Siang itu cuaca relatif adem, matahari bersembunyi di balik awan. Namun tak seadem wajah Kevin, yang sejak tadi hanya ngedumel dan sewot pada Jason.
"Gantian sih Jas, gue yang nyetir. Kalau kayak gini, kapan gue lancar nyetirnya?"
"Ini jalan raya, Mpin."
"Ya tapi ini kan mobil gue."
"Gue tau, panjul. Nenek-nenek salto juga tau kalo nih mobil punya elu. Tapi kan yang punya SIM, gua. Yang disuruh bawa mobil ini sama bokap-nyokap lu kan, gua. Elu lupa kalo lu masih bocah, 16 tahun. Udah kelas 3 SMA, umur masih 16 tahun aja. 18 dong kayak gua, biar punya SIM." ujar Jason sengit.
"Tapi Nic juga belum punya SIM."
"Tapi dia udah punya KTP."
"Apa hubungannya nyetir sama KTP?"
"Paling nggak kalo kena tilang, ada identitas yang bisa di tunjukin. Nah lo apa?. Mau pake kartu pelajar?. Kartu pelajar lo aja nggak tau dimana."
"Ah, nggak asik lu ah. Liat aja ntar kalau usia gue melesat mendahului usia lo."
"Ya udah nih bawa. Tapi kalo lo kena tilang dan bokap-nyokap lo nggak ngasih nih mobil lagi buat lo pake, lo jangan kejang-kejang nanti. Kalo gue mah bebas, mobil gue ada dirumah. Nggak pake mobil ini, ya pake mobil gua."
"Au ah, serah lu dah."
Kevin lalu memakai kacamata hitam dan menebar pandangan ke sana kemari, mengikuti Dirly yang sejak tadi bergaya sok cool di belakang. Karena memang kap atas mobil mereka bisa di buka dan tutup sesuka hati. Maklum, mereka adalah pelajar jaman now merangkap vlogger dengan penghasilan fantastis per bulannya melebihi Fanta Halilintar. Maka dari itu mereka bisa membeli apa saja yang mereka mau, termasuk mobil yang kini mereka kendarai.
"Woi."
Secara tiba-tiba Nicholas yang didampingi Miko, melesat dan mepet di mobil yang dikemudikan Jason. Jason yang terkejut langsung mengarahkan kemudinya ke sisi kanan, agar mobil mereka tak bersentuhan.
"Ati-ati Karno. Kalo nih mobil sampe lecet, ntar si bocah Paijo yang ada di samping gue ini nangis bombay. Lo tau kan dia ngevlogg bikin mukbang sebaskom terasi bakar. Saking pengen viralnya dan dapat subscriber banyak, nyaingin Fanta Halilintar. Supaya bisa beli mobil ini."
"Iya tau, buruan...!" ujar Nicholas.
"Hah, apaan?" tanya Jason kemudian.
"Buruan, Suprapto. Nyokapnya Miko melahirkan."
"Hah?"Jason, Kevin dan Dirly terperangah.
"Melahirkan apaan?" tanya Kevin heran.
"Melahirkan karya." ujar Nicholas sewot.
"Melahirkan karya apaan, bro?" Jason ikut-ikutan blo'on.
"Karya seni berupa manusia, panjul."
"Maksudnya?" Kevin benar-benar susah nyambung. Tak lama kemudian, Dirly menoyor kepala Jason dan Kevin.
"Stupid lo berdua, karya seni berupa manusia itu berarti patung. Iya kan, Nic?"
Nicholas menarik nafas panjang, ingin rasanya ia menoyor kepala ketiga anak tersebut. Namun dirinya sendiri sedang menyetir dan berada di mobil yang berbeda.
"Nyokapnya Miko melahirkan bayi, dan sekarang ada dirumah sakit."
"Hah, kapan hamilnya?"
Jason, Kevin dan Dirly benar-benar terkejut dan tak menyangka. Mereka segera menyusul mobil Nicholas, yang kini sudah melaju lebih kencang.
"Hamilnya kapan Nic?. Koq gue nggak tau." teriak Jason.
"Mana gue tau, orang bukan gue pelakunya."
Nicholas terus melaju kencang.
"Woi, tungguin Bambang...!" Jason kembali mepet di mobil Nicholas.
"Buruan, kita ke rumah sakit sekarang." perintah Nicholas.
"Iya rumah sakit mana, dudul. Lo kira sinetron, dibilang di rumah sakit langsung nyampe. Nggak tau rumah sakitnya dimana, namanya apa."
Kali ini Nicholas tertawa. Ia bertanya pada Miko yang sibuk menelpon di sebelahnya, lalu menjawab pertanyaan Jason.
"Greyson Medical Centre daerah Jakarta Timur. Yang punya Greyson Group, kakeknya Axl."
Nicholas kembali nyelonong, sementara kini Jason berusaha mengikutinya. Namun ia tiba-tiba terpikir sesuatu.
"Rumah sakit Greyson Medical Centre Jakarta Timur, dimana ya Mpin?"
"Ya mana gue tau, emang gue pernah beranak atau penyakitan?" seloroh Kevin.
"Yang jelas kalau di Jakarta timur, berarti nggak di Jakarta Barat ataupun Jakarta selatan." lanjutnya kemudian.
Jason melebarkan bibir sampai kuping.
"Itu mah nenek-nenek push up juga tau, Bambang." gerutunya kemudian.
"Pake google map, panjul." Dirly nyeletuk dari belakang.
"Noh, tuh Dirly pinter. Nggak kayak lu." Kevin mencoba memojokkan Jason.
"Elu lah yang buka hp, masa gua. Lu mau kita ditilang?. Gara-gara gue nyetir sambil main hp."
"Iya-iya, pake waze aja nih."
Kevin lalu menyalakan aplikasi waze di handphonenya. Beberapa saat kemudian mereka semua tiba di rumah sakit yang dimaksud, tempat dimana ibu Miko melahirkan. Nicholas membeli beberapa perlengkapan mandi bayi, pada sebuah minimarket terdekat. Sementara yang lain ada yang membeli buah-buahan, popok bayi dan buket bunga. Mereka disambut dengan ramah oleh kedua orang tua Miko.
"Ih, lucu banget."
Kevin merasa gemas, melihat bayi laki-laki yang tengah berada dalam dekapan ibunya tersebut. Sementara Miko tampak duduk malas di pojokan, dengan wajah kusut dan tidak bersemangat.
"Lo jangan pegang bayi kalau belum cuci tangan, Mpin." ujar Jason mengingatkan.
"Udah cuci tangan, kampret. Rese aja lu."
Kevin sewot pada Jason, membuat yang lain tak bisa menahan tawa. Kevin memang gampang dibuat kesal, karena usianya sendiri paling muda diantara yang lainnya.
"Namanya siapa tante?" tanya Nicholas kemudian.
"Namanya Chiko." jawab Ibu Miko lalu tersenyum.
"Widih nggak jauh beda nih dari Miko, bisa-bisa Miko terlupakan." ujar Kevin cengengesan.
"Panjul." Dirly menoyor kepala Kevin.
"Tau lu, nggak liat apa mukanya Miko udah kayak udang rebus gitu." tambah Jason.
"Udah gitu mojok lagi, kayak anak ilang. Hahaha."
Dirly, Kevin, dan Jason pun cekikikan. Nicholas memperhatikan Miko, begitu juga dengan ayah dan ibunya.
"Mik, lo nggak mau liat dia?" ujar Nicholas kemudian. Miko makin membuang muka.
"Tau Miko, masa begitu sama adeknya." Kali ini ayahnya menengahi.
"Lagian papa, udah tua masih doyan aja." protes Miko. Kali ini teman-temannya kompak diam sambil menahan tawa.
"Lagian kamu pergi terus, mama kadang sendirian dirumah. Punya anak kabur-kaburan mulu. Kalau nggak sama temen, kamu pacaran. Mama kan sepi nggak ada temen."
"Tuh, salah lo Mik. Lo sih pacaran mulu sama Rebecca, makanya adek lo jadi." ujar Nicholas, yang disambut tawa teman-temannya.
"Ya tapi nggak gini juga, Nic. Masa gue seumur gini punya adek bayi. Kalau anak-anak disekolah pada tau, bisa di cengin gue."
Kali ini Nicholas menghampiri Miko. Ia lalu menyeret anak itu untuk mendekat ke arah ibu, ayah, dan adik barunya. Awalnya Miko sempat bersikeras tak mau mendekat, namun akhirnya ia menuruti keinginan Nicholas.
Miko menatap bayi itu dan, tanpa diduga bayi itu terbangun dari tidurnya. Mata kecilnya menatap ke arah Miko. Entah ada energi apa yang menggerakkan, akhirnya Miko mencoba menggendong bayi itu. Di dalam dekapan Miko, ia terus membuka mata dan tak henti-hentinya menatap Miko. Seketika hati pemuda itu pun luluh, perlahan tangannya mulai mengelus kepala bayi itu dan membuatnya kembali terlelap.
Ibu dan ayahnya tersenyum, begitu juga dengan teman-temannya. Mereka saling memberi kode, lalu tersenyum melihat pemandangan tersebut. Tak lama kemudian, sebuah langkah terdengar di koridor rumah sakit.
"Degh."
Hati Nicholas berdenyut. Seperti di pukul namun tak terasa sakit, hanya lemah tiba-tiba. Jantungnya berdegup kencang, ia memegang dadanya dan teman-temannya pun mulai memperhatikannya.
"Degh, degh, degh."
Hatinya kembali merasakan getaran, seiring dengan langkah yang semakin mendekat.
"Lo kenapa, Nic?" tanya Jason heran.
"Dada lo sakit?" Dirly mulai panik.
Namun Nicholas menahan Dirly dengan tangannya, ia terus menatap ke arah pintu kamar rumah sakit. Dan seiring makin dekatnya suara langkah tersebut, ia pun beranjak dan keluar dari ruangan.
Mata Nicholas menjelajah di sepanjang koridor, namun tak terlihat siapapun disana. Hatinya terus-menerus bergetar dan kali ini sedikit gelisah. Ia terus mencari siapa pemilik langkah tersebut, hingga akhirnya ia dan pemilik langkah tersebut bertemu mata. Dari sisi sebelah kanan koridor, muncul sesosok wanita berpakaian dokter. Yang entah mengapa tiba-tiba berhenti, ketika matanya bertemu dengan mata Nicholas.
Lama keduanya terpaku dalam diam, wanita itu tampak tak asing bagi Nicholas dan begitupun sebaliknya. Wanita itu menatap Nicholas, seolah ia telah lama mengenal anak itu. Namun tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir keduanya. Hingga kemudian,
“Koas Sasi."
Seorang dokter muda dan tampan, menghampiri koas wanita yang tengah berdiri di hadapan Nicholas tersebut. Bersamaan dengan munculnya teman-teman Nicholas.
"E, dokter Gerald."
Wanita itu tampak kikuk lalu membenarkan kacamatanya.
"Saya cari koas Sasi kemana-mana, saya mau ngajak makan siang."
"Oh, eh, iya. Ayo...!"
Wanita itu tersenyum pada si dokter tampan, tak lama kemudian keduanya pun berlalu meninggalkan Nicholas dan teman-temannya. Nicholas memejamkan mata, hatinya masih terasa lemah seperti habis dipukul. Begitupun dengan wanita itu. Ia berkali-kali menoleh ke arah Nicholas, sebelum akhirnya menghilang di balik koridor.
"Jadi bener, dokter eh koas yang kita liat kemarin itu Amaya?. Cinta pertama lo itu?" tanya Miko pada Nichola. Saat mereka semua tengah istirahat dan makan di kantin sekolah, pada keesokan harinya.
"Hati gue bilang begitu, walaupun wajahnya banyak berubah. Tapi Kemaren, gue sempat baca tanda pengenalnya. Namanya Sasi.K.A."
"Emang nama panjang si Amaya apaan?" tanya Dirly.
"Sasi Kirana Amaya." jawab Nicholas kemudian.
"Ye, siapa tau aja yang kemaren itu Sasi Kereta Api." seloroh Kevin.
Mereka semua tertawa.
"Sasi Ketoprak abang-abang." sambung Jason. Mereka makin terpingkal-pingkal.
"Sasi kukira Anunya." Kali ini Miko sukses membuat mereka semua terdiam. Detik berikutnya,
"Wooo, dasar lo." Jason dan Kevin kompak menoyor kepala Miko, sementara yang lain akhirnya tertawa.
"Otak lu mesum mulu, Mik." seloroh Dirly
"Tau nih." tambah Jason.
"Jadi rencana lo sekarang apa, Nic?" tanya Kevin pada Nicholas.
"Belum tau sih, yang jelas nanti siang gue mau balik lagi kerumah sakit itu. Gue mau pastikan dia itu Amaya atau bukan."
"Ya udah mending lo samperin aja. Tapi sorry gue nggak bisa nemenin lo, karena gue mesti beres-beres rumah selama nyokap dirumah sakit. Paling ntar siang kalo gue nganterin baju ke nyokap. Dan kalau lo masih disana, lo ntar gua telpon. Apa kita ketemu atau gimana nanti." ujar Miko.
"Gue sama Jason juga ada latihan basket ntar siang, sama anak anak SMA gue." ujar Kevin.
"Gua ada les ntar siang, Nic." ujar Dirly.
"Ya udah, nggak apa-apa." ujar Nicholas santai.
"Seriusan lo nggak apa-apa, nggak kita temenin hari ini?" Jason memastikan.
"Serius, kayak gue bocah aja ditemenin."
"Janji dah, ntar kita temenin lain kali." ujar Miko.
"Sekalian nyari yang seragam putih juga, kali aja ada yang nyantol sama gue." ujar Dirly.
"Pede lu, panjul." Kali ini Kevin meledek Dirly.
"Maksud lo kayak dokter atau perawat gitu?. Yang seragam putih-putih mah mana mau sama anak sekolah kayak kita, mereka maunya yang berseragam juga. Ada juga kuntilanak kali yang mau sama lu, sama-sama berseragam putih."
Mereka semua tertawa, sementara Dirly tampak sewot dan Nicholas sendiri pun sedikit terdiam. Teman-temannya agaknya mulai menyadari sesuatu.
"Nic, sorry." Kevin merasa bersalah.
"Gue nggak bermaksud mengecilkan elo, yang sama pelajar kayak kita."
Kevin berkata dengan sangat hati-hati, dan diluar dugaan Nicholas pun tersenyum bahkan tertawa kecil.
"Kalau memang dia adalah Amaya, gue nggak akan mundur sedikitpun. Walau saingan gue si dokter yang kemarin itu." Nicholas berkata dengan penuh keyakinan dan disambut sorak sorai temannya.
"Widih, ini baru teman kita nih. Lanjutkan bos que." ujar mereka hampir bersamaan.
Siang itu sepulang sekolah, Nicholas berpamitan pada teman-temannya kemudian keluar terlebih dahulu. Sementara kini di pelataran parkir, keempat temannya masih lanjut berbincang. Tiba-tiba Raline pun datang menghampiri mereka.
"Honey Nicho mana?" Raline bertanya pada keempat teman Nicholas.
"Eh baby Raline." Kevin menggoda Raline, dan gadis itu tampak sewot.
"Raline tanya, yayank Nicho mana. Punya kuping kan, pada?"
"Baby Raline, Nicho udah pulang duluan." ujar Dirly kemudian.
"What?. Biasanya kan kalian barengan, Raline mau nebeng soalnya. Mobil Raline mogok, masa Karlita terus yang dikasih tebengan sama baby Nicho."
"Mogok beneran?" tanya Miko tak percaya.
"Ah masa?" Jason membuat Raline makin kesal.
"Ya iya, masa Raline bohong. Tadi pagi Raline dianter abang ojek."
"Mogok dirumah?" tanya Jason lagi.
"Iya."
"Kenapa nggak naik ojek lagi?"
"Hak Raline dong kalau pengen dianterin sama baby Nicho."
"Nicho udah pulang, dia nemuin pacarnya." Suara Miko terdengar cukup keras, hingga mengundang perhatian Prince, Karlita, bahkan Dena yang berada tak jauh dari sana.
"What?. Pacar?" tanya Raline tak percaya.
"Siapa orangnya, yang udah berani-beraninya ngaku sebagai pacar dari my baby honey nya Raline. Karlita?. Atau Dena si nenek lampir itu?"
Keempat teman Nicholas saling bersitatap.
"Bukan anak sekolahan sini. Tapi udah jadi calon dokter, namanya Amaya."
Miko kembali bicara dengan suara yang besar. Ia sangat senang jika Prince merasa tidak bisa menyaingi Nicholas.
"Masa sih calon dokter?. Mau gitu sama anak sekolah." Raline tak percaya.
"Ya maulah. Nicho juga gitu-gitu kan tajir, pinter, jago beladiri, ganteng, baik, gentlemen. Nggak kayak sebelah noh, cemen." Dirly ikut-ikutan menyindir Prince.
"Ya udah ah, Raline pulang aja. Raline nggak percaya sama kalian."
Raline pun akhirnya berjalan, disusul Prince yang kemudian meninggalkan pelataran parkir dengan mobilnya.
"Eh, lo liat nggak mukanya si Prince tadi?" tanya Kevin pada teman-temannya.
"Iya, gue yakin pulang dari sini dia bakal minta ke bapaknya. Untuk dicariin pacar yang dokter juga." ujar Miko. Mereka pun tertawa bersama-sama, tak lama kemudian...
"Gue sama Dirly pulang duluan ya, bro." ujar Miko.
"Iya, sorry nih nggak bisa kasih tebengan. Gue sama Jason mesti latihan basket." jawab Kevin.
"Santai." ujar Dirly kemudian.
"Gue sama Miko naik ojol." lanjutnya lagi.
Usai berpamitan, mereka pun lalu pulang. Sementara itu dirumah sakit Nicholas terus mencari info di ruangan dan bagian apa, tempat dimana Koas Sasi atau terduga Amaya berada. Karena mencari keberadaan Koas tak seperti mencari dokter yang sudah ada jadwal praktek dan ruangan sendiri.
Ketika ia mendapatkan apa yang ia inginkan dan menyambanginya, sayang sekali jadwal Amaya sudah berakhir. Salah seorang perawat yang mengenal wanita itu, mengatakan jika Amaya baru saja keluar.
Nicholas buru-buru keluar dari rumah sakit tersebut dan mencari Amaya kesana kemari. Ia mencari di pelataran parkir namun tak menemukan siapa-siapa. Ia lalu beralih ketempat lain, ia juga tak menemukan siapa-siapa.
"Mungkin sudah pulang." gumamnya setengah putus asa.
Namun tak lama kemudian, matanya mendapati sesosok wanita cantik yang tengah berdiri untuk mendapatkan gula kapas. Pada seorang penjual di luar rumah sakit. Seketika Nicholas pun teringat, jika dulu Amaya amatlah menyukai gula kapas. Dengan senyum lega, Nicholas pun menghampiri Amaya dan ikut mengantri gula kapas bersamanya.
"Pak satu ya, warna biru." Nicholas dan Amaya berucap hampir bersamaan.
Amaya memperhatikan Nicholas, sementara remaja itu pura-pura cuek. Gula kapas berwarna biru itu pun selesai dibuat satu, ai penjual melihat ke arah Nicholas dan Amaya yang sama-sama mengulurkan uang.
Nicholas melihat uang Amaya yang selembar 50ribuan dan dirinya sendiri membawa uang pas. Maka secara serta merta ia mengambil gula kapas itu duluan, karena penjualnya tak perlu ribet memberikan kembalian.
"Kamu harusnya ngantri dong, dek. Budayakan mengantri, kan tadi saya duluan. Bapak juga harusnya kasih ke saya dulu."
Amaya mulai sewot saat gula kapas yang seharusnya menjadi miliknya, kini malah berada di tangan orang lain. Nicholas tersenyum, ia tiba-tiba saja mengingat kejadian dulu saat mereka pulang les dan membeli gula kapas. Nicholas seringkali menyerobot antrian dan membuat Amaya menjadi ngambek seperti anak kecil.
"Saya tidak suka mengantri untuk sesuatu yang manis."
Amaya tersentak mendengar kata-kata itu.
"Aku nggak suka ngantri untuk sesuatu yang manis."
Itu adalah kata-kata yang dulu sering di dengarnya, saat ia dan Nicholas berebut antrian gula kapas. Namun ia tak yakin pada pemuda yang kini ada di hadapannya tersebut. Nicholas yang membelakangi Amaya pun menoleh pada wanita itu sambil tersenyum.
"Tapi daripada anda jadi dongkol hati gara-gara ini, saya nggak apa-apa koq nggak jadi makan gula kapas ini."
Sambil terus menatap Amaya tanpa henti, Nicholas meraih lengan wanita itu dan memberikan gula kapas tersebut kepadanya. Ia mendekatkan wajahnya hingga nyaris menyentuh wajah wanita itu. Kemudian ia mendekati si penjual, memberikan uang selembar 100ribuan..
"Pak, ini saya beli seratus ribu, tapi kasih aja kalau ada anak-anak yang beli."
"Kasih ke mereka gitu, mas?"
"Iya."
Amaya terus memperhatikan Nicholas, namun pemuda itu hanya berlalu dan meninggalkannya begitu saja. Jantung Amaya masih berdetak kencang, ketika pemuda itu akhirnya pergi dan menghilang diantara mobil-mobil yang berada di pelataran parkir.
Ia sungguh tidak tau apa yang sesungguhnya tengah terjadi, soal apa dan siapa pemuda itu. Gula kapas yang kini ada digenggaman tangannya dan soal perasaan aneh ini. Ia tidak mengerti sama sekali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Damayanti Amir
amaya blom tau bhw itu si nick
2022-04-06
1
Fitriyani
mungkinkah Amaya ga nyadar itu Nic kecilnya
2021-12-01
1
"lazygirl"
amaya ny hilang ingatan gtu? 🤔
2021-11-27
1