Aku, Ayu, dan Arina melangkah keluar dari kelas. Setelah bel pulang berbunyi tentunya.
Kami sama-sama melangkah menuju depan gerbang. Ayu biasanya dijemput oleh Abangnya. Bang Haikal namanya. Orangnya ganteng, baik, dan juga murah senyum. Aku akui, dia memiliki pesona yang luar biasa!
Dan jujur saja, dulu aku pernah naksir sama dia. Saat masih duduk di bangku SMA kelas satu. Tepatnya dua tahun yang lalu.
Sedangkan Arina biasa pulang dengan kakak sepupu perempuannya yang sekolah di sekolah yang berbeda. Kak Tamara namanya.
Tepatnya saat kami bertiga berdiri sekitar satu meter dari gerbang sekolah. Terdengar seseorang berteriak memanggil namaku. Spontan aku pun membalik tubuh menghadap orang itu. Diikuti oleh Ayu dan Arina.
Ternyata Bu Diah! Dia melangkah cepat ke arah kami. Dengan membawa sebuah bingkisan di tangan kanannya.
"Selamat siang, anak-anak!" Sapa Bu Diah ramah.
"Selamat siang juga Bu."
"Maaf, ya, Ibu bikin kaget kalian tadi." Bu Diah nyengir. Lantas dia memberikan bingkisan di tangannya padaku. "Titip untuk Om-mu ya, Cha," bisiknya.
What?
Seserius itukah Bu Diah ingin dekat dengan Om Zidan ku!
"Oh, ya, Bu. Ibu tenang aja." Walaupun kesal, jengkel dan ingin marah. Aku tetap saja mengambil bingkisan itu. Membuat sebuah senyuman muncul di wajah cantik nan dewasa Bu Diah.
Oh, no! Ini tidak boleh berlanjut! Bagaimana jika Om Zidan goyah nanti? Bagaimana jika Om Zidan menyukai Bu Diah?!
"Kalau begitu, Ibu duluan ya. Sekali lagi, terimakasih ya, Cha!" Dia beranjak setelah aku menjawab dengan senyuman dan anggukan kepala.
"Itu apa?" Tanyanya si Kepo Arina.
"Entahlah!" Aku pun mengangkat bahu. Karena benar, aku sendiri tidak tau apa isinya.
"Untukmu?" Sahut Ayu ikut bertanya.
"Bukanlah!"
"Lalu, untuk siapa?" Arina bergeser sambil celingak-celinguk melihat jemputannya.
"Untuk Om Zidan!"
"Hah?" Serempak dua insan itu. Mulut mereka terbuka lebar. Mata mereka menatapku dengan penuh tanda tanya.
"Serius?" Bisik Ayu di telinga kananku.
"Yakin, Bu Diah mau ngasih itu ke Om Zidan. Suamimu loh!" Bisik Arina di telinga kiriku.
"Apa kamu tidak marah?" Bisik keduanya bersamaan.
"Marah lah!" Aku pun ikut berbisik. "Tapi mau gimana lagi, Bu Diah udah ngasih. Mau nggak mau, aku harus terima!"
"Nah kan! Ini nih! Kamu sendiri yang buka jalan untuk Bu Diah ngehancurin rumah tanggamu!" Ayu kesal sendiri.
"Iya, Manda. Sebaiknya jangan diterima! Bahaya!" Sahut Arina. Mereka berdua memang tau fakta tentang aku dan Om Zidan. Tapi tenang saja, mereka nggak ember kok orangnya. Aku percaya pada mereka.
"Susttt, nggak akan terjadi apa-apa. Kalian tenang saja. Aku emang terima bingkisannya. Aku memang akan memeberikan pada Om Zidan. Ets, tapi jangan salah paham dulu. Aku mana mungkin akan diam saja kalau sampai Bu Diah berani melangkah maju lagi!" Ucapku.
"Pokoknya, aku udah ngingetin ya!"
"Ya, aku juga!" Arina ikut menyauti. Udah kek kabel putus aja. Terus disambung sama dia.
"Oke, oke, aku berterimakasih karena kalian udah ngingatin Aku!" Kupeluk keduanya secara bergantian.
"Udah, udah lepasin!" Ayu menepis tanganku ala-ala drama gitu. "Tuh, liat! Om Suamimu udah nunggu!"
Dia menunjuk ke arah mobil Om Zidan yang sudah terparkir. Entah sejak kapan. Aku juga tidak menyadarinya.
"Uh, kalau begitu, aku pulang dulu, ya!" Kutepuk pundak mereka bergantian.
"Yang sabar nunggu jemputan!" Aku melangkah tanpa dosa meninggalkan mereka yang sedang menunggu jemputan yang tak kunjung datang. Mau kutawarkan pulang bareng pun mereka pasti akan menolak. Alasanya karena nggak mau jadi obat nyamuk antara aku dan Om Zidan.
"Assalamu'alaikum," ucapku sembari membuka pintu mobil.
Om Zidan tersenyum. "Wa'alaikumussalam. Bagaimana sekolahnya hari ini?"
Dia mengelus kepalaku, lalu satu kecupan hangat pun mendarat di keningku.
"Pasti lelah, ya? Sama, aku juga lelah kok!"
Hahaha. Om Zidan ini lagi kenapa coba?
"Oh, ya, Om. Ini ada titipan!" Aku menyerahkan bingkisan yang Bu Diah titipkan.
Alis Om Zidan terangkat sebelah. Menatapku dengan penuh tanya. "Dari siapa?"
"Bu Diah, katanya dia jatuh hati sama Om!" Aku mencoba tersenyum sambil menahan tawa ketika melihat berubahan ekspresi wajah Om Zidan.
"Terus kamu diam aja?" Dia nampak kesal. Tanpa ku duga, dia melempar bingkisan itu ke kursi belakang.
"Loh, terus Om mau Manda ngapain? Nggak mungkin kan Manda bilang sama Bu Diah kalau Om Zidan Suami Manda. Dan nggak mungkin juga kan aku nolak bingkisan itu?"
"Tapi...." Terdengar Om Zidan menghembuskan napas kesal. Lantas dia mulai menyalakan mesin mobil. Melajukan mobil tanpa ada sepatah kata lagi yang keluar dari mulutnya.
'Aku juga ingin mengatakan itu, Om. Aku ingin memberi tau pada semua wanita yang ada. Kalau Om Zidan adalah milikku! Om Zidan suamiku! Tapi untuk saat ini, aku belum bisa....' Batinku. Aku memeringkan tubuh. Menatap ke arah luar jendela.
Jujur sejauh ini, tidak ada sedikit pun rasa penyesalan di hatiku karena menikah secara sirri dengan Om Zidan. Yang ada malah rasa bersyukur dan bahagia karena bisa mendapatkan sosok suami sebaik dia.
"Maaf." Akhirnya kata itupun keluar dari mukutku. Aku masih menatap ke arah luar jendela. Terlalu takut jika harus menatap wajahnya. "Maaf jika ada yang salah dengan tindakan dan ucapan Manda tadi. Maafin, Manda.."
Hening. Tidak ada jawaban apapun dari Om Zidan.
"Manda tau Manda salah. Jadi, maafin Manda, Om. Hukum aja Manda," lirihku karena dia tak kunjung mengeluarkan tanggapan juga.
"Mau hukuman apa?" Akhirnya, suaranya terdengar. Walau dengan nada yang dingin. Tidak seperti biasanya.
"Apapun itu, asalkan Om mau maafin Manda." Aku menoleh ke arahnya. Dia tidak tersenyum. Dia benar-benar dalam mode Serigala Mabuk.
"Turun!" Ucapnya sembari membukakan pintu mobil. Kita sudah sampai di halaman depan rumah. Tapi, tapi aku sungguh tidak nyaman dengan Om Zidan yang sekarang ini. Aku merasa dia bukan OM ZIDAN ku.
Karena mendapat tatapan sangar dari Om Zidan, Aku pun turun dari mobil. Berjalan mengekor di belakangnya. Dia langsung melepas sepatu. Membuka pintu dan langsung naik ke lantai dua.
Aku pun masih berjalan seperti gerbong kereta. Kemana dia pergi, ke sana aku pun akan pergi.
Sampai di kamar. Dia melirik sekilas. Jas dan kemejanya yang rapi sudah ia lempar di kasur. Kini dia sedang berdiri di depan lemari. Sementara aku mencari jarak aman dengan berdiri di dekat pintu kamar.
"Kemarilah!" Ucapnya tanpa menatap ke arahku. Sepertinya dia sedang mencari sesuatu di dalam lemari itu.
"Lebih dekat!" Tangannya masih sibuk mencari. Tapi dia tau kalau aku tidak berani mendekati dirinya.
"Annisa Amanda!"
Gelagapan. Aku pun berlari mendekatinya. Tidak berani menyentuh sedikit pun bagian tubuhnya. Bahkan dia sempat-sempatnya memamerkan perut kotak-kotaknya itu padaku! Dasar Om-Om Tampan!
"Lihatlah!" Om Zidan memberikan sebuah kotak padaku. Bingung, aku pun menerimanya.
"Ini apa, Om?"
"Buka!"
Aku mundur selangkah. Membuka kotak itu dengan perasaan yang berdebar tak karuan.
"Surat?" Gumamku.
"Baca!"
Ragu-ragu, aku membuka dan membacanya isinya.
Hah, apa ini?
"Sudah?" Om Zidan melangkah mendekat. Tatapan yang tadinya sangar berubah menjadi tatapan penuh kasih sayang.
"Aku bahkan menerima lebih banyak surat dari pria yang menaruh hati padamu. Tapi aku, aku sama sekali nggak pernah menyampaikan surat-surat itu padamu. Karena apa? Karena aku merasa cemburu, Manda! Aku cemburu!"
Dia menjatuhkan kepalanya pada bahuku. "Aku nggak mau ada orang lain yang ngungkapin perasaannya ke kamu selain Aku. Aku bahkan bilang sama mereka. Kalau kamu adalah milikku! Aku mengatakan hal itu, agar mereka tidak lagi menitipkan surat padaku!"
Aku terdiam. Hendak berkata pun, aku bingung harus mengatakan apa.
"Dan aku berharap, kamu juga bisa seperti itu. Setidaknya kamu menunjukan padaku. Kalo kamu juga nggak mau ada orang lain yang ngungkapin perasaannya padaku. Tapi apa? Kamu ternyata nggak seperti itu, Manda."
Huaaa. Aku sudah tidak tahan lagi. Aku langsung menjatuhkan kotak itu. Kudekap tubuhnya seerat mungkin. Bukan begitu maksudku. Bukannya aku tidak takut kehilangan dia. Bukannya aku tidak cemburu jika ada orang yang menyukai dia. Tapi, aku hanya ingin melihat. Seperti apa tanggapannya. Dan sekarang, aku sudah melihatnya. Bahwa dia tidak suka hal itu terjadi padanya. Dia juga tidak suka jika hal itu terjadi padaku.
"Maafin Manda, Om!" Semakin erat aku mendekap tubuhnya. Bahkan detak jantungnya sampai terdengar oleh telingaku.
"Sekarang berjanjilah, kalo kamu juga akan perjuangin Aku?!"
"Hah, iya. Manda janji!"
"Yang tulus!"
"Aku, Annisa Amanda. Berjanji, untuk memperjuangkan suamiku, Muhammad Zidan Al-Ghozali!" Lantang aku mengucapkannya.
"Baiklah, aku pegang janjimu."
Apa? Semudah itu kah suasana hatinya berubah? Sekarang dia bahkan sudah tersenyum secerah sinar mentari pagi?
"Ayo, ganti dulu bajumu, kita makan siang. Setelah itu, kamu harus menjalani hukumanmu!"
"Hah?" Aku terdiam sejenak. "Emangnya Om nggak balik lagi ke kantor?"
"Nggak, untuk apa balik, kalau ada hal yang lebih penting lagi di hadapanku!"
Oh siapapun yang membaca ini. Tolonglah. Hatiku dibuat meleleh layaknya es cream yang dipanaskan!
------------
Setelah berganti baju, aku pun turun ke dapur untuk makan siang. Om Zidan tadi sudah memesan makan lewat aplikasi, dan mungkin sudah sampai sekarang.
"Duduklah!" Dia menarik kursi makan untukku. Di atas meja makan sudah ada ayam balodo, nasi dan juga sate.
"Makan yang banyak. Supaya kamu nggak kehabisan tenaga saat menjalani hukumanmu!" Ucap Om Zidan menakut-nakutiku. Bibirnya tersenyum kejam.
Sial, aku benar-benar takut dibuatnya!
"Emang hukumannya apa?" Aku memberanikan diri untuk bertanya.
"Lihat nanti saja!"
Ck. Aku harap hukumannya nikmat nikmat berhadiah! Astagfirullah.
Aku menyadarkan punggung pada kursi, setelah menghabiskan sepiring nasi, sepuluh tusuk sate dan juga satu paha ayam dan segelas air putih. Kenyang sekali.
"Udah kenyang?" Tanya Om Zidan sembari merapikan meja makan. Dia menyusun semua piring kotor menjadi satu.
"Udah, dan sekarang aku ngantuk, Om. Kita tidur siang aja, ya, Om? Main hukum-hukumannya nanti malem aja!" Ujarku dengan tatapan memohon. Dia mengabaikanku.
"Om!" Aku berdiri lalu mengekor di belakang Om Zidan yang tengah membawa piring-piring kotor ke dalam dapur. Om Zidan menaruhnya di wastafel.
"Ah, bagaimana kalau aku saja yang mencuci piring-piring kotor ini. Om tunggu aja aku di atas!" Ujarku sambil berusaha menggeser tubuhnya. Namun, tenagaku tentu saja tidak cukup untuk menggeser tubuh tinggi, tegap dan kekarnya.
"Udah, jangan banyak cari alasan! Sekarang duduk, dan tunggu aja aku!"
Hihihi, aku kembali dibuat merinding oleh ucapannya. Padahal saat di kamar tadi, dia sudah berubah menjadi bayi gemoy. Dan sekarang, kenapa mode Serigala Mabuknya aktif lagi?
Duduk sambil menatap punggung Om Zidan, itulah yang kulakukan sekarang. Om Zidan memang tidak pernah menyuruhku untuk sekedar mencuci piring, apalagi untuk mencuci bajunya. Tapi, sebagai seorang istri yang cantik, dan baik hati. Aku kadang memaksa untuk melakukan semuanya. Toh, aku juga tidak mempunyai kegiatan lain setelah pulang sekolah. Kecuali saat malam hari, karena Om Zidan mewajibkan untuk belajar, ada ataupun tidak ada PR yang harus dikerjakan.
"Kamu udah siap?" Pertanyaan dari Om Zidan mengagetkanku. Aku segara berdiri menghadap Om Suami tampan itu.
"Tapi hukuman jangan yang aneh-aneh ya, Om?" Tawarku dan dia hanya diam tanpa menatap ke arahku.
Kami pun berjalan menuju lantai atas.
Eh, tapi dia tidak mengajak untuk ke kamar? Malah berjalan menuju ruang bacanya!
Yah, tadinya aku mengira hukumannya anu-anu. Hehehe. Apaan sih otakku!
"Masuk! Kenapa hanya berdiri di sana?!"
Kakiku pun melangkah memasuki ruang baca Om Zidan. Selama ini, aku jarang masuk ke sini. Bukan karena apa, hanya saja tempat ini terlalu membosankan. Tidak ada apapun yang menarik bagiku. Hanya ada rak buku dan juga buku-buku tebal. Yang entah, aku tidak tau buku apa.
Om Zidan berjongkok di depan sebuah meja di pojok ruangan. Ia nampak sibuk mencari sesuatu. Karena penasaran, aku pun mendekatinya.
"Cari apa, Om?" Tanyaku sambil ikut berjongkok.
Om Zidan hanya menoleh sebentar. Dan tidak menjawab pertanyaanku lagi. Cukup lama, dia mengeluarkan semua buku yang ada di dalam laci meja. Sampai sebuah buku besar tebal berwarna coklat ia keluarkan.
Om Zidan tersenyum saat memegang buku itu. Mungkin buku itu yang dia cari. Setelah itu, dia merapikan buku-buku yang dia keluarkan tadi.
"Ayo keluar!" Dia menarik tangannya. Buku tebal itu ia bawa di tangan kanannya. Tangan kirinya menggenggam tangan kananku.
Hukuman apa sih, Om! Kok aku jadi takut gini!
Sampai di depan pintu kamar. Om Zidan kembali tersenyum dengan kejamnya. Ia meletakkan buku tebal tadi di atas meja belajarku.
"Tulis surati cinta untukku!" Ucapnya sembari membuka halaman depan buku tebal itu, lalu meletakkan sebuah pulpen tinta hitam di atasnya.
"Hanya menulis surat cinta?" Aku tersenyum meremehkan hukumannya.
"Hemm, hanya menulis surat cinta. Tapi, sampai buku ini habis, dan di setiap lembar buku ini harus mendapatkan tanda tangan darimu. Dan juga....."
Om Zidan mengambil lipstick di depan meja rias.
"Jangan lupa stempel cantiknya!" Tanganya menujukkan pojok kanan paling bawah dari halaman depan buku itu.
"Hah? Yang benar saja, Om?!" Kutatap Om Zidan. Wajahnya nampak serius dan sedang tidak ingin bercanda ataupun mendengar penolakkan.
"Baiklah, Manda akan menulis surat cinta untuk Om Zidan tersayang. Kasi tanda tangan, dan stempel cantik juga. Kalau boleh, Manda juga mau buat stempel cantik di sini!" Aku menunjuk lehernya. Dia malah tertawa.
"Jangan menggodaku!" Dia memalingkan wajahnya. Mungkin dia malu.. Dasar Om-Om Tampan!
"Tapi, Om. Nulis surat cintanya nanti sore aja, ya? Manda sekarang ngantuk. Mau tidur sambil peluk Om!" Aku langsung melompat memeluk tubuhnya tanpa meminta izin terlebih dahulu. Huh, dia kan SUAMIKU!
Bukannya marah, Om Zidan malah balas mendekap tubuhku. Membawa tubuhku semakin dalam pada pelukannya. Aku nyaman, aku benar-benar nyaman!
Jadi begitulah Drama hari ini. OM Zidan ternyata hanya menakutiku. Dia bilang, dia suka melihat wajahku yang tegang saat sedang ketakutan. Dasar, awas saja ya. Akan kubalas sesuatu saat nanti!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
💞Nia Kurnaen💞
uluh...uluh...jadi ikutan baper...thor,masih punya stok gak yang kyak om Zidan,kalau ada pesan satu ya,dibungkus kasih tanda pake karet merah...😍😍😍😂😂😂
2023-04-04
1
-_- 9
diharap yang tidak kuat baca harap sabar...karena banyak mengandung madu dan kunafa di setiap episode nya...yang bikin laper sekaligus baper....
2022-04-25
2
Tini Laesabtini
Ceritamu bener2 wow!!! Aku suka banget... banget... banget
2021-11-22
1