"Emmm...." gumamku saat tangan dingin dan kekar Om Zidan menyentuh pipi dan hidungku. Aku bisa membayangkan, bagaimana tampannya dia sekarang.
Dia pasti sudah memakai baju koko, sarung dan juga pecinya. Pasti terlihat sangat tampan rupawan.
"Bangun, Manda. Katanya mau Tahajjud bareng! Ayo, bangun!" Dia mencubit pipi dan juga hidungku secara bergantian. Aku yang sebenarnya masih malas bangun pun memegang tangannya. Meminta ia berhenti mencubitku.
"Bener nggak mau bangun, nih?" Tanyanya dengan lembut.
"Sepuluh menit lagi, Om!" Aku malah meringsut mendekatinya dan meletakan kepalaku di atas pahanya. "Om udah siap, ya?"
"Emmm, tapi aku harus ulang wudhu' lagi. Kamu membatalkan wudhu' ku!" Kesalnya namun tetap saja ia mengelus kepalaku.
"Hehehe, maaf."
Setelah aku merasa puas dengan elusan tangannya. Aku pun bangun tanpa disuruh lagi. Ku kucek mataku sambil tersenyum melihat betapa tampan Suamiku saat ini.
"Udah? Udah puas liatiinnya?"
Hehehe, aku tersenyum malu kemudian turun dari kasur dan langsung melangkah menuju kamar mandi untuk berwudhu.
Sekeluarku dari kamar mandi. Aku melihat Om Zidan sudah berdiri di atas sajadahnya. Di dalam Mihrob yang juga ada sajadah yang di gelar untukku di sana.
"Cepatlah!"
Aku tersenyum lalu memakai mukenah. Sedangkan Om Zidan merapikan sarung dan juga pecinya. Ia menatapku sekali lagi, memastikan aku sudah siap diimami olehnya.
"Dagumu, Manda!" Ujarnya sambil mencontohkan padaku dengan menyentuh dagunya. Aku pun tersenyum lalu memajukan mukenah hingga menutupi daguku.
Setelah itu, Om Zidan kembali meluruskan tubuhnya. Dan kami pun mulai melaksanakan sholat Tahajjud empat rakaat, dengan Om Zidan sebagai imam dan aku makmumnya.
Jantungku benar-benar berdebar kencang setiap kali diimami olehnya. Terutama saat aku mendengar setiap takbir yang ia ucapkan. Rasanya jantungku ingin lepas seketika.
Oh, ya. Aku lupa dengan siapa namaku yang sebenarnya. Jadi namaku Annisa Amanda. Orang lain sering memanggilku Icha, sedangkan Om Zidan dan para sahabatku memanggilku, Manda. Kata mereka, nama Icha sudah banyak di sekolah ataupun di sekitar rumah. Jadi mereka memilih untuk memanggilku Manda saja.
Aku sendiri heran. Namaku Annisa Amanda. Tapi darimana mereka memanggilku Icha? Ah, sudahlah, terserah mereka saja. Asal mereka tidak memanggilku Lisa saja. Lisa Blackpink maksudnya. Hahahaha.
Setelah sholat Tahajjud, aku dan Om Zidan sama-sama berdo'a. Dan tanpa sadar, air mataku menetes saat mendengar dan meng-aamiinkan do'anya.
Om Zidan menutup do'a dengan membaca shalawat sebanyak tiga kai kali. Aku mengikutinya.
"Ngantuk..." Dia tiba-tiba saja berbalik dan langsung mencium kening lalu memelukku. Pelukannya terasa begitu erat, hangat dan menenangkan. Aku pun tak tahan untuk tidak balik memeluknya.
"Bangunkan aku nanti, ya?!" Ucapnya sambil melepaskan tubuhku. Ia meletakan kepalanya diatas pahaku, memegangi tangan kananku, menciumi setiap buku-bukunya.
"Om?" Aku menusuk pipinya. Matanya yang terpejam pun terbuka lalu menatapku.
"Ada apa?"
"Apakah Om Zidan nggak marah kalo Manda terus manggil Om seperti ini?" Tanyaku. Karena jujur saja, aku merasa dia tidak nyaman dengan aku yang memanggilnya dengan sebutan 'Om'
"Kenapa aku harus marah, Manda? Aku tau, kamu suka memanggilku seperti itu. Panggil saja, aku suka mendengarnya!" Dia menciumi telapak tanganku.
"Atau, kamu mau mengubah panggilanmu? Kamu mau memanggilku apa? Sayang? Honey? Baby? Atau Hubby?"
Aku tertawa mendengar semua saran yang ia berikan. Kutundukan wajahku, lalu kucium pipi kanannya. "Sepertinya Om Suami lebih cocok!"
"Hahaha, panggil saja sesukamu, aku tidak pernah mempermasalahkan itu!"
"Hehehe, baiklah, Om Cintaku!" Aku pun tertawa saat ia dengan gemas mengigit pipiku. Aku suka dia, aku juga tidak pernah mempermasalahkan berapa usianya. Aku benar-benar jatuh cinta untuk yang kedua kali padanya. Pada dia, Om Pencemburu dan Posesif itu.
*****************
Saat matahari sudah terbit, aku dan Om Zidan pun sudah rapi. Aku dengan seragam sekolahku. Sementara Om Zidan dengan setelan kemeja dan juga jas kerjannya. Dia tetap terlihat tampan dengan pakaian apapun. Tapi mungkin, dia akan lebih tampan jika tidak memakai apapun?
Hahahaha. Aku tidak tau, ya. Karena sampai saat ini, aku tidak pernah melihatnya tidak memakai apapun.
"Habiskan sarapannya!" Ujarnya saat aku hanya menghabiskan setengah dari sarapanku.
"Sudah kenyang, Om!" Ucapku dengan nada yang dibuat-buat manja.
"Tinggal tiga suap saja, Manda. Habiskan lah!"
"Hihihi... Aku sudah kenyang!" Aku pun berdiri, lalu mengangkat hijabku. Menunjuk kan perut yang sudah kembung pada Om Zidan. Dia malah terkekeh melihat tingkahku.
"Baiklah, berikan padaku. Biar aku yang menghabiskannya!"
Dengan tersenyum malu aku mendorong piringku padanya. Dia memang begitu. Tidak suka melihat aku menyisakan atau tidak menghabiskan makanan atau minumanku. Dan jika sudah seperti itu, dialah yang akan menghabiskannya untukku.
**************
Setelah sarapan, kami pun melangkah keluar dari dapur. Om Zidan naik ke lantai atas terlebih dahulu. Lalu turun lagi sambil menentang tas kerjanya dan juga tas sekolahku.
"Makasih!" Ujarku sambil mengambil alih tas punggung berwarna biru tua miliku dari tangannya.
Om Zidan pun tersenyum. "Sama-sama, MANIS."
Dengan lembut ia meraih tanganku. Mengajakku untuk segera keluar dari rumah.
Setiap hari sekolah, dialah yang menghantar dan menjemputku. Kadang kalau dia tidak bisa, maka dia akan meminta Kak Henny untuk mengantar atau menjemputku.
Dan sejauh ini, Kak Henny baru mengantar beberapa kali saja. Itu pun karena Om Zidan harus masuk kerja lebih cepat dari biasanya .
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih sepuluh menit. Mobil yang Om Zidan kemudikan pun berhenti. Tepat di samping kanan gerbang sekolahku.
Dia menatapku, memastikan kalau tidak ada satu pun dari rambut atau anak rambutku yang keluar. Jika ada, maka Om Zidan akan memasukkan mereka sampai semuanya terlihat rapi.
"Belajar yang serius! Kurangi mainnya saat di kelas!" Ucapnya mengingatkanku.
"Iya."
"Jangan dekat-dekat dengan yang bukan mahrammu!"
"Iya, Om."
"Baiklah, aku percaya padamu!" Kemudian dia mengelus kepalaku, sambil tersenyum semanis madu.
Setelah itu, aku pun meraih tangannya. Mencium punggung tangan dan telapak tangannya, lalu meletakan tangannya kembali di atas kepalaku.
"Jaga dirimu!" Ucapnya sebelum menurunkan kaca mobil.
"Hati-hati, Sayang..." lirihku sambil menatap mobilnya yang sudah melaju jauh. Aku sayang dia. Aku suka dia!
"Icha?" Panggil seseorang saat kakiku baru saja melangkah memasuki gerbang. Dengan sedikit malas aku memutar badan menghadap orang tersebut.
Dan seketika itu juga, wajah cuekku berubah menjadi ramah, ceria dan penuh senyum manis. Manisnya setara dengan satu liter madu murni.
"Selamat pagi, Buk. Ibu memanggil saya tadi?" Tanyaku sopan. Dia Bu Diah, guru Bahasa Indonesia di kelasku.
"Selamat pagi juga, Cha. Iya, Ibu tadi memanggilmu." Tangan Bu Diah tiba-tiba saja merangkul pundakku. Membuatku sedikit tidak nyaman. Tapi aku juga tidak berani menepis tangannya. Jadi kubiarkan saja.
"Kenapa Ibu memanggil saya? Apakah ada yang saya bisa lakukan untuk Ibu?" Sopan aku bertanya.
"Ada! Tapi ini jadi rahasia ya, di antara kita! Maksud Ibu, kamu jangan kasih tau siapa-siapa, ya?"
"Memang apa, Buk?" Aku menghentikan langkahku, saat Bu Diah terlihat ingin membisikkan sesuatu padaku.
"Tolong comblangin Ibu dong, sama Om Tampanmu itu!"
What?
Seketika itu juga aku mengerutkan dahi tak percaya.
Aku? Comblangin dia sama Om Zidan?
Oh, No!
Aku tidak bisa, Bu! Om Zidan kan suamiku! Enak saja, Bu Diah ingin merebutnya dariku!!
"Jika kamu mau, maka saya akan berikan kisi-kisi ujian padamu," imbuhnya. Masih dengan berbisik di depan telingaku.
Aku pun mengembuskan napas pelan. Lalu kutatap Bu Diah dengan seksama. "Apakah Ibu yakin?"
"Iya, Cha. Ibu itu sudah lama naksir Om-mu. Habis, orangnya tampan dan sholeh gitu!" Bahkan pipi Bu Diah memerah saat mengatakan hal itu padaku.
"Oooo, jadi Ibu ingin aku melakukan apa untuk Ibu?" Pura-pura aku bertanya. Penasaran saja, usaha apa yang ingin ia lakukan untuk mendapatkan hati SUAMIKU!
"Hehehe, untuk saat ini. Kamu cukup bilangin sama Om-mu. Supaya dia konfirmasi Ibu di IG. IG-nya kan dikunci, Ibu jadi nggak bisa kepoin dia!"
Cih. Bu Diah ini, Ibu tau tidak, kenapa IG Om Zidan dikunci? Itu karena aku yang memintanya, Bu!!!
"Oke, itu gampang, Bu!" Ujarku. Aku pun menatap jam tanganku, sepuluh menit lagi bel akan berbunyi. Aku harus segera masuk ke kelas untuk menaruh tas dan bersiap untuk ikut upaca bendera.
"Oh, ya, Bu. Kalau begitu, saya duluan ya, Bu!" Ujarku tersenyum ramah.
"Silahkan, Nak! Jangan lupa ya, comblangin Ibu!" Teriaknya Bu Diah tanpa malu.
"Comblangin? Dia kira aku akan benar-benar melakukan itu?" Gerutuku saat berjalan menuju kelasku di lantai dua.
"Di sekolah, Bu Diah tetap guruku! Tapi di luar urusan sekolah, dia akan menjadi sainganku!"
Aku pun membuka pintu kelas yang tertutup. Terlihat ada lima orang di dalam sana. Mereka sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Ada Qonita, si tukang make up, yang sibuk dengan kaca, lipstik dan juga bedaknya.
Ada Ayu Sintiya Dewi, si anak rajin yang sedang membaca buku, terlihat serius dan mendalami gitu.
Ada dua bocah laki-laki yang sedang merapikan rambut mereka. Menyisir dan juga mengoleskan minyak goreng sampai rambut mereka kinclaung seperti baru.
Dan satu orang lagi sedang menyiapkan meja guru. Dia Arina, si Ukhty yang sangat menghormati guru dan memperhatikan setiap apa yang berhubungan dengan guru di kelas kami.
"Selamat pagi!" Sapaku pada Qonita dan juga Ayu, kebetulan mereka berdua duduk di samping mejaku.
"Pagi, Manda" Balas Ayu tanpa mengalihkan pandangnya dari buku di tanganya. Abaikan, dia memang begitu!
"Pagi juga, Manda!" Balas Qonita. Dia juga sama, matanya masih fokus pada cermin di tanganya. Memastikan apakah lipstik-nya tidak berlepotan kemana-mana.
"Baca apasih, Yu?" Aku pun duduk di samping Ayu. Dia tidak menjawab apapun. Hanya memperlihatkan sampul buku yang ia baca padaku. Ilmu Pengetahuan Sosial. Begitulah bacaan sampul buku itu.
Karena bingung mau membicarakan apa dengan Ayu ataupun Qonita. Aku pun memilih untuk diam saja, menunggu sampai bel berbunyi atau sampai teman-teman yang lainnya datang dan menyapaku. Maka aku akan membalas sapaan mereka. Kecuali sapaan dari teman laki-laki di kelasku yang memang rada gesrek semua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Tahajjud?? Bukannya tadi katanya Manda lagi lampu merah ya??🤔🤔🤔
2024-05-11
0
💞Nia Kurnaen💞
Apa kabar bu Diah,jika tahu Manda adalah istrinya om Zidan...btw jadi penasaran setampan siapa sih om Zidan...🤔🤭🤭🤭
2023-04-04
1
mh_iya89
wah ternyata ketinggalan 3 judul aku,cerita tentang om om🤭 sambil nunggu updatean piramid mampir disini dulu deh,yg 2 nyusul bacanya,,,Sama kok neng icha,sodaraku juga namanya ANNISA panggilan nya ICHA🤭
2023-01-24
0