Setiba di kamar, Yula mendapati ibunda telah menunggu kehadirannya. Ia berlari kecil sebelum memeluk ibunda. Ratu Amaria mengelus lembut rambut anak bungsunya yang sebahu dalam pelukan. Tak lama Ratu pun melepaskan pelukannya, “Apa sudah berkemas?” tanyanya menatap mata sang anak yang begitu cerah.
Yula terkekeh. “Be~lum~.”
Ratu Amaria ikut tertawa, tawa kecil yang tetap menjaga kesopanan. “Sudah ibunda duga! Karena itu ibunda datang untuk membantu kamu berkemas. Ayo, ambil tas terbaikmu, anakku, dan ambil apa saja benda yang ibunda suruh untuk dibawa dalam perjalanan. Masukkan ke dalam tas!” Ratu Amaria langsung memberi perintah.
Yula terkekeh. “Sepertinya bakal banyak!”
.
.
.
Hari semakin gelap. Meski belum tengah malam Lacus masih terjaga di kamarnya. Ia menatap langit malam yang cerah hingga ia bisa melihat taburan bintang yang bersinar terang. Dari balik jendela bisa terlihat seantero pemandangan luar istana. Begitu menenangkan perasaannya.
Ia tak menyangka kamar yang kini ia tempati tak berubah sejak lima tahun lalu, terakhir kali ia pergi bermain dengan Yula. Karena tak memiliki saudara perempuan untuk diajak bermain, Lacus sesekali datang ke Hearthose untuk bermain dengan Yula maupun Shin. Setiap memutuskan untuk menginap kamar inilah yang sering menjadi kamar tidurnya, dan Ratu Amaria memutuskan untuk mengkhususkan kamar ini menjadi kamarnya Lacus jika ia tiba di istana mereka.
Namun karena beranjak dewasa dan banyak hal yang harus ia pelajari, baru tahun ini Lacus bisa kembali ke Hearthose. Namun tidak untuk bermain melainkan untuk menjalani tugas besar yang diemban padanya sebagai satu-satunya keturunan Kerajaan Woerlt yang menguasai magica elemen air. Meski begitu ia sangat bersyukur, Kerajaan Hearthose yang pertama kali yang harus ia kunjungi. Tidak, ia yang menetapkannya sendiri karena alasannya ialah Yula.
Terdengar suara ketukan dari luar pintu kamar Lacus.
“Apa kakak sudah tidur?” tanya suara tak asing itu dengan suara pelan.
Lacus tersenyum, ia tahu siapa pemilik suara itu. Ia berjalan dari jendela ke pintu kamar yang berhadapan, lalu ia membuka pintu. Dibalik pintu itu terlihat wajah Yula yang berseri sambil membawa bantal kesayangannya.
“Belum. Masuklah.”
Lacus mempersilahkan Yula masuk. Satu langkah memasuki kamar Lacus, langkah kedua ia pun berlari kecil dan langsung menjatuhkan diri ke kasur. “Selamat tidur~,” ucapnya sambil menyelimuti diri.
Setelah mengunci pintu, menutup jendela, Lacus mengikuti Yula untuk tidur. Lacus mengelus rambut Yula, layaknya kakak-adik yang saling menyayangi.
“Apa kamu sudah mempersiapkan segala hal untuk petualangan besok?” tanya Lacus sambil berbisik.
Yula membuka matanya lagi, “Tentu. Malahan Yula jadi gak bisa tidur. Yula sangat menantikan hari ini tiba!”
“Kau tak banyak berubah,” timpal Lacus. “Atau malah lebih periang dari terakhir kali bertemu?”
Mereka berdua pun tertawa bersamaan.
“Selamat tidur, Kak Lacus~.”
“Selamat tidur, Yula, semoga bermimpi yang indah.”
.
.
.
Esok harinya sesuai pengumuman, seluruh rakyat Hearthose berkumpul di lapangan terbuka istana di mana Raja biasa memberikan informasi maupun pengumuman penting yang akan disampaikan pada seluruh rakyatnya. Dan kali ini ia akan menjelaskan kedatangan Putri Kerajaan Woerlt serta tujuannya. Juga tentang pencarian Batu Kristal Kehidupan secara rinci dan sederhana sehingga anak-anak yang belum tahu akan cerita legenda bersejarah itu mengerti. Tak terkecuali teman-teman sepermainannya Yula, mereka berkumpul bersama di satu titik.
“Dan kerajaan kita telah mengutus seseorang yang dapat dipercaya untuk menemani Putri Woerlt dalam perjalanannya,” ucap Raja akan mengumumkan siapa yang akan menemani perjalanan Putri Lacus. “Yaitu Yula—”
“Hah? Yula?” kaget teman-teman sepermainan Yula. Mereka saling memandang tak percaya dengan yang telah didengar. Apa benar Yula teman mereka selama ini atau Yula yang lain. Namun menurut mereka, di Hearthose hanya ada satu orang yang bernama Yula.
“Yula Athhra, putri bungsu Kerajaan Hearthose,” tambah Raja tegas.
Semua orang pada berbisik. “Jadi itu nama asli Putri Kerajaan Hearthose?” kata orang-orang yang tak mengenal Yula.
“Hah? Anak nakal tapi gemesin itu?" bagi orang-orang yang mengenalnya sekilas.
Atau…, “Dia ‘kan anak yang suka buat keributan? Apa aku salah lihat?”
Yula menampakkan diri dengan mengenakan pakaian kerajaannya, layaknya seorang Putri Kerajaan. Ia berdiri di samping ayahandanya dan Putri Lacus. Ia memberikan salam pada semua orang sebagai seorang putri.
.
.
.
“Yula?!” kaget teman-temannya kembali.
“Itu benaran Yula? Yula yang selama ini main sama kita?” heran Yoru.
“Dia seorang… putri?” kaget Mana.
“Kata pepatah, jangan pernah tertipu dari kulit luar. Isi di dalamnya kita gak tahu,” timpal Tamaki yang tiba-tiba masuk dalam barisan teman-temannya.
“Tamaki?!” heran semuanya.
“Kau tahu semua ini?” terka Anko dengan nada kesal.
Tamaki mengangguk.
“Hei! Kenapa kamu gak pernah kasih tahu ke kita?” kesal Yoru sambil meringkukkan lengan kirinya ke leher Tamaki hingga ia tercekik.
Tamaki meminta untuk melepaskan tangan Yoru darinya. “Yula sendiri yang meminta untuk dirahasiakan,” jawabnya agak kesal.
“Sejak kapan kau tahu, Tamaki?” tanya Anko lagi.
“Dari awal kita sekolah,” jawabnya lemas.
“Selama itu?!” kesal Mana. Ia menyikut Tamaki, berbisik, “Segitunya rasa sukamu pada Yula sampai kau mau merahasiakan identitas Yula pada kami semua bahwa ia seorang putri?”
Tamaki hanya terdiam. Ya, selama ini ia telah menyukai Yula, dari kecil, dari sebelum ia tahu Yula seorang putri. Ia mendongak ke atas, melihat wajah sang putri yang berbeda dari biasanya. Tamaki menyadari, ia sangat jauh dari tempatnya berdiri dengan Yula yang ada di kerajaan.
Ia sering berpikir bahwa mereka sangat berbeda. Padahal selama ini mereka bermain bersama, berada di tanah yang sama, di sekolah yang sama dan menghabiskan waktu bersama dengan teman yang lainnya. Mungkin karena itulah Yula tampak seperti bukan seorang putri kerajaan. Mungkin karena itu ia menganggap suatu hari nanti, ia bisa menggapai perasaan putri kerajaan itu.
Ah, semuanya akan berubah. Dan kini kamu telah jauh. Di antara kita sudah ada dinding yang membatasiku mendekatimu, Yula. Kau akan pergi, ya? Berhati-hatilah.
.
.
.
Sebagai Putri Kerajaan yang baru saja menampakkan diri langsung ke rakyatnya, Yula menjadi malu dan gugup untuk menyampaikan kata-katanya. Ia melihat Raja dan Ratu, kakaknya, Shin dan Putri Lacus. Mereka semua tersenyum.
Inilah saatnya, aku tak boleh lari lagi, kata Yula dalam hati. Ia memberanikan diri dan mencoba menenangkan dirinya.
“Selama ini... aku lari dari kenyataan bahwa aku adalah seorang putri….” Yula mengawali pidatonya, dan hal itu membuat semua orang yang mendengarnya bingung. “Aku sering berkata pada diri sendiri, ‘kenapa aku lahir sebagai seorang putri?’ Pertanyaan ini memang kedengarannya begitu egois, tapi aku pikir tidak.
“Aku ingin jadi anak yang biasa saja, dapat bermain di luar, bersekolah, mendapat teman untuk saling bercanda, bermain dan berkelahi. Berlari mengelilingi kerajaan dan mengerjai beberapa pengawal. Hal itu sangat menyenangkan! Aku berharap, setelah perjalanan ini aku masih bisa melakukannya lagi,” kata Yula dengan polosnya.
Seluruh orang yang mendengarnya tertawa, sedangkan Raja tersenyum sedikit. Jadi selama ini yang mengerjai pengawal yang sedang patroli dengan menjadi hantu itu memang benar ulah Yula? Dasar anak nakal!, kesal Raja dalam hati sambil menggelengkan kepala.
Ya, Yula memang nakal, namun kejahilannya masih normal dan tidak membuat orang-orang kesal, justru malah tertawa dengan tingkahnya, dan makin banyak saja yang menyukai kenakalannya.
Yula kembali melanjutkan kalimatnya, “Bisa bermain lagi bersama teman-teman, bersaing, berlari bersama, menjadi pemanjat untuk ambil buah, makan di kedai ‘Selamat Makan’ bersama, disana makanannya enak-enak lho apalagi sup tulang iga-nya.” Yula tertawa kecil, mengingat-ingat saat bermain bersama dengan teman-temannya seolah tak akan lagi bisa bermain dengan mereka lagi, juga mempromosikan kedai makanannya Mana, salah satu sahabatnya.
.
.
.
“Yula, apa yang kau katakan?” ujar Mana sedih, namun sedikit senang dengan Yula mempromosikan kedainya.
“Ahahaha, anak yang baik. Ah, tidak, apa seharusnya aku bilang putri yang baik hati?” kata ibunya Mana yang juga berkumpul dikerumunan, namun jauh dari Mana karena anaknya itu bersama teman-temannya di barisan depan.
.
.
.
“Hei, bocah, jangan curhat terlalu lama,” gerutu Raja dengan suara pelan.
Yula terkekeh. Ia akan menyelesaikan kata-katanya. “Dengan begini, aku tak perlu pura-pura lagi. Dan kumohon terus anggap aku sebagai Yula.” Yula membungkukkan badannya sedikit sebagai permohonannya pada semua orang. Seluruh rakyat menjadi riuh dan memanggil nama putri kerajaan itu dengan semangat.
“Hidup Putri Yula!”
“Sering-sering datang ke kedai kami lagi!”
“Buah-buah menunggumu untuk dipetik!”
.
.
.
“Persaingan kita belum selesai!” Yoru tak mau kalah dengan yang lain. Teman-temannya yang lain tertawa. Mereka mengikuti yang lain dan bersorak.
“Kami akan menunggumu pulang, Yula!” sorak Anko.
“Kita akan terus belajar dan bermain bersama lagi!” sorak Tania.
“Yula yang terbaik!” kata Roku tak mau kalah.
Mana menyikut Tamaki, ia ingin menjahili sepupunya itu lagi. “Hayo! Kenapa tak kamu ambil kesempatan untuk menembak Yula kembali? Siapa tahu ia bakal berubah pikiran dan akan menjadi cerita cinta di mana tokoh laki-lakinya akan setia dalam penantian akan kepulangan gadis yang ia cintai dan kalian akan happy ending! Meski dalam cerita kondisi kalian terbalik.”
Tamaki kesal, ia tak suka dijahili seperti itu. Ia berpikir, perkataan Mana membuat harga dirinya sebagai laki-laki tak ada artinya. “Diam kau! Sok tahu!”
Mana tersenyum sinis. Ia mengambil napas dalam-dalam. “YULA!! TAMAKI MASIH MENUNGGU JAWABAN PERNYATAAN CINTANYA!!” dan bersorak seperti tak ada beban. Orang-orang yang ada di dekat mereka pada melihat ke arah Mana dan Tamaki.
Mana bego!, kesal Tamaki menelangkupkan wajah ke dalam kedua telapak tangan.
.
.
.
Yula mendengar suara Mana dari sekian banyak suara dari yang lain. Yula melambaikan tangannya ke arah teman-temannya dengan ceria seperti biasa. Ia berpura-pura tak mendengar apa yang barusan dikatakan oleh Mana.
“Hehehe… terima kasih semuanya!” kata Yula begitu ceria. “Aku akan bepergian dengan Putri Kerajaan Woerlt. Mohon doanya!” Dan kini ia berbicara layaknya seorang artis pada para penggemar yang mengaguminya.
Pidato pun dialihkan kembali ke Raja Rhuzi sambil menutup pertemuan tersebut. Seluruh anggota kerajaan dan para pengawal turun menemani dan melepaskan kepergian Yula dan Lacus akan perjalanan mereka. Dan tentu saja diikuti oleh orang-orang yang ingin melihat dan mengiri kepergian putri kerajaan mereka hingga ke gerbang kerajaan. Dan di sana, teman-teman Yula juga ikut, mereka ingin melihat Yula lebih dekat sebelum ia pergi.
Di depan gerbang kerajaan, Raja tak banyak bicara. Ratu menjadi sangat cerewet dengan segudang nasihat untuk Yula, mungkin itu sebagai pengganti air mata yang tak ingin ia keluarkan di depan para rakyatnya. Shin memberikan sebuah buku pada Yula, ia juga tak banyak bicara. Tidak akan ada ucapan perpisahan, itulah yang dipikirkannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Vivi
Semangat Semangat Semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat
2023-02-28
0
John Singgih
pidato perpisahan yula sebelum memulai misinya
2021-06-10
1
Esther
ratu tertawa
2021-05-04
3