Kehadiran Gilang di dalam kelas ini membuatku sedikit risih. Bukan karena aku tidak menerima kehadirannya sebagai murid baru! Namun karena dia terus menatapku saat jam kosong di pelajaran Bu Diah.
Entah dia sengaja atau tidak untuk ngobrol dengan Vino. Yang mana meja Vino terletak tepat di samping kiri meja Qonita, meja tempatku duduk sekarang!
Aku yang sedang duduk menghadap Ayu pun tidak sengaja melihat ke arahnya. Dan benar saja, matanya juga sedang tertuju padaku. Namun aku memilih mengabaikannya. Tidak ada sedikit pun senyum di wajahku untuknya.
"Ke perpus, yuk!" Ajakku pada Ayu dan Arina. Keduanya pun mengangguk mau.
"Vin!"
Vino menoleh mendengar panggilanku. "Kita izin ke perpus, ya?!"
"Yo'i, jangan nyeleweng ke kantin, ya! Awas aja!" Canda Vino seperti biasa.
"Hemmm, tenang aja!" Sahut Ayu sambil merapikan buku yang hendak ia bawa.
Sementera Arina mengeluarkan Al-Qur'an dari tasnya. Ya, dia memang seperti itu. Selalu menjaga wudhu' nya. Agar dia bisa membaca Al-Qur'an saat jam kosong seperti ini. Jujur aja, aku iri (dalam kebaikan) pada Arina. Dia dikenal oleh semua orang sebagai gadis yang baik. Aku juga ingin sepertinya. Aku ingin orang mengenalku karena kebaikanku!
Selain merasa iri (dalam kebaikan) aku juga merasa beruntung karena memiliki sosok teman seperti Ayu dan Arina. Ayu gadis yang pintar, dia selalu mengharumkan nama sekolah jika dipilih untuk lomba olimpiade IPA ataupun IPS. Ya walau kadang sikapnya sedikit bar-bar. Sedangkan Arina gadis kalem, dia patut dijadikan panutan oleh kami berdua!
"Assalamu'alaikum...." Kami mengucap salam terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam perpustakaan.
"Wa'alaikumussalam," jawab Kak Astri. Penjaga perpustakaan.
"Jamkos?" Tanyanya.
Kami pun mengangguk bersamaan.
"Jangan ribut, ya!"
Sekali lagi kami mengangguk. Setelah itu, kami pun memilih untuk duduk di pojok kanan perpustakaan. Ayu mulai memakai kaca mata minusnya. Lalu membuka buku. Begitupun Arina. Ia membenarkan hijabnya. Menghadap kiblat, kemudian aku bisa mendengar lantunan Ayat suci Al-Qur'an darinya.
Aku sendiri sibuk menelusuri rak buku. Berjalan menuju rak buku Agama. Mencari buku bacaan yang setidaknya memberi manfaat bagiku.
"Akidah Akhlak." Aku meraih buku itu. Menatap sampulnya lalu ikut duduk di samping Ayu.
"Tumben!" Ayu melirik buku yang sedang kubaca. "Lagi kesambet Jin Muslimah, ya?
"Lagi pengen baca aja!" Jawabku sambil membalik halaman buku.
"Biasanya juga baca novel!" Ayu menimpali lagi.
"Novelnya udah kebaca semua, belum ada yang baru!"
"Hemm, baguslah! Setidaknya ada perubahan sekarang!" Dia mengelap kaca matanya mengunakan sapu tangan khusus. "Bagaimana dengan Mike Angelo mu?"
"Ada apa dengan Mike?" Aku mengalihkan pandang padanya.
"Nggak ada, aku kan cuman nanya aja. Ya karena tumben aja kamu nggak nyebut nama dia lagi akhir-akhir ini!"
"Benarkah?"
Aku sendiri tidak menyadari hal itu!
"Hem, itu menurut pendengaranku! Udah lah jangan bahas dia. Lanjutin aja bacaanmu! Aku mau ke toilet dulu!"
"Hem, hati-hati!" Aku pun kembali menatap buku yang ku pegang. Membaca kisah yang menjelaskan tentang kesabaran Sayyidina Ali Bin Abi Thalib dan Istrinya, Sayyidah Fatimah Az-Zahro Bintu Rasulullah SAW. Tanpa terasa, kami pun menghabiskan semua waktu jam pelajaran Bu Diah di perpustakaan, sampai bel keluar main terdengar.
...--------------...
"Kak Manda!" Seorang cowok yang berdiri tidak jauh dari kelas memanggilku.
Aku yang baru saja kembali dari kantin pun berdiri di depan pintu kelas. Cowok yang tak lain adalah adik kelasku itu pun melangkah dengan cepat ke arahku.
"Kak...." Dia menyodorkan sebatang cokelat dengan selembar kertas berwarna biru muda, yang diikat menggunakan pita.
"Apa?" Aku menatapnya.
"Untuk Kak Manda," ucapnya sambil tersenyum malu.
"Untukku?" Aku hanya menatap cokelat itu. Tanpa berniat untuk mengambilnya.
"He'em." Dia tersenyum begitu manis padaku.
"Simpan aja, masih banyak gadis lain yang berhak dapetin cokelat itu!"
"Tapi, aku mau kasi ini ke Kak Manda!" Polos dia berkata.
"Aku ngerti, tapi maaf. Aku nggakk bisa!" Aku tersenyum sebelum memutar tubuhku.
"Kenapa, Kak?"
Dia malah bertanya. Membuatku kembali memutar tubuh menghadapnya.
"Karena akan ada hati yang tersakiti jika aku menerimanya. Mengerti lah!" Tegasku. Kuharap dia mengerti maksud ucapanku.
"Pacar Kak Manda, ya?"
Aku melirik wajah polosnya. "Lebih dari itu!"
"Kak Manda!" Dia memanggilku sekali. Keras betul usaha bocah ini!
"Hem?" Aku menaikkan sebelah alisku menatapnya.
"Kalo gitu, aku akan tunggu sampe Kak Manda putus. Atau, aku juga nggak papa kalo harus jadi pacar yang kedua!"
Hahaha, Bocah ini kesambet apa coba!
"Bagaimana, Kak? Boleh ya?"
"Jawabanku akan tetap sama, aku NGGAK bisa! Carilah gadis yang lebih baik lagi dariku!" Aku pun melangkah masuk ke dalam kelas. Dan seketika itu juga suara Gilang terdengar olehku.
"Kenapa nggak kasi kesempatan untuknya?"
Aku menoleh. Dia sekarang sedang memegang cokelat yang dipegang Bocah tadi.
"Bukan urusanmu!" Sekali lagi aku mencoba untuk mengabaikannya.
"Gimanaa kalo aku yang ngasih cokelat ini. Apa kamu juga akan menolakku?" Dia melangkah mendekati mejaku.
"Apa kamu juga akan nolak cokelat pemberianku, Manda?" Pelan dia berkata.
"Hei, Guling!" Ayu tiba-tiba saja datang. "Kenapa kamu ikut campur urusan orang lain? Kalau Manda nggak mau nerima, ya udah, biarin aja!"
Gilang memutar tubuhnya menghadap Ayu.
"Ya, kamu akan mudah melupakannya. Tapi nggak dengan kami para cowok! Kamu, seorang cewek mana tau sakitnya ketika cinta ditolak!" Gilang berkata. Dia juga terlihat tidak mau kalah rupanya.
"Oh, kamu salah. Kami juga para cewek tau kok rasanya!" Ayu maju satu langkah. Namun buru-buru Arina menarik tangannya.
"Udah, jangan berdebat! Jangan buang waktu kalian hanya untuk hal seperti ini!" Tegas Arina, bersamaan dengan Vino yang langsung meminta Gilang duduk di mejanya.
Huh, hari pertama sekolah saja sudah seperti itu aksinya! Bagaimana dengan hari-hari berikutnya?
Tapi jujur saja, Gilang sebenarnya pria yang baik. Ya, dia pria baik. Hubungan kami dulu pun berakhir dengan cara baik-baik. Dan sejauh ini, dia memang masih sering menanyakan kabar dan juga membalas story IG ku. Yang tentu saja selalu membuat Om Zidan cemburu!
Dan tentu saja, itu bukanlah hal yang istimewa lagi bagiku. Hubunganku dan Gilang sudah berakhir! Namanya juga sudah lama memudar dari hatiku! Hubungan kita sekarang tidak lebih dari sebatas TEMAN!
----------
Matahari begitu menyengat siang ini. Bahkan wajahku yang baru saja dibasuh oleh air wudhu terasa kering ketika keluar dari Musholla.
Di sekolah kami memang ada aturan untuk solat dzuhur berjama'ah terlebih dahulu. Aturan ini bahkan sangat ditekankan untuk Kelas XII. Karena kami lah yang menjadi panutan bagi adik-adik kelas kami. Jika kami patuh dan menaati peraturan. Maka mereka pasti akan patuh dan menaati peraturan juga. Begitupula sebaliknya.
"Manda?" Arina menepuk pundakku, membuat aku sedikit terkejut lalu menoleh ke arahnya.
"Ngagetin aja!"
"Ish, orang kamu yang ngelamun!" Dia memutar bola matanya lalu meletakkan sajadah dan mukenah pada tempat semula.
"Ayu mana?" Tanyaku sambil mengintip ke dalam Musholla bagian wanita. Aku tidak melihat adanya Ayu di sana.
"Dia pulang duluan!" jawab Arina sembari menurukan lengan bajunya.
"Kenapa?"
"Kena tadi sebelum adzan!"
"Oooo, terus dia pulang sama siapa?" Tanyaku. Karena biasanya Bang Haikal belum bisa menjemputnya jam segini.
"Tuh, sama si Gilang. Vino yang nyuruh!"
Lah?
Sama Gilang?
Kok aku nggak tau ya?
"Kok Ayu bisa mau pulang sama anak itu?" Aku ikut duduk di samping Arina yang sedang memasang kaos kakinya.
"Ya mau gimana lagi, tau sendiri kan, dia kalau udah haid suka sakit perut, mana darahnya udah tembus rok. Untung si Gilang mau pinjemin jaketnya buat nutupin tadi!"
"Oh, gitu ceritanya!" Aku pun manggut-manggut tak jelas. Tapi aneh saja, kok aku bisa nggak tau ceritanya sih. Bahkan taunya dari Arina!
"Ya, udah, kita juga pulang sekarang!"
Kami keluar dari area Musholla.
...------------...
Bocah yang entah siapa namanya tadi itu pun kembali menghampiriku. Saat aku dan Arina menunggu jemputan di depan gerbang.
"Kak Manda?"
Malas, aku menoleh ke arahnya.
"Maaf untuk kejadian tadi!"
EH, KENAPA DIA MALAH MEMINTA MAAF?
"Aku janji deh, nggak bakal suka sama Kak Manda lagi. Dan aku juga janji, nggak bakal jadi pengganggu di hubungan Kak Manda dan Kak Gilang. Aku kapok, Kak! Sumpah!" ucapnya dengan jari tangan yang membentuk huruf V. Setelah itu, dia pun melangkah menjauhi kami.
"Hah?" Aku menatap kepergiannya dengan bibir terbuka.
Hubunganku dan Gilang? Hubungan apa maksudnya?
"Nah, kamu punya hubungan apa sama si Gilang?" Tanya Arina. Membuat kepalaku semakin pusing aja!
"Hubungan pertemanan lah! Memang hubungan apa lagi!" jawabku penuh penekanan.
"Yakin? Hanya itu?"
"Ish, udah lah! Jemputanku udah dateng!" Aku memakai tas punggungku, lalu bersalaman dengan Arina yang malah menatap penuh curiga padaku!
"Assalamu'alaikum, aku duluan ya!" Dia hanya mengangguk sambil menjawab salamku.
Pelan aku melangkah mendekati mobil Om Zidan. Menarik napas, dan menghembuskannya dengan pelan terlebih dahulu. Sebelum akhirnya aku membuka pintu mobil dan mengucapkan salam pada Om Zidan.
"Assalamu'alaikum, Om!"
"Wa'alaikumussalam!" jawab Om Zidan lalu menyodorkan tangannya.
Aku pun meraih tangan kekarnya itu. Mencium punggung dan telapak tanganya.
"Kamu laper, Manda?" Dia melirik sekilas sebelum melajukan mobil menjauhi area sekolah.
"Lumayan, Om!"
"Mau makan sekarang?"
"Di restoran?" Tanyaku dengan antusias. Karena jarang sekali Om Zidan mengajakku makan di luar.
"Boleh, kalau itu mau Istri Kecilku!"
"Maacih...." Aku tersenyum sambil menatap wajah tampannya. Dan dia juga membalas dengan senyuman seadanya.
Sekitar tujuh menit kemudian. Kami pun sampai di sebuah rumah makan yang tidak jauh dari rumah.
Green Rinjani. Begitu nama rumah makan dengan nuansa nusantara modern ini. Di rumah makan ini kita bisa memilih duduk lesehan atau duduk menggunakan kursi dan meja makan seperti biasa. Dan Om Zidan, dia memilih untuk duduk lesehan. Dia mengambil tempat duduk di pojok barat, yang lebih sepi. Tujuannya agar bisa lebih nyaman saat makan dan agar tidak ada mata yang menatap istrinya ini, begitu katanya!
Om Zidan memesan satu porsi ayam bakar pedas manis, dua porsi nasi, satu mangkuk sup kambing dan juga perkedel. Herannya, aku yang dulu tidak suka daging kambing, tiba-tiba saja menghabiskan setengah mangkuk sup kambing yang Om Zidan suapkan.
"Kadang apa yang nggak kita suka, akan berubah jadi suka. Saat kita menikmatinya bersama orang yang kita suka, benar begitu kan, Manda?" Tanya Om Zidan sembari membersihkan bibirku dengan tissue yang dia pegang.
Bahkan dia lebih mementingkan aku dibandingkan dirinya sendiri sejak tadi!
"Terimakasih ya, Om!" Aku pun ikut menarik tissue. Membersihkan keringat di keningnya.
"Kembali kasih, Sayang!"
Hiks, entah mengapa aku ingin tertawa setiap mendengarnya memanggilku 'Sayang'. Bukan karena apa, hanya terdengar lucu aja!
Kami pun keluar dari rumah makan, setelah kenyang dan membayar semua makanan. Sebelum pulang, Om Zidan mampir ke minimarket terlebih dahulu. Dia membeli tiga bungkus es cream untukku.
"Jaga dirimu, jika ingin keluar rumah, lapor dulu padaku!" ucapnya sembari mengelus kepalaku.
"Siap, Komandan!"
Setelah itu, mobil Om Zidan pun kembali melaju. Meninggalkan halaman depan. Dia harus kembali lagi ke kantor, karena ada beberapa pekerjaan yang benar-benar tidak bisa dia tinggalkan!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
💞Nia Kurnaen💞
Full romantic...❤❤❤
2023-04-04
0
Kyu
duh jd makin suka sama Om om, Om Om single masih ada stok nggak ya?
2021-11-07
1
Lilik Juhariah
om Zidan bikin adeeeem
2021-05-25
0