Bab 4

Keesokan harinya, keluarga wimarta sedang sarapan. pak dahlan meneguk teh hangat buatan langsung dari istrinya.

"Gilang, nanti sebelum kamu berangkat ke kantor kamu pergi dulu ke butik bunda" ucap bunda sambil mengoles roti dengan selai kesukaan suaminya

"Ngapain?" tanya gilang sambil mengerutkan keningnya "anterin bunda?" sambungnya

"Bukan, kita ambil baju pernikahan. karena nikahnya cuma keluarga kita sama keluarga feny jadi gak usah terlalu ribut fitting baju. di butik ada baju pernikahan yang ukuran size nya besar" perjelas bunda

Gilang hanya mengangguk-anggukkan kepalanya bertanda setuju walaupun mulutnya ingin menolak tapi ia tak bisa, bisa-bisa ayahnya akan langsung mencecarnya dengan beribu kata-kata membunuh.

"Kapan emang bun acaranya?" tanya intan sambil mengunyah nasi dengan sayur dan ikan goreng, ketika semuanya hanya sarapan roti intan yang memang dari awal tak pernah merasa kenyang beralih pada nasi seperti dirumahnya dulu. apalagi kini ia tengah mengandung rasa laparnya sering kali tiba.

"Rabu malam" jawab bunda sambil menyodorkan susu ibu hamil dari bibi pada intan.

"Bun ayo berangkat, ayah ada rapat pagi ini" ajak pak dahlan yang langsung mendapatkan anggukan kepala dari bunda

Kini tinggal rama, intan dan kak gilang yang ada di meja makan. rama terdiam membisu tak seperti biasanya ia masih memikirkan kegiatannya yang diskors selama satu bulan.

"Kak gilang kenapa gak ajak feny periksa kandungan aja nanti? biasanya kalau ditempat intan usia tujuh bulan itu selalu dilakukan USG, supaya tau apa jenis kelamin anaknya nanti" ucap intan sambil tersenyum lebar ke arah kak gilang yang hanya memasang wajah datar sambil menghela nafas beratnya

"Oh jadi itu alesan kamu gak mau dokter buka mulut anak kita cewek apa cowok?" tanya rama mengerutkan keningnya

Sebenernya intan sudah pernah di USG tapi saat dokter mau menyebutkan jenis kelaminnya intan mengatakan bahwa ia mau di beritahukan nya nanti saja saat intan bertanya dan itu di setuju oleh dokter.

Tentu saja karena usia kandungannya baru enam bulan, ia ingin nanti saja saat tepat tujuh bulan.

Intan menganggukkan kepalanya tanda kebenaran.

"Kak gil.."

Seketika rama menyenggol kaki intan dengan kakinya, agar intan berhenti membahas feny. ia tau gilang mau menikahi feny karena terpaksa.

Intan langsung menoleh kepada rama sambil mengerutkan keningnya "apa?" tanyanya santai

Rama tersenyum lebar sambil merapatkan giginya ke arah intan yang masih belum paham, kak gilang bangun dari duduknya sambil tersenyum ke arah intan "aku berangkat sekarang ya"

"Oh iya kak, ati ati. jangan lupa ke butik bunda" ujar intan mengingatkan kak gilang sambil tersenyum lebar

Dengan menghela nafas beratnya ia menganggukkan kepalanya "iya intan"

Rama mengusap wajahnya kasar, iya sudah ketakutan bahwa kak gjlang akan marah. meneriaki intan atau bahkan pergi begitu saja dari meja makan.

"Yam kate, lain kali jangan bahas feny lagi. kak gilang gak nyaman" kata rama sambil menatap intens istrinya

"Tau dari mana kak gilang gak nyaman, kak gjlangnya aja selow aja. kamu kali yang baper bahas mantan" hardiknya dan langsung berjalan menuju pintu keluar

Rama menghela nafas panjangnya lalu memeluk intan dari belakang "aku mau berangkat kerja, jagain anak kita ya" ia segera mengecup perut intan dan juga keningnya lalu pergi

"Kalau gak buru-buru bisa perang dunia ketiga ini" kata rama sambil menggelengkan kepalanya

•••

Kak gilang memasang wajah datarnya menuju butik bunda, tentu ia harus menuruti semua yang di perintahkan oleh ayah dan bundanya. karena bagaimanapun ia sendiri yang sudah menyetujui pernikahan ini.

Sebenarnya kak gilang ingin menikah di usia tiga puluh tahun, menurutnya itu usia paling matang dan cocok baginya. namun semesta punya kehendak lain ia harus mempunyai seorang istri di usia dua puluh empat tahun beranjak dua puluh lima.

Mahluk yang namanya perempuan memang jarang bahkan hampir tidak pernah terlintas dalam benak dirinya, ia hanya ingin sukses dan menggapai semua yang ia mau.

Dia tidak punya mantan pacar, mantan gebetan bahkan orang yang pernah ia kagumi pun rasa rasanya tidak ada selain kedua orangtuanya dan para pejabat tinggi yang mempunyai etos kerja yang baik.

"Akhirnya, ini" bunda menyodorkan paper bag berwarna coklat "langsung suruh feny cobain ya, takut kekecilan" sambungnya

Kak gilang mengangguk paham "kalau gitu, gilang langsung pergi ya?"

Bunda memberikan ibu jarinya lalu mengelus kepala ragil "jadi anak dewasa, seperti biasanya ya sayang. termasuk sama anak dan istri kamu nanti, bunda ingin kamu jadi suami dan ayah yang baik"

Kak gilang menelan saliva-nya dengan sulit sambil tetap menunjukkan deretan giginya yang tersusun rapih.

Kata kata bunda sangat menusuk dihatinya, ia malah khawatir kalau ia tak bisa menjadi apa yang bunda mau.

Setelah sekitar setengah jam lebih ia baru sampai di depan rumah feny, terlihat sebuah mobil berwarna putih parkir disana. seperti nya ini mobil kedua orangtuanya fifi, kak gilang segera turun dan mengetuk pintu.

"Ceklek"

"Eh kak gilang" feny segera kembali menutup pintunya, ia hanya memakai sebuah tengtop dengan bahan longgar yang mengikuti lekuk tubuhnya "aku kira mamah" sambungnya menongolkan kepalanya

"Apa kita harus bicara seperti ini?" tanya kak gilang menautkan kedua alisnya

"Tunggu sebentar" feny segera berlari kecil tergopoh-gopoh mengambil kaos putih polos miliknya dan segera kembali ke luar

"Mm ada apa kak?" tanya feny saat ia melihat kak gilang berdiri menatap halaman rumahnya sambil memegang paper bag itu

Kak gilang menyodorkan paper bag itu, feny mengambilnya dengan antusias. ia merasa senang kak gilang membawakan sesuatu dan ternyata itu adalah baju pengantin.

"Buat feny kak?"

Kak gilang menganggukkan kepalanya "kamu coba itu, nanti kirim pesan. kekecilan atau gak" kata kak gilang langsung melengos pergi begitu saja

Namun ia menghentikan langkahnya "lain kali, pakai baju sebelum buka pintu"

Feny tertunduk malu "maaf kak, feny kira mamah. soalnya mamah tadi keluar beli makanan di depan"

Kak gilang hanya memasang wajah datarnya saat mendengar penjelasan dari feny, ia langsung masuk kedalam mobil dan menjauh dari feny dan rumahnya.

"Huh" feny mengusap wajahnya kasar "apa mungkin aku bisa membuat kak gilang mencintai ku?" ucapnya dengan getir

Melihat dari perilaku kak gilang saja ia terkesan tak terlalu perduli pada dirinya, apalagi ia pernah melihat begitu emosinya kak gilang saat tau bahwa kehamilan ini terjadi karena ulah bodoh diriku sendiri. gumam feny dengan nada cemas.

Kak gilang memang terkesan cuek pada apapun yang terjadi disekitarnya, tapi bukan berarti dia orang yang tidak perduli. hanya saja ia benar-benar mewarisi sikap dingin dari pak dahlan yaitu ayahnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!