Beep.....
Suara notifikasi baru terdengar dari Hp-ku. Aku pun melirik ke arah benda pipih itu. Hanya berani melirik tanpa berani menyentuh. Karena Om Zidan sedang mengawasiku.
Seusai ucapanku tadi siang. Aku sekarang sedang duduk di meja belajar. Mencoba merangkai kata demi kata sehinggga bisa menjadi sebuah surat cinta yang bermakna. Surat cinta untuk Om Zidan tentunya!
Om Zidan sendiri sedang duduk di pinggir kasur. Sambil memangku laptopnya. Sementara Hp ku ditaruhnya di atas meja rias.
"Kenapa? Mau kuambilkan Hp-nya?" Tanya Om Zidan. Tanpa menunggu jawaban dariku. Dia pun meletakkan laptopnya di atas kasur. Lalu mengambil Hp ku.
"Hem, bilang aku nggak suka sama dia!" Om Zidan memberikan benda pipih itu padaku. Wajahnya kembali terlihat kesal seperti tadi siang.
'Masalah apalagi sih yang ditimbulkan Hp ini!' gerutuku dalam hati.
Dengan ragu aku mengambil alih benda pipih itu. Layarnya menampilkan notifikasi pesan WA dari Bu Diah.
Hah?
Sekarang aku baru sadar, ternyata ini yang membuat wajah Om Zidan kesal!
"Bagaimana, Cha? Apakah Om mu suka sama bingkisannya?" Begitulah pesan baru dari Bu Diah.
"Bilang, Aku nggak suka! Atau kalo kamu nggak enak bilang gitu, bilang aja kalo aku udah menikah! Dan aku nggak bisa nerima barang apapun dari wanita manapun selain istriku! Bilang aja begitu!" Ucap Om Zidan. Matanya mengawasiku yang sedang mengetik balasan untuk Bu Diah.
"Manda!"
"Iya, Om. Iya!"
Aku pun menarik napas terlebih dahulu. Kedua ibu jariku menekan setiap huruf di keyboard dengan cepat.
"Sebelumnya, saya minta maaf, Bu. Karena Om Zidan nggak bisa nerima pemberian dari Ibu. Om saya udah punya wanita yang dicintainya. Dan dia nggak mau nyakitin hati wanitanya, dengan nerima pemberian dari wanita lain."
Aku menatap Om Zidan sebelum mengirim balasan itu. Sekarang wajahnya sudah berubah, dia sekarang tersenyum penuh kebahagian.
Ting....
Pesan dariku pun terkirim. Dan langsung dibaca oleh Bu Diah.
"Terimakasih, ya!" Om Zidan tiba-tiba saja memeluk tubuhku dari belakang. Dia meletakan dagunya pada ceruk leherku. Bibirnya menempel dengan lembut di sana.
"Terimakasih karena mau memperjuangkanku. Aku merasa, kalau aku juga sangat berharga dalam hidupmu. Sama seperti kamu yang sangat berharga dalam hidupku, Manda!"
Huhuhu. Aku tidak pernah tidak dibuat terharu dan meleleh oleh ucapannya. Semua yang dia ucapkan terdengar begitu indah dan penuh makna bagi diriku.
"Kembali kasih, Om!" Mataku terpejam menikmati setiap detik dalam dekapan hangatnya. Tangannya yang kekar melingkar memeluk pinggangku dengan erat. Seolah-olah aku akan pergi dari sisinya. Dan dia sedang menahanku dalam pelukannya.
"Jangan pernah berpikir untuk meninggalkanku, Manda. Apapun yang terjadi nanti, Aku harap kamu tetap di sini, bersamaku. Seperti saat ini!" Dia memutar tubuhku menghadapnya. Kepalanya tertunduk, sehingga keningnya dan keningku bertemu.
Hembusan napasnya yang hangat menerpa wajahku. Seirama dengan itu, mataku pun kembali terpejam. Menikmati hangatnya hembusan napas Om Zidan. Sampai aku bisa merasakan, bibir Om Zidan mencium keningku untuk waktu yang cukup lama.
Pelan Om Zidan mendorong tubuhku sehinggga bersandar pada dinding kamar. Matanya menatap wajahku dengan ekspresi yang tidak bisa kujelaskan.
Pada detik berikutnya, permukaan bibirnya yang kering menyentuh permukaan bibirku. Aku terpejam, sembari mengalungkan kedua tanganku di lehernya. Kakiku berjinjit untuk menyeimbangi tinggi tubuhnya.
"Aku mencintaimu, Manda!" Semakin dalam dia membawa diriku. Tangannya mendekap tubuhku semakin erat. Deru napasnya menyapu leherku.
"Katakan, kalo kamu juga mencintaiku!" pintanya.
Sebenarnya, tanpa dia minta pun, aku pasti akan membalas ungkapan cintanya!
"Manda mencintaimu, Om. Sangat amat jatuh cinta pada Om Zidan!"
Entah benar atau tidak, aku merasakan ada beberapa tetes air yang jatuh di pundakku.
"Om?"
Om Zidan tidak menjawab apapun. Yang ada dia semakin erat memeluk tubuhku.
"Om kenapa?" tanyaku karena merasa ada yang aneh dengan sikapnya kali ini.
"Apakah Om sedang menangis?"
Dia tidak menjawab pertanyaanku lagi.
"Ingat, apapun yang terjadi. Jangan pernah tinggalin aku! Jangan pernah berpikir untuk jauh dari diriku!" ucapnya. Ia menyeka air matanya. Lantas merangkum kedua pipiku dengan tangan kekarnya.
"Aku udah terlalu jauh mencintaimu, Manda. Sampai aku mulai takut kehilangan kamu. Aku takut, suatu saat nanti kamu pergi ninggalin Aku!" Matanya kembali berkaca-kacanya. Sementara ibu jarinya mengelus pelan pipiku.
Aku pun ikut merangkum wajahnya. Menatapnya dengan penuh keyakinan. "Manda kan udah janji, Om. Manda akan selalu ada di sisi Om Zidan. Jadi jangan takut lagi, Manda masih di sini!"
Dia kembali mendekap tubuhku. Bahkan lebih erat dari sebelumnya.
Entah, aku tidak tau apa yang membuat Om Zidan berpikir bahwa aku akan meninggalkannya suatu saat nanti. Padahal, aku sendiri tidak pernah berniat untuk jauh darinya. Apalagi sampai meninggalkannya!
Setelah cukup lama memeluk tubuhku, Om Zidan pun mengajakku untuk duduk di sofa. Dia membiarkanku bersandar pada dadanya. Sembari tangan kanannya menepuk-nepuk bahuku.
Apapun yang sedang menganggu pikirannya. Aku harap dia tetap percaya padaku. Percaya bahwa aku juga memiliki cinta yang tak kalah besar dan juga tulus seperti cintanya padaku.
Aku harap dia juga percaya, bahwa aku tidak akan pernah meninggalkannya. Sama seperti dia yang tidak pernah meninggalkanku. Bahkan selalu ada untukku. Kapan pun itu.
--------------
Aneh, sikap Om Zidan benar-benar aneh bagiku. Semalam dia terus mendekap tubuhku, sambil bergumam memintaku untuk tidak meninggalkannya. Dan kadang dia bergumam agar aku tidak berpaling dari cintanya.
Begitu pula setelah solat Tahajjud dan solat subuh tadi. Dia meminta di dalam do'anya. Meminta agar keluarga kami ini menjadi keluarga yang kekal, yang bisa sampai ke Jannah-Nya.
Dan setelah sarapan tadi, Om Zidan tiba-tiba saja memintaku untuk mengatakan semua hal yang kurang aku suka dari dirinya. Agar dia bisa memperbaiki dirinya. Dan agar aku tidak memiliki celah untuk tidak menyukainya.
"Om? Om sebenarnya kenapa?" Aku pun memberanikan diri untuk bertanya.
"Nggak papa, aku cuman mau jadi suami yang terbaik aja!" jawabnya sambil menyerahkan uang jajan milikku.
Aku pun menyipitkan mataku. Menatap penuh curiga padanya.
"Om nggak nyembunyiin sesuatu kan dariku?"
"Nggak, Manda. Nggak ada yang aku sembunyiin dari kamu!" Dia malah sibuk merapikan hijabku. Memasukkan beberapa helai rambutku yang keluar.
"Oh, ya. Jangan lupa untuk balikin bingkisan itu!" Dia melirik ke arah kursi belakang. Bahkan bingkisan dari Bu Diah itu masih terletak seperti posisi kemarin, saat Om Zidan tiba-tiba saja melemparnya.
"Iya, nggak akan lupa, kok!"
"Baguslah, karena aku nggak mau nyimpen dia lebih lama lagi di mobil kita!"
Lihatlah, dia bahkan tidak mengatakan kalau mobil ini miliknya. Yang ada dia malah mengatakan 'mobil kita' yang artinya, mobil ini hanya untuk kita berdua!
"Ya, Suamiku. Aku akan melakukan apapun untuk kebahagian, kenyamanan dan ketenanganmu!"
"Hahaha, pintar sekali Gadis Kecilku ini!" Dia malah tertawa sambil mengelus kepalaku! Lalu mengecup kening dan juga kedua pipiku.
* * * *
Sesampaiku di sekolah, aku pun langsung melangkah menuju ruang guru. Bermaksud untuk menemui Bu Diah, dan mengembalikan bingkisan ini padanya. Sesuai keinginan Om Zidan.
"Assalamu'alaikum....." ujarku lalu masuk ke dalam ruang guru. Ada beberapa siswi juga yang sedang membersihkan ruangan. Sesuai dengan jadwal piket perkelas. Hari ini giliran anak kelas XI.
"Cari siapa, Kak?" Tanya salah seorang gadis yang kebetulan anak kelas Bu Diah juga. Maksudku, Bu Diah adalah wali kelasnya.
"Buk Diah, beliau belum dateng, ya?" Aku tersenyum padanya.
"Buk Guru hari ini izin, Kak. Katanya sih kurang enak badan."
"Oooo, ya udah, kalo gitu aku titip ini di sini aja, ya?" Aku pun meletakkan bingkisan itu di atas meja milik Bu Diah.
"Terimakasih ya!" ucapku lalu beranjak meninggalkan ruang guru. Dia hanya tersenyum sambil mengangguk sopan sebelum kepergianku.
"Apakah Buk Diah sedang patah hati?" gumamku sambil menaiki tangga menuju kelas. Tapi jika diingat dari balasan chat nya kemarin sore. Bu Diah sepertinya benar-benar patah hati deh!
Dia bahkan mengirim sepuluh emot jantung retak dan juga emot nangis pakek tisu padaku. Apakah sesedih itu Bu Diah?
Ah, sudahlah. Memikirkan Bu Diah membuatku sakit kepala aja! Intinya sekarang Bu Diah sudah tau kalau Om Zidan sudah memiliki seorang tambatan hati. Ya, walaupun Bu Diah belum tau. Kalau sebenarnya akulah tambatan hati yang Om Zidan miliki!
"Assalamu'alaikum!" Pintu kelas kudorong sedikit kuat, sehinggga terbuka dan menampakkan makhluk-makhluk Allah yang sedang duduk bercengkrama di dalam sana.
"Wa'alaikumussalam!" Arina yang tadinya sedang sibuk merapikan meja guru menoleh dan menjawab salamku.
Sementara tiga orang cowok di pojokan hanya menjawab tanpa mengalihkan pandangan mereka dari benda pipih yang sedang mereka pegang.
Begitu pula dengan dua ciwi-ciwi yang selalu datang sebelum aku itu. Siapa lagi kalau bukan Ayu dan Qonita.
Seperti biasa, Ayu sibuk dengan buku di tangannya. Sedangkan Qonita sibuk dengan lipstik, bedak, maskara dan juga alisnya. Tidak lupa juga dengan kaca yang mungkin 24 jam ada di dalam sakunya.
"Manda!" Arina menghampiriku setelah selesai dengan kegiatan wajibnya. Dia menarik kursi dari meja sebelah. Kemudian duduk di samping kananku.
"Bagaimana? Apakah Om Zidan nerima bingkisannya?" Sudah kuduga. Dia pasti akan menanyakan hal itu padaku.
"Menurutmu?" Sahut Ayu sembari menutup buku IPA miliknya.
"Ya, menurutku sih. Om Zidan pasti menolaknya. Secara, Om Zidan kan sangat mencintai istrinya!" jawab Arina. Tanpa memperdulikan Qonita yang tidak tau apa-apa.
Qonita pun ikut memutar tubuhnya menghadap kami.
Dia menatapku, seolah meminta penjelasan atas apa yang Arina katakan. "Om mu udah nikah, ya, Manda? Kapan? Bagaimana dengan istrinya? Lebih cantik aku atau dia?"
"Lebih cantik istri Om Zidan lah! Kamu kalo dibandingin sama dia nggak ada apa-apanya!" Sahut Ayu, membuat Qonita langsung cemberut tak berdaya.
"Coba mana, aku mau lihat potonya!" Dia mengulurkan tangannya padaku.
"Apa?" Tanyaku sambil menepuk telapak tangannya.
"Lihat potonya! Apakah benar, dia lebih cantik dariku!"
"Kamu mau liat di mana, Qonita? Kamu sendiri tau kan, kalau aku nggak pernah bawak Hp ke sekolah!" Aku mencoba menjelaskan.
"Ish, kalau gitu apa nama instagram-nya? Pasti ada potonya di sana!" Dia masih ngotot saja.
"Hei, Qon-Qon. Kenapa sih, nggak bisa banget..., denger ada orang yang lebih cantik dari kamu?" Arina pun mulai angkat suara.
"Ya nih, Bocah. Padahal ya, cantik itu kan bukan hanya sekedar tentang wajah dan tubuh aja. Tapi juga tentang hati dan akhlak!" ucap Ayu, dan seketika itu juga mendapatkan tepuk tangan dari ketiga curut di pojok belakang.
"Aku setuju! Cantik itu bukan hanya tentang Body yang seperti gitar spanyol aja!"
"Bukan juga tentang kulit yang harus putih seperti tembok!"
"Tapi juga tentang kecantikan hati dan juga sikapnya! Karena percuma cantik wajahnya, tapi burik hati dan juga akhlaknya!"
Ketiga-tiganya mengeluarkan suara.
"Ya, aku juga setuju untuk hal itu!" Sahut seseorang dari arah pintu.
Spontan, kami pun menoleh ke arahnya. Dan betapa terkejutnya aku, saat memori otakku tidak asing lagi dengan wajahnya dan juga senyumnya.
'Gilang? Apa yang dia lakukan di sini?' Aku membatin sambil mengalihkan pandangan, ke mana pun, asal tidak melihat wajah tampan Gilang.
Ini tidak benar! Kenapa Mantan Ter The Best ku ini bisa ada di sini?!
Oh. Jangan bilang, kalau dia sedang pindah sekolah sekarang?
"Assalamu'alaikum, Teman-Temanku yang tercinta." Vino, ketua kelas terkece kami angkat suara. Tangan kanannya berangkul bahu Gilang.
"WA'ALAIKUMUSSALAM, PAK KETUA!" jawab seisi kelas.
"Oke, tanpa basa-bagi lagi. Kenalin, dia Gilang. Teman baru kita!"
Hah? Kenapa tebakan harus benar pula! Dan dia! Kenapa dia tersenyum ke arahku segala?!
"Hai, aku harap kita bisa berteman dengan baik!" ucapnya. Kini dia tersenyum ke seluruh penjuru kelas. Membuat Qonita seketika itu juga langsung mengeluarkan kaca. Menancap bedak dan juga lipstik nya.
"Gilang? Kamu bisa duduk di belakang Manda untuk sementara!" ucap Vino. Dia menujuk kursi kosong di belakangku. Kebetulan sekali, pemilik asli kursi ini, Celsi, sedang sakit, dia tidak masuk sekolah sejak kemarin.
"Hai, Manda!" Sapanya saat melewati mejaku. Terdengar meja di belakangku di dorong olehnya.
"Kenapa ekpresimu kaget gitu? Bukannya aku udah kasi tau kamu kemarin siang? Kamu baca DM dariku kan?" ucapnya sedikit berbisik di belakang punggungku.
TUNGGU DULU!
Tadi dia bilang apa? Dia sudah memberitahuku kemarin siang?
Dan DM?
Aku sama sekali tidak membaca DM darinya. Dan juga tidak ada DM apapun darinya!
Ya, aku yakin. Tidak ada satupun DM dari akun IG-nya. Karena aku sempat membuka IG sebelum sarapan tadi. Dan tidak ada DM, kecuali dari Ayu!
TUNGGU, TUNGGU!
Kemarin siang bukannya aku tidur? Dan sorenya aku nggak megang Hp. Kecuali saat membalas chat dari Bu Diah, kan?
Oh, tidak!
Aku menepuk jidatku sambil menggeleng pelan.
Jangan bilang Om Zidan yang membacanya!
Dan jangan bilang, itulah alasan kenapa sikap Om Zidan menjadi aneh!
Dan mungkin, karena itu juga Om Zidan berpikir kalau aku akan meninggalkannya, dan akan berpaling dari cintanya?!
Tidak, Om!
Sungguh, aku tidak akan berpaling darimu! Sekali pun Gilang, Sigit, Andre, Fauzi, Rozi, Endi, Toni, Tsani, atau semua orang yang pernah kucintai dulu datang lagi padaku. Dengan membawa sebuah cinta yang lebih besar lagi untukku!
Sungguh, jika itu sampai terjadi, aku akan tetap memilihmu. Karena aku hanya mencintaimu. Dan yang terpenting! Karena Om Zidan adalah SUAMIKU!
'Maafkan aku, Om. Seharusnya aku tidak membuatmu meragukan cintaku. Tapi aku janji, aku akan menunjukkan padamu! Menunjukan sebesar apa cinta dan juga perjuanganku untuk mempertahankan keluarga kita ini! Ya, aku berjanji untuk itu!'
---------------
"Qonita?" Panggilku. Dia menoleh.
"Tukeran tempat duduk, mau?"
Dengan secepat kilat dia mengangguk, sebagai pertanda kalau dia mau.
"Kamu cantik, Qon! Aku yakin, kamu bisa dapetin hati murid baru itu!" Bisikku, membuat senyum di bibir merah Qonita semakin merekah.
'Ya, setidaknya aku harus mulai menjaga jarak dengannya!' Aku pun duduk di kursi Qonita. Dan sama sekali tidak menoleh lagi pada si Gilang!
Sialan! Kenapa pula dia semakin tampan sekarang!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
💞Nia Kurnaen💞
wuidiiiiihhhh...ternyata Manda laris maniiiiisss...bnyak bngt mantannya...jangan2 pd dm smua tuh trs d bc ma om suami makanya sikapnya jd aneh...buat gilang jaga jarak ya...🤭
2023-04-04
1
Eka Kurniawati
Buset banyak banget tu nama cowok yg disebut 🤣🤣🤣🤣
2022-04-30
1
Au ah, Gelap!
Om Bian nyangkut di selasah selah nama Om Zidan^O^😂
2021-04-14
1