Di taman istana di mana berbagai warna bunga mawar ditanam dan tumbuh cantik menghiasi. Shin duduk di bangku taman yang berhadapan dengan tanaman mawar tersebut. Meski ia duduk di hadapan bunga mawar merah yang sangat menarik, tatapan lurusnya tak tertuju pada hal nan cantik itu. Ia sedang memikirkan keputusan ayahandanya, ia tak bisa membayangkan bagaimana adiknya pergi dari kerajaan.
Shin tahu betul sifat Yula, tak kenal menyerah, memiliki semangat tinggi tapi bisa menjadi anak yang ceroboh dan keras kepala. Ia tak bisa membayangkan bagaimana perjalanan akan membentuk Yula. Namun yang paling ia pikirkan, tidak, Shin sangat khawatir pada adiknya.
“Anda terlihat sangat khawatir? Apa itu tentang Putri Yula?”
Lamunan Shin buyar oleh suara seseorang yang baru saja berdiri di sampingnya. Ia mengalihkan pandangannya pada seseorang itu. Shin merasa lega karena suara itu berasal dari seorang dayang yang sangat ia kenal.
“Stellar?”
Ia tersenyum pada dayang itu, senyuman yang berbeda. Senyuman yang membuat siapa pun gadis yang melihatnya akan terpesona. Namun jika dayang yang berdiri di sampingnya itu tahu bahwa senyuman seperti ini dibentuk oleh bibir saat mata pangeran itu menangkapnya, senyuman tulus yang berarti hanya untuk satu gadis.
Dayang tersebut menyatakan reaksi demikian. Ia mengalihkan pandangannya dari pangeran kerajaan, ia tahu jantungnya kini berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Dalam waktu itu juga ia merasa bersalah telah memiliki perasaan itu, tapi saat ini ia lebih merasa bersalah telah mengganggu waktu sendiriannya Shin.
Ia menjadi gugup, masih mengalihkan mata dari pandangan langsung pangeran yang membuat jantungnya berdebar. “Apa... hamba salah?” tanyanya hati-hati.
Shin tahu dayang yang seumuran dengannya itu menjadi gugup karena tanpa sadar ia telah memberikan senyuman itu pada gadis yang sudah tumbuh bersamanya. Hanya karena perbedaan kasta yang membuatnya masih bungkam akan perasaannya sendiri.
Shin kembali memandang ke tanaman bunga mawar dengan senyuman yang memudar. “Tidak. Aku tidak mengkhawatirkannya,” jawabnya lirih, bahkan ia menahan helaan napas lelahnya. “Namun...,” ia pun bersandar, “...mencemaskannya.” Suaranya seakan terdengar lega setelah mengetahui perasaan apa yang menganjal ada dalam hatinya.
Apa bedanya cemas dengan khawatir? gumam Stellar dalam hati. Ia ingin tertawa mendengar hal itu karena menurutnya sedikit lucu, tapi ia berusaha untuk tidak melakukannya. Reaksi yang bisa ia berikan ialah tersenyum meski Shin tak melihatnya.
“Kau tahu bukan,” Shin masih berbicara, “Dia hanya anak kecil yang ceroboh dan semaunya. Apa bisa ia menjalankan tugas berat seperti ini?” ungkapnya kesal.
Stellar terdiam, ia berpikir tak seharusnya langsung membicarakan tentang Yula seolah ia salah satu anggota keluarga kerajaan. Ia hanyalah dayang di istana. Hanya rakyat biasa di Hearthose. Salah satu dayang yang bekerja untuk Yula, tak dipungkiri ia adalah dayang yang paling dekat dengan sang putri. Hanya karena ia tumbuh di istana sebagai dayang, seumuran dengan Shin dan saat kecil mereka sering bermain, itu tidak berarti bahwa posisinya sama dengan keluarga kerajaan. Ia menyadari hal itu sejak dulu.
Namun secara tak sadar ia berjalan mendekati Shin yang tengah duduk di taman istana. Ia tak suka melihat wajah sedih pangeran kerajaan itu.
“Tuan Putri…,” Stellar mencoba bersuara, mengungkapkan suara hatinya, “Tuan Putri sangat disayangi oleh seluruh orang di kerajaan. Tidak hanya di dalam istana, di luar pun begitu. Tuan Putri terkenal dan banyak yang menyukai sebagai dirinya sendiri, bukan karena latarnya sebagai anak kerajaan. Tuan Putri terkenal karena sifatnya yang sangat riang dan sopan.”
“Apa kamu bermaksud membela Yula?” nada kecewa terdengar jelas dalam pertanyaan Shin.
“Hm, bukan,” Stellar menggeleng, “Maksud hamba, kemana pun Tuan Putri pergi, ia akan selalu disayangi oleh orang-orang di sekitarnya. Tak akan ada yang mau menyakitinya. Hamba yakin itu.”
“Jadi maksudmu tak ada yang perlu dikawatirkan, bukan?” Shin tersenyum agak sinis. “Tapi tetap saja, aku tak mau kehilangan saudara perempuanku untuk kedua kalinya,” ucapnya dengan suara berat, seakan terdengar seperti gumaman. Matanya sendu melihat bunga mawar yang begitu merekah merahnya seakan menusuk perasaannya hari ini.
Stellar terdiam. “Maafkan hamba.” Ia merasakan perasaan kehilangan yang sama dengan Shin. Meski bukan saudara kandung, ia juga sama rindunya dengan sosok seseorang itu.
“Tak perlu,” jawab Shin lirih. “Hm, Stellar, bagaimana–”
“HUATCHIIN!!”
Syuuush....
Hidung Yula kena ranting tanaman mawar kecil—yang ada di belakang bangku dimana Shin tempati—dan itu membuatnya geli dan bersin besar sehingga tak sengaja mengeluarkan angin ribut dari hidungnya. Stellar berusaha memegang rok panjangnya agar tak terbang dan memperlihatkan kakinya. Sebagai pelayan kerajaan, ia harus menjaga kesopanan apalagi ia seorang wanita. Sedangkan Shin, ia kaget namun tetap pada posisi duduknya dan kesal.
“Hoi, Yula! Keluar!” bentak Shin tanpa memandang ke belakang.
“Ah, tidak! Aku ketahuan!” Yula tertawa kecil. Ia keluar sambil menggaruk belakang kepalanya.
Stellar memberikan hormat pada Yula dan pamit undur diri.
“Sejak kapan kau di sana?” tanya Shin saat Yula sudah duduk di sampingnya, dengan menjaga jarak agar tak kena jitak langsung oleh kakaknya.
“Baru, sih,” jawabnya sambil terkekeh.
“Huh, menyebalkan!” wajah Shin masih tak berubah, kesal.
“Takut ketahuan berduaan dengan Kak Stellar, ya? Cie~ cie~,” canda Yula sambil menunjuk-nunjuk Shin dengan kedua jari telunjuknya. Melihat wajah Shin yang tak berubah melunak ia berhenti menertawai kakaknya.
Oke, candaannya gak mempan, gumam Yula dalam hati.
Mereka pun terdiam untuk beberapa detik. Angin malam yang sepoi melalui mereka dengan lembut seakan tak berniat mengusik ketenangan suasana.
“Apa kakak marah karena Yula yang pergi?” tanya Yula hati-hati.
“Tidak. Aku tak bisa marah pada adikku satu-satunya,” jawab Shin lembut. Ia menatap adiknya dengan penuh kasih sayang. Yula terharu. “Hoi, hentikan mimik wajah itu. Menjijikkan!”
Yula terkekeh sambil melap ingusnya yang hampir turun. Ia mencoba menahan air mata. Yula tahu betul Shin sangat menyayanginya walau kakaknya selalu tegas padanya. Ia tak terlalu sedih karena akan meninggalkan kerajaan maupun akan berpisah dengan ayahanda, ibunda atau Shin, ia lebih sedih karena tak bisa lagi mengerjai mereka semua yang ada di kerajaan. Rasanya, ia akan menjadi anak baik untuk tugas ini, pikirnya dalam hati sambil tersenyum memandang langit malam.
“Kau harus hati-hati. Jangan buat Putri Lacus kesusahan,” nasihat Shin kemudian.
Yula tersenyum riang. “Tenang, kak. Semua akan beres kalau ada Yula!” katanya menepuk dada dengan kepalan tangan kanannya.
“Justru sebaliknya yang kutakutkan!” jawab Shin tanpa jeda, kemudian ia menghela napas berat.
“Kak Shin gak percayaan banget sama Yula,” kesal Yula, bibir bawahnya maju ke depan.
“Memang!”
“Ah, kejam!”
Yula mencubit lengan Shin. Shin membalasnya dengan menggelitiki pinggang adiknya. Mereka berdua tertawa bersama. Dari kejauhan Stellar melihat sikap dua kakak-beradik itu, ia menahan tawanya. Dalam hati ia bergumam, sudah berapa lama ia tidak melihat keakraban seperti itu.
“Apa sudah reuninya? Yula mau berkemas.”
“Ah, iya. Menggelikan juga.” Shin berhenti memeluk adiknya. “Ya, sudah sana cepatlah bergegas!”
“Iyaaa!” Yula pamit dengan mencubit pipi Shin, membuat kakaknya kesal.
“Hei!”
Tangan Shin hampir menangkapnya namun Yula menghindar lebih cepat dan berlari menuju koridor. Tak jauh ia melihat Stellar. Ia tahu dayangnya itu pasti melihat mereka dari jauh dan ia pun tak merasa risi.
Seandainya mereka bertiga bisa kembali ke masa anak-anak, Stellar masih diperbolehkan bermain dengannya dan Shin. Dan Yula juga tahu bagaimana perasaan Stellar pada kakaknya, juga sebaliknya. Ia menyayangkan keraguan kakaknya untuk mengungkapkan perasaannya pada ayahanda.
Meski begitu, ia tahu ayahandanya tak akan menyetujui perasaan mereka berdua. Bagi Yula tak masalah, malah sangat menerima jika Stellar yang dijadikan pendamping Shin. Ia berpikir sesaat, jika ia bicara dengan ibundanya akan hal ini mungkin saja ibundanya setuju saja karena dayang yang satu itu bukanlah gadis biasa.
Yula melambatkan langkahnya begitu ada di hadapan Stellar. Dayang itu membungkuk untuk memberi salam pada tuan putrinya. Yula tersenyum pada Stellar lalu menyerahkan selembar kain dari saku rok. Dayang itu bingung saat menerimanya. Yula hanya tersenyum, memperlihatkan deretan gigi depannya, dan mendorong punggung Stellar.
Stellar menoleh ke belakang ingin menanyakan maksud Yula. Yula menjawabnya dengan menunjuk ke arah Shin duduk, lalu melambaikan tangan dan ia pun kembali berlari kecil menuju kamarnya.
Stellar menjadi gugup, apa harus mengikuti perintah Yula atau harus berdiam diri di mana ia berdiri saat ini. Ia melihat ke arah Shin, meski wajahnya tak bisa ia lihat, kediaman pangeran itu membuat hatinya menggerakkan kedua kakinya untuk mendekat. Stellar ingat apa yang dikatakan oleh Shin.
“Aku tak mau kehilangan saudara perempuanku untuk kedua kalinya.”
Ia tahu persis rasa sakitnya kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya.
Mendengar langkah kaki, Shin menoleh sedikit, dan lega kembali saat tahu bahwa langkah kaki itu dari Stellar.
Karena tak tahu harus bicara apa, Stellar mencoba bercanda dengan memberikan sapu tangan yang diserahkan Yula kepada Shin. “Apa Anda butuh sapu tangan?”
Shin melirik sapu tangan tersebut. Dahinya berkerut karena mengenali selembar kain tersebut. “Ini bukannya punya Yula? Ada logo hearthose-nya.”
“Me-memang. Tadi kata Tuan Putri Anda akan membutuhkannya,” jawab Stellar bertambah gugup.
“Huh, dasar tuh anak!” kesal Shin sambil mengepalkan tangannya. “Ia pikir aku akan menangisi kepergiannya?”
Stellar tertawa kecil mendengarnya, namun sedetik kemudian ia langsung menutup mulutnya dengan punggung tangan. “Maaf. Kelepasan,” sesalnya. Ia menunduk untuk meminta maaf.
Shin bergumam yang berarti tak apa. Ia pun berdiri di samping Stellar. Tak peduli apa ada dayang, pengawal atau orang lain yang lewat melihatnya berdiri terlalu dekat dengan seorang dayang.
Mengetahui kehadiran Shin di depannya, Stellar berusaha untuk menjaga jarak. Tapi Shin memegang pergelangan tangan kanannya. Pandangan mata yang meminta agar gadis itu tidak pergi dari sisinya. Melihat Stellar yang gugup dan serba salah dengan suasananya, Shin pun mengalihkan pandangannya ke langit malam yang cerah. Bintang berkilauan indah tanpa ditutupi oleh awan.
“Terkadang, aku berpikir seandainya ada ‘dia’ di sini, aku tak perlu didesak menjadi pemimpin selanjutnya. Aku akan berpetualang, menjadi perwakilan kerajaan dan mengumpulkan batu kristal bersama Putri Lacus. Yula bisa tetap di istana, belajar lebih baik dan bisa bermain dengan teman-temannya.”
“Tapi nasib berkata lain...,” ucap Stellar dengan suara rendah. Ia menyadarkan dirinya kembali telah lancang menjawab ucapan sang pangeran. “Maaf. Sebaiknya hamba pergi, nanti hamba dicari oleh kepala pelayan.”
Tapi Shin tak melepaskan genggamannya. Tatapannya melunak saat pandangan mereka bertemu. Ia memohon, “Hanya sebentar, menurutku tak apa.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Vivi
semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat semangat
2023-02-28
0
Heru Sobari
semangat! 0,-
2021-07-24
0
John Singgih
sebuah perpisahan & kesedihan
2021-06-10
2