisik Jeslin dan membuat Naura mencubit tangan temannya itu. Ia sungguh terkejut melihat pria itu. Dia berpikir kalau yang akan menikahinya adalah pria tua yang jelek. Namun tetap saja di mata Naura, Wisnu tak menarik karena Naura terlanjur membencinya.
Akhirnya pernikahan pun di mulai. Wisnu dengan lancar mengucapkan Ijab Kabul dengan satu tarikan napas. Naura tersenyum geli dalam hati. Tentu saja lancar, karena ini adalah yang ketiga baginya. Naura mendapatkan mas kawin berupa perhiasan emas 1 set seberat 100 gram dan uang tunai seratus juta rupiah.
Pesta pernikahan yang sederhana pun di gelar. Sampai akhirnya, Naura harus melepaskan kakek dan Jeslin pulang. Dia diantar oleh seorang pelayan tua bernama Saima. Sebuah kamar yang besar dan mewah. Naura dibantu oleh Saima untuk melepaskan gaun pengantinnya lalu ia segera ke kamar mandi untuk mandi.
Saat ia keluar dari kamar mandi, ia langsung berteriak kaget saat melihat Wisnu ada di kamar itu. Ia juga sepertinya sudah selesai mandi. Naura hanya menggunakan handuk untuk membungkus tubuh polosnya.
"Kenapa kamu ada di kamar ini?" tanya Naura dengan nada jengkel.
Wisnu tersenyum miring. "Pertama ini adalah kamarku. Dan kedua kamu adalah milikku jadi wajarlah kalu aku ada di kamar ini."
"Milikmu, juragan?"
Wisnu mengerutkan dahinya. "Juragan?"
"Aku mendengar tadi para pekerja memanggilmu seperti itu. Juragan! Rasanya enak di dengar." kata Naura lalu melangkah mendekati kopernya yang diletakan di dekat walk in closet. Naura ingin membuat Wisnu jengkel padanya dan akhirnya menceraikan dia.
"Aku suamimu, bukan tuan mu!" Wisnu secara tiba-tiba sudah memeluk Naura dari belakang. "Jangan pernah memanggilku tuan atau juragan."
"Lepaskan...!"Naura secara spontan menendang Wisnu dan membuat suaminya itu merintih kesakitan sambil memegang inti tubuhnya.
Naura berbalik dengan rasa terkejut. Ia tak bermaksud menendang bagian yang itu.
"Maaf....!" ujarnya dengan wajah penuh penyesalan.
Wisnu membuang napas kesal. Namun ia berusaha menguasai amarahnya yang hampir meledak.
"Cepatlah berpakaian dan segera turun untuk makan malam."Kata Wisnu lalu segera meninggalkan kamar.
Naura tersenyum penuh kemenangan. Ia berganti pakaian sambil bersenandung kecil.
*********
Semua yang ada di ruang makan langsung mengalihkan pandangannya pada sosok Naura yang sedang berjalan menuruni tangga. Sepertinya mereka sudah memulai makan malam tanpa menunggu si nyonya muda turun.
Rambut hitamnya yang sedikit bergelombang dibiarkan tergerai begitu saja. Sepertinya gadis itu belum menyisir rambutnya setelah keramas. Ia mengenakan kaos putih yang nampak kebesaran ditubuhnya dan celana jeans selutut yang robek di bagian pahanya. Sandal jepit yang digunakannya sengaja dibuatnya berbunyi setiap kali langkahnya menuruni tangga.
Regina dan Indira saling berpandangan, sambil menahan tawa. Mereka tak menyangka kalau madu mereka ini sedikit urakan.
Naura dengan santainya berjalan menuju ke arah meja makan.
"Selamat malam semuanya." Sapa Naura lalu duduk di samping Regina. Indira duduk di sisi yang lain sedangkan Wisnu duduk di kepala meja.
"Selamat malam, Naura!" Indira membalas sapaan Naura.
Naura sudah bisa membayangkan kedua istri Wisnu ini pasti sedang menertawakan baju yang ia pakai. Kedua perempuan itu menggunakan gaun yang cantik. Naura merasa kalau itu cukup berlebihan untuk acara makan malam keluarga.
Wisnu menatap istri ketiganya itu dengan tatapan dingin. Sejujurnya, ia merasa jengkel melihat penampilan Naura. Sekalipun usia Naura masih sangat muda, tidak bisakah ia berpakaian yang sopan?
"Naura, apakah kau tidak punya baju yang lain?" tanya Regina sedikit berbisik.
Naura menatap Regina dengan wajah terkejut. Sekarang ia mengerti mengapa ketiga orang ini menatapnya heran.
"Maaf, pakaianku semuanya seperti ini. Memangnya ada yang salah?" tanya Naura sedikit berbisik juga.
"Kau sudah menjadi seorang istri. Seharusnya kau tahu itu." Kali ini Regina sengaja mengeraskan volume suaranya.
Naura mengigit bibirnya. Inilah yang paling ia tak suka. Di nasehati oleh orang yang baru dikenalnya. Namun di hatinya, ia juga bersyukur karena akhirnya ia bisa membuat semua yang ada di ruang makan ini terlihat kesal.
"Aku sudah selesai." kata Wisnu lalu meletakkan sendok dan garpu di atas piring.
"Sayang, kau sudah selesai? Aku bahkan belum makan sama sekali."
Sayang? Regina dan Indira saling berpandangan. Mereka bahkan tak pernah memanggil Wisnu dengan panggilan itu. Wisnu adalah lelaki dingin yang selalu menyuruh mereka untuk memanggilnya dengan sebutan 'mas'.
Wisnu sendiri pun terkejut mendengar perkataan Naura. Apakah istri ketiganya ini sedang bersandiwara? Bukankah di kamar tadi ia bersikap layaknya seperti serigala yang ganas?
"Kalau begitu, makanlah. Aku akan menunggumu." Wisnu yang sudah berdiri akhirnya duduk kembali.
Naura tersenyum. "Terima kasih, sayang." Ujarnya lalu mulai mengambil makanan untuk dipindahkan ke piringnya. Ia dapat melihat wajah Regina dan Indira sedikit cemberut karena Wisnu duduk kembali.
Naura sebenarnya tak lapar. Hati dan pikirannya kini ada di rumah sang kakek. Baru empat suapan yang ia masukan ke mulutnya, ia pun meletakan sendok dan garpu yang ada.
"Aku sudah kenyang." Kata Naura lalu ia mengambil lap dan membersihkan mulutnya secara cepat, lalu berdiri.
"Selamat malam!" ujarnya lalu meninggalkan ruang makan dan sedikit berlari menaiki tangga untuk kembali ke kamar.
Regina dan Indira menatap Wisnu. Keduanya ingin bicara sebagai bentuk protes terhadap sikap Naura yang menurut mereka sangat tidak sopan. Karena biasanya, setiap kali mereka punya kesempatan untuk makan bersama, Regina dan Indira tak akan pernah meninggalkan ruang makan sebelum Wisnu selesai makan dan berdiri dari kursinya.
"Selamat malam!" Wisnu langsung berdiri dan meninggalkan ruang makan. Hatinya dongkol karena sikap Naura. Menurutnya gadis manja itu perlu diberi pelajaran.
Wisnu memang naik ke lantai dua. Namun ia tak langsung ke kamarnya. Ia menuju ke ruang kerjanya yang ada di sisi lain lantai dua ini. Sementara kamar Regina dan Indira ada di bawah.
"Kenapa mas tak menempatkan Naura di salah satu kamar yang ada di lantai satu ini? Kita berdua bahkan tak pernah tidur di sana. Mas sungguh tak adil." Indira nampak cemberut.
"Mungkin mas ingin lebih privasi di malam pertama mereka. Menurutmu, apakah Naura masih perawan?"
Indira tersenyum sinis. "Mana mungkin gadis yang selalu di diskotik dan pulang subuh masih perawan?"
Regina mengerutkan dahinya. "Kamu tahu dari mana?"
"Aku menyelidikinya 2 hari ini. Kebetulan salah satu ponakan ku satu kampus dengannya. Naura katanya pintar tapi salah satu gadis pemberontak. Apa sih yang mas suka darinya?"
Regini berdiri. "Mungkin juga mas menikahinya dengan latar belakang yang sama dengan kita. Aku mau lihat Lisa dulu." Regina pun meninggalkan ruang makan. Indira pun akhirnya menuju ke kamarnya.
********
Ponsel Naura kehabisan daya karena asyik curhat dengan Jeslin selama hampir satu jam. Ia pun masuk kembali ke dalam kamar setelah berdiri di balkon sambil menumpahkan segala kegundahan hatinya. Namun yang membuat Naura bertambah kesal, Jeslin justru memberikan semangat padanya untuk melewati malam pengantin. Untung saja pembicaraan mereka terputus. Kalau tidak, Naura pasti sudah menumpahkan kejengkelannya pada temannya itu.
Saat ia masih mencari kabel charger nya di dalam koper, pintu kamar terbuka. Tanpa menoleh pun Naura sudah tahu kalau siapa yang masuk.
"Naura....!" panggil Wisnu.
"Hmm!" jawab Naura tanpa mengalihkan pandangannya dari koper.
"Naura...!"
"Hmm..."
"Pandangi suamimu jika ia berbicara." Suara Wisnu terdengar sedikit keras dan tak terbantahkan.
Naura menemukan charger nya. Ia berdiri dan menatap Wisnu.
"Ada apa juragan?"
Wajah Wisnu langsung memerah. Gadis ini sungguh membuat emosinya cepat sekali tersulut. Namun ia tak ingin menunjukan sifat aslinya di malam pengantin mereka.
"Berhentilah memanggilku dengan sebutan itu, Naura. Aku ini suamimu dan bukan tuan mu!"
Naura mencolok kabel charger nya di dekat nakas. Ia kemudian menatap Wisnu yang masih berdiri di tengah ruangan. "Aku suka dengan panggilan itu, apa salahnya?"
Wisnu mendekati Naura dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Saat Wisnu semakin dekat, Naura justru mundur beberapa langkah dan akhirnya gadis itu terjatuh di atas tempat tidur dengan terlentang. Wisnu dengan cepat menempatkan dirinya di atas gadis itu, menahan kedua tangan Naura dan menatap lekat pada manik abu-abu itu.
"Kamu mau apa?" tanya Naura dengan jantung yang berdetak sangat cepat.
"Menurutmu?"
"Kau mau bercinta denganku?" tanya Naura dengan berani menatap mata Wisnu.
Wisnu tersenyum tipis. "Bukankah ini memang malam pengantin kita? Aku akan meminta hak ku sebagai suamimu."
Tatapan mereka bertemu. Wisnu mulai memperhatikan wajah istri ketiganya ini. Sepasang alis yang indah dan rapih. Naura bahkan tak perlu pensil alis untuk mengukir alisnya menjadi rapih. Sepasang mata bulat yang indah karena bulu mata yang tebal dan lentik. Hidung kecilnya yang mancung. Bibir yang seksi dan menggoda untuk disentuh.
Sial...! Umpat Wisnu dalam hati. Ia merasa ada gairah yang muncul dalam dirinya saat mereka berdekatan seperti ini. Ini bukan Wisnu yang biasanya. Dengan Regina, Wisnu membutuhkan waktu hampir 2 tahun untuk bisa menyentuh istrinya itu. Dengan Indira, Wisnu membutuhkan waktu selama hampir 3 bulan untuk bisa menyentuhnya. Itu semua ia lakukan dengan membayangkan wajah Dina. Kedua istrinya itu tahu. Pikiran dan hati Wisnu selalu terarah pada Dina saat ia menyentuh mereka.
Namun istri ketiganya ini memiliki sesuatu yang menarik perhatian Wisnu. Bahkan saat ini Wisnu tidak sedang memikirkan Dina.
"A...aku belum siap...!" Naura berusaha melepaskan kedua tangannya yang ditahan oleh Wisnu di kedua sisi kepalanya.
"Aku akan membuatmu siap." Wisnu langsung menunduk dan mencium dahi Naura kemudian turun ke pipinya dan leher gadis itu.
"Aku hamil...!"
Wisnu mengangkat kepalanya dan menatap Naura. Gadis itu sedang memalingkan wajahnya ke samping kanan.
"Hamil?" tanya Wisnu berusaha menahan emosinya.
"Ya."
"Tapi kakek mu tak mengatakan kalau kamu hamil. Dia hanya mengatakan kalau kemungkinan kamu sudah tak perawan. Aku bisa menerimanya karena kedua istriku juga sudah tak perawan saat aku menikahi mereka."
Air mata Naura mengalir. "Kakek tak tahu. Aku juga baru tahu kemarin."
Wisnu melepaskan kedua tangan Naura. Ia juga menjauh dan duduk di tepi ranjang. Pandangannya tak lepas dari Naura yang masih berbaring terlentang.
"Sudah berapa bulan?"
"Entahlah. Aku lupa kapan terakhir datang bulan."
"Siapa yang melakukannya? Pacarmu?"
Naura bangun dan duduk di atas ranjang sambil melipat kakinya. "Aku tak tahu."
Dahi Wisnu berkerut. "Maksudnya?"
"Aku suka melakukan one night stand dengan beberapa pria."
Wisnu menatap Naura tak percaya. Persoalan Naura sudah tak perawan, sebenarnya Wisnu bisa menerimanya namun mengetahui gadis ini hamil, ini tidak dalam pikiran Wisnu. Gairahnya yang tadi begitu memuncak, kini secara cepat menghilang. Pria itu berdiri dan segera keluar dari kamar. Meninggalkan Naura yang perlahan tersenyum senang saat si pengantin pria sudah pergi.
Entah ide konyol dari mana yang muncul dalam pikirannya saat mengatakan kalau ia hamil. Naura menciptakan kebohongan itu secara cepat dan ternyata ia berhasil mengusir pria mesum itu dari kamarnya sendiri.
"Aku bisa ganti pakaian dan tidur." Katanya pada dirinya sendiri.
Setelah mengganti bajunya dengan piyama berwarna merah, Naura pun naik ke atas tempat tidur. Ia memeluk guling dengan perasan enak.
Namun saat ia tertidur, pintu kamar kembali terbuka. Wisnu masuk dengan perasaan yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Ia membaringkan tubuhnya. Berdampingan dengan istrinya namun memasang jarak yang cukup jauh. Wisnu juga lelah karena pesta yang pernikahan mereka hati ini.
*********
Bagaimana kisa ini berlanjut?
dukung emak terus ya????
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Riska Wulandari
wkwkwk Naura somplak..
2023-08-07
4
Dewi Tarra
bukanya yg ke 4 yah,, klo di itung sma dina ?
2023-03-14
1
Desty Loey
wisnu ente kan pengusaha tajir, moso dikadalin bocah bru mekar percaya, apalagi dr awal naura gag mw d sentuh, harusnya panggil dokter kandungan k rmh tuk d cek 🙃🤪
2023-01-01
1