Hari demi hari pun mulai berubah. Suasana belajar yang semula biasa saja, kini berganti menjadi keadaan yang dipenuhi perasaan aneh.
Bukannya merasa lebih nyaman setelah jadian, keduanya malah terjebak perasaan lain. Seperti takut salah bicara mengenai pelajaran, takut berpendapat, takut berkomentar, ataupun takut untuk saling mengkoreksi kesalahan masing-masing. Sama sekali berbeda dengan saat sebelum mereka berpacaran.
Saat itu mereka lebih leluasa mengemukakan pendapat dan berdebat mengenai pelajaran. Namun kini semuanya tampak canggung. Mereka takut pasangan mereka jadi tersinggung dan ngambek akibat salah bicara.
Ruang gerak mereka menjadi terbatas, tetapi keduanya tetap berusaha keras untuk belajar. Mereka masih bersikeras untuk tidak mencampur adukan antara perasaan dan pelajaran, meskipun itu sulit.
Hingga suatu hari, Darren tidak mendapati Mikhaela disekolah. Hari itu Mikha tidak masuk, Darren mencoba menghubungi nomor handphonenya namun tak diangkat. Ia lalu menyambangi kelas Mikha dan bertanya pada teman sebangkunya, Diana.
"Kak Di, Mikha kemana ya?"
"Dia nggak masuk hari ini, dek." jawab Diana.
"Iya, kira-kira kakak tau nggak dia kemana?. Soalnya aku hubungi nomornya nggak diangkat, di sms juga nggak dibales."
Diana beranjak dari tempat duduknya, lalu menarik Darren keluar dari dalam kelas tersebut.
"Gini dek, semalam Mikha telpon kakak. Katanya orang tuanya berantem lagi. Dia minta kakak untuk jemput dia, tapi habis itu telponnya terputus. Tadi pagi kakak sms, nggak di read. Nah tadi juga orang tuanya nelpon kakak, dan nanyain Mikha ada apa nggak dirumah kakak. Katanya semalam Mikha pergi dari rumah tanpa pamit."
Wajah Darren berubah panik, setelah mendengar apa yang baru saja diucapkan Diana. Pemuda itu bergegas menuju pelataran parkir lalu masuk ke dalam mobilnya. Usai mengelabui satpam sekolah dengan berpura-pura orang tuanya sakit, ia pun akhirnya bisa lolos dan mulai mencari keberadaan Mikha.
Darren mencari Mikha di segala penjuru, hampir semua tempat ia datangi. Hampir semua jalan sudah ia telusuri, namun tanda-tanda keberadaan Mikha belum juga ditemukan. Mobilnya terus melaju, hingga tanpa disadarinya kini ia sudah mulai keluar dari wilayah Jakarta. Ia tak tau harus kemana lagi.
Mencari orang yang kabur dari rumah ternyata tak semudah yang ia bayangkan, Darren meraih handphonenya dan mencoba mengecek sms. Tiba-tiba saja pesannya untuk Mikha berubah menjadi terkirim, ia pun segera menghubungi nomor Mikha dan kebetulan diangkat.
"Hallo." Terdengar suara Mikha di seberang.
"Kamu dimana sekarang?" Nada bicara Darren setengah berteriak.
"Darr." Suara Mikha Terisak menahan tangis.
"Kamu dimana, Mikha. Kasih tau aku, biar aku jemput."
"Aku mau sendirian dulu, Darr."
"Mikha, please. Aku khawatir sama kamu."
"Maafin aku, Darr."
"Mikha, seharian ini aku nyariin kamu dan belum pulang ke rumah sama sekali. Kamu jangan buat aku tambah kepikiran, kamu dimana sekarang?"
Hening.
"Jawab, Mikha...!"
Akhirnya Mikha pun memberitahukan keberadaannya, Darren lalu bergegas menuju kesana. Tak sulit bagi Darren menemukan gadis itu. Karena dia tau persis wilayah tersebut dan ia pun langsung mengajak gadis itu untuk pulang.
Di sepanjang perjalanan pulang, hujan turun dengan derasnya. Sejak tadi Darren hanya diam, ia sangat kesal dengan sikap Mikhaela yang meninggalkan rumah sampai sejauh ini.
"Kamu ngapain di sini?. Ini tuh wilayah Bogor, udah diluar Jakarta. Kalau terjadi apa-apa sama kamu gimana?. Kamu itu udah kelas 3 SMA, Mikha. Mikir tuh yang panjang dikit, jangan kayak anak SD yang asal mikir asal bertindak."
Mikha menunduk, tak disangkanya Darren akan semarah itu padanya.
"Aku sebenarnya kerumah tante Shinta, sepupu mama. Tapi tadi aku dengar dia terima telpon dari mama dan ngasih tau kalau aku dirumah nya, makanya aku pergi. Aku nggak mau mama datang dan jemput aku, aku udah muak banget sama mereka. Bertengkar setiap hari dengan topik yang itu-itu lagi."
"Ya, tapi nggak kayak gini juga caranya. Kalau kamu sampai di apa-apain orang dijalan tadi gimana?. Siapa yang mau menolong kamu. Itu tadi jalanan sepi banget loh, gimana coba?"
"Aku minta maaf, Darr. Aku janji nggak akan kayak gini lagi."
"Berjanji lah sama diri kamu sendiri, itu lebih penting."
Mikhaela menunduk, Darren mengurangi kecepatan karena hujan kini turun sangat deras sekali. Ketika mobil mereka memasuki sebuah jalan dengan hutan disisi kanan dan kiri jalan, tiba-tiba saja mobil Darren mengalami penurunan kecepatan drastis hingga berhenti mendadak.
"Loh, ini kenapa ya?"
Darren mencoba menghidupkan kembali mesin mobilnya, namun tak bisa.
"Coba cek mesinnya, Darr."
Diluar hujan masih deras, Darren keluar lalu mendorong mobilnya hingga sampai ke bawah pohon. Disana air hujan tak begitu deras karena terhalang dedaunan yang rimbun. Darren lalu memeriksa mesinnya, tak lama kemudian Mikha pun ikut keluar.
"Gimana, Darr?"
"Nggak tau, ini rusaknya dimana. Mana masih di tengah-tengah lagi. Balik belakang nanggung, ke depan masih jauh."
"Ya udah masuk dulu ke mobil, basah tau."
Darren menuruti keinginan Mikha. Cukup lama mereka ada di mobil, mencoba mencari bantuan dari teman-teman mereka. Namun sebagian besar tak bisa datang menjemput, hingga akhirnya hujan pun sedikit mereda.
"Gimana, Darr?"
"Reno katanya mau jemput. Tapi mobilnya lagi dipake sama kakaknya, jadi kita nunggu dulu. Kata dia di sekitar sini ada satu Villa. Kita kesana aja, mau nggak?"
"Lah terus mobilnya?"
"Ya tinggal aja dulu, lagian hari udah mau gelap. Emang kamu nggak haus, nggak laper, nggak pengen ke toilet gitu?"
"Iya sih, ya udah yuk...!"
Darren dan Mikha keluar dari dalam mobil tersebut. Mereka mencari villa yang dimaksud, dengan bantuan arahan dari Reno via telpon. Cukup jauh mereka berjalan, meski melewati hutan rimbun yang mampu menahan air hujan, namun tubuh mereka tetap saja basah.
Mereka tiba di villa tersebut dalam keadaan kedinginan. Bentuk villa itu seperti rumah sederhana pada umumnya, namun cukup indah dan benar-benar terpencil. Sesampainya disana, mereka langsung disambut oleh penjaga villa. Mereka diberikan sepasang handuk bersih, teh hangat serta makanan.
"Makasih ya pak." Darren berterima kasih kepada si penjaga villa tersebut.
"Sama-sama, oh ya mbak sama mas ini mau menginap disini?" tanya nya kemudian.
"Hmm,sebenarnya kita nunggu teman jemput pak. Mobil kami mogok, ada di jalan atas sana. Tapi mungkin, kami mau menyewa kamar di villa ini untuk istirahat sampai teman kami datang."
"Oh, sok atuh mas silahkan."
"Berapa ya, pak?. Untuk dua kamar?"
Usai sang penjaga villa menyebutkan harga sewa, Darren pun langsung membayarnya. Dan setelah mendapatkan bayaran, si penjaga langsung menunjukkan dimana kamar tersebut. Darren dan Mikha masuk ke kamar yang berseberangan.
Setelah membersihkan diri, Darren keluar dan mengetuk pintu kamar Mikha. Memastikan kalau gadis itu sudah tidur dan benar Mikha tertidur. Tetapi ia lupa mengunci pintu, Darren mendekatinya lalu menyelimuti gadis itu agar ia merasa hangat. Setelah memastikan semua aman, ia pun berbalik hendak keluar. Namun tiba-tiba Mikha terbangun dan menarik lengannya.
"Kamu terbangun karena aku?" tanya Darren kemudian.
"Nggak, Darr. Kita disini aja boleh nggak?. Aku nggak mau pulang."
Wajah Mikha tampak murung dan sedih. Darren lalu duduk disisinya dan membantu gadis itu untuk bangun.
"Nggak boleh gitu, kita harus pulang. Kita masih punya rumah. Walaupun kita membenci rumah, tapi kita mesti sekolah. Kamu yang sabar, sebentar lagi kamu lulus SMA. Kamu minta kuliah yang jauh aja, biar nggak pusing lagi sama masalah dirumah."
"Terus nanti, kalau aku kuliahnya jauh kamu gimana?"
"Nanti aku nyusul kuliah ditempat kamu, kalau aku udah selesai SMA. Yang penting, kamu jangan jatuh cinta sama orang lain."
"Kalau aku jatuh cinta sama orang lain?"
"Aku akan kecewa."
"Terus?"
"Aku mungkin nggak akan berbuat apa-apa?"
"Koq gitu?" Mikha ngambek.
"Harusnya kamu perjuangkan aku, dong."
"Aku nggak akan memaksa orang yang sudah tidak mencintai aku lagi."
"Why?"
"Karena kalau kamu cinta sama aku, kamu nggak akan mencintai orang lain."
"Bisa aja, jepitan jemuran." canda Mikha, Darren pun lalu tertawa.
Mikha menyandarkan kepalanya di dada Darren, entah mengapa ia merasa amat begitu nyaman. Mungkin karena dirumahnya, ia jarang merasakan kebersamaan dan kehangatan seperti ini. Jantung Darren pun berdegup kencang. Meski ia telah berulangkali mencium Mikha, namun baru kali ini ia benar benar merasa keinginan tersebut amat sangat memuncak. Ditambah lagi, hanya ada mereka berdua di ruangan tersebut.
Nafas Mikha terasa hangat di dadanya, gairah remajanya pun memburu. Darren menengadahkan wajah Mikha lalu mencium bibir gadis itu dengan lembut. Gayung bersambut, Mikha pun membalas ciuman tersebut tak kalah hangatnya. Mereka muda, bergairah dan sedang lupa. Maka terjadilah semua itu, sebuah hal terlarang yang terjadi begitu saja.
Mikha terhempas dengan sebuah teriakan panjang, disusul teriakan Darren yang tak kalah kencangnya. Mereka berdua pun tertidur saling berpelukan dengan keadaan tubuh sama-sama telanjang, hanya ada selimut yang menutupi.
Reno tiba pukul 4 pagi, ditemani teknisi yang bekerja di bengkel ayahnya. Mereka melihat keadaan mobil Darren dan mencari tau dimana letak masalahnya. Setelah berkutat hampir setengah jam, akhirnya mobil tersebut bisa hidup kembali. Di sepanjang jalan Darren dan Mikha hanya diam. Mereka kikuk, bingung, dan tak tau harus berkata apa. Mereka masih sama-sama mengingat kejadian semalam.
"Udah sampai, aku turun disini aja."
Mikha meminta untuk turun ketika mereka belum tepat di depan rumah, masih ada jarak sekitar 50 meter lagi. Sementara Reno masih menemani di mobil belakang.
"Kamu yakin nggak mau aku antar sampai rumah." tanya Darren dengan wajah sedikit khawatir.
"Nggak usah, nanti mama malah nanya kalian siapa dan takutnya kalian disalahkan. Bilang sama Reno terima kasih."
Darren mengangguk. Mikha bersiap membuka pintu mobil, namun Darren memegang tangannya. Mikha diam menatap Darren.
"Aku nggak akan meninggalkan kamu."
Mikha menunduk, ia lalu membuka pintu mobil dan berjalan ke arah rumahnya. Sementara kini Darren berbalik arah menuju rumahnya pula. Perasaannya campur aduk dan benar-benar bingung. Ia telah melakukan sebuah hal yang terlarang, lalu apa selanjutnya?.
Sejak hari itu Mikha berubah, ia sangat jarang melintas di depan Darren dan seperti menghindar. Kalaupun terpaksa mereka bertemu untuk urusan Olimpiade, keduanya sama sama memilih bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa.
Beberapa waktu pun cepat berlalu, mereka mengikuti ajang olimpiade matematika dan fisika seperti yang telah dikatakan oleh pak Andrew pada waktu itu. Mereka menyabet juara pertama di ajang kompetisi tingkat internasional tersebut. Seluruh dewan guru dan seisi sekolah sangat senang dan bangga ketika mendapat telpon dari pak Andrew, yang mengabarkan bahwa sekolah mereka menang.
Sementara Darren dan teman-temannya yang juga berangkat mewakili sekolah mereka, tampak bangga dan haru saat menerima penghargaan dari pihak penyelenggara. Usai acara tersebut, mereka kembali ke hotel tempat dimana mereka menginap.
Namun tiba-tiba Mikha jatuh pingsan, mereka semua panik. Darren yang berada cukup jauh mencoba menerobos kerumunan dan langsung membawa Mikha ke kamarnya, dengan bantuan beberapa orang lainnya. Teman satu tim mereka mencoba memberikan minyak angin ke tubuh Mikha, tak lama kemudian gadis itu pun siuman.
"Mikha, kamu nggak apa-apa kan?" tanya Darren khawatir.
Mikha menatap Darren, namun tak lama kemudian ia buru-buru beranjak ke kamar mandi hotel dan terdengar suara seperti muntah. Darren membuka pintu kamar mandi dan benar bahwa Mikha sedang muntah-muntah. Salah seorang teman mereka yang perempuan pun langsung masuk dan mengusap-usap punggung Mikha, hingga gadis itu selesai muntah.
Darren membantu memapah Mikha untuk kembali ke tempat tidur. Tak lama kemudian, pak Andrew dan beberapa guru yang mendampingi mereka selama berkompetisi hari itu pun datang.
"Mikha kamu baik-baik aja?" tanya pak Andrew khawatir, Mikha mengangguk lemah.
"Masuk angin mungkin, karena beberapa hari ini kalian kurang tidur dan kamu juga suka telat makan. Kamu merasa butuh ke rumah sakit?"
Mikha menggeleng.
"Saya cuma perlu tidur sebentar, pak."
"Ya sudah, kamu istirahat saja dulu. Kita pulangnya kan masih nanti malam."
Sejak kepulangan mereka dari olimpiade tersebut, Mikha makin terus menghindari Darren. Berkali-kali Darren mencoba mendekatinya, namun Mikha selalu menghindar. Sampai akhirnya, pemuda itu mendapati Mikha yang tampak tergesa-gesa dari suatu arah.
"Mikha."
Darren menarik lengan Mikha dan membuat gadis itu sangat terkejut.
"Darren, aku mau masuk kelas. Lepasin...!"
"Aku akan lepasin sampai kamu jelaskan ke aku. Kamu kenapa menghindari aku beberapa waktu belakangan ini, salah aku apa?"
"Ini bukan masalah apa-apa. Aku cuma lagi pengen sendiri, Darr. Please."
"Mikha aku tanya sama kamu sekarang."
Darren menyentuh perut Mikha sambil terus menatapnya.
"Apa kamu hamil?" tanya nya kemudian.
Wajah Mikha tampak syok ketika Darren menanyakan hal tersebut. Ia menepis tangan Darren yang masih menempel di perutnya, dan berusaha untuk melepaskan cengkraman tangan Darren yang satunya lagi. Namun pemuda itu tetap menahannya.
"Mikha, kasih aku jawaban iya atau nggak."
"Lepasin Darren, jangan paksa aku."
"Kamu tinggal bilang aja iya atau nggak."
"Kalau aku hamil kamu mau apa?"
Petir menggelegar di hati Darren, perlahan ia pun melepaskan cengkaraman tangannya.
"Kamu hamil?" tanya nya dengan wajah tak percaya.
"Beneran kamu hamil?" Ia mengulanginya sekali lagi.
Mikha memejamkan matanya. Lalu kedua tangannya tampak menutup wajah, kemudian bergerak mengusap kepala serta rambutnya.
"Darren, beberapa saat lagi aku akan ujian nasional. Kamu juga mau ujian kenaikan kelas kan. Jangan buat suasana menjadi semakin runyam."
"Aku nggak Mau membuat suasana menjadi kacau, aku hanya butuh kejelasan. Aku hanya mau tau kamu hamil atau nggak?"
"Cukup, tolong kecilkan volume suara kamu. Kamu tau kan disekolah ini banyak tukang nyinyir, jadi tolong jangan ganggu aku dulu."
Mikha berlalu meninggalkan Darren, pemuda itu hanya bisa terpaku menatap kepergian gadis yang sangat disayanginya itu.
Hari demi hari pun berlalu. Darren tak bisa mengajak Mikha untuk bicara, karena perempuan itu terus dan terus menghindar. Sampai suatu hari ketika ujian nasional dan kenaikan kelas sudah selesai. Tiba-tiba saja Darren diajak pergi oleh kedua orang tuanya, ia dijemput dari sekolah. Tanpa banyak bertanya, remaja itu mengikuti kemauan orang tuanya. Mereka pergi ke sebuah rumah yang diketahui adalah milik sepupu ayahnya dan ditempat tersebut, kini ia dihadapkan pada sebuah masalah yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
"Jadi ini anak kalian?. Anak yang sudah berani menghancurkan masa depan anak saya."
Seorang wanita berbicara dengan ketus sambil menatap Darren dengan penuh kebencian. Sementara ibu Darren tampak menantang wanita itu, dengan tatapan yang tak kalah sinisnya.
Didekat wanita itu duduk seorang laki-laki dan di sebelahnya terdapat seorang gadis, yang sudah tidak asing lagi bagi Darren. Mikha, gadis itu tampak tegar dan dingin hari itu. Ia diam dan membuang tatapannya ke suatu arah. Sementara ayah Darren duduk didamping puteranya yang masih belum mengerti, akan duduk permasalahan sebenarnya.
"Kamu tau anak saya hamil?"
Petir menyambar di langit hati Darren, dirinya teringat saat itu pernah menanyakan hal ini secara langsung pada Mikha. Namun Mikha memberikan jawaban yang justru membuatnya bingung.
"Jadi, Mikha benar-benar hamil?"
Darren menatap Mikha. Gadis itu tetap diam ditempatnya, tanpa menatap ke arah Darren sedikitpun.
"Iya, dan itu karena perbuatan kamu. Kamu menghancurkan hidup anak saya."
"Benar kamu pelakunya Darren?"
Ibu Darren bertanya pada puteranya sambil menatap matanya dalam-dalam. Dan dengan tegas Darren pun menjawab,
"Iya ma, itu anak Darren. Saya akan bertanggung jawab om, tante."
"Tanggung jawab kata kamu?. Tanggung jawab seperti apa?. Heh, kamu itu masih belum genab 15 tahun mau sok bertanggung jawab sama anak saya. Memangnya kamu mau kasih dia makan apa?. Sekolah aja baru kelas 1 SMA sok membicarakan tanggung jawab. Kamu pikir menikah itu gampang, kayak yang kamu liat dalam drama-drama dan kisah dongeng?. Dasar kurang didikan kamu.”
"Eh Bu Nadine, dimana-mana yang salah itu ya perempuannya. Kenapa main kasih aja ke anak laki-laki, anak ibu yang kurang dididik." Ibu Darren berusaha membela anaknya.
"Dasar anak Ibu aja yang kegatelan, anak saya ini masih kecil. Anak situ yang lebih tua, pasti anak saya dirayu, digoda sama anaknya situ.” lanjutnya kemudian.
"Eh, bu Yurike jangan sembarangan ya. Sampai kelas 3 SMA ini saja dia baru pacaran pertama kali sama anak ibu. Kalau memang dia kegatelan pasti sudah selama ini dia godain anak laki-laki seumuran dia. Pasti anak ibu yang ngerayu anak saya, karena keluarga kami ini kaya raya. Pasti kalian mau menggantungkan hidup kalian sama keluarga kami, kalau sampai kami menikahkan anak kami dengan anak ibu."
"Eh hati-hati ya bu, kalau bicara. Saya dan papa nya Darren itu punya perusahaan besar, ibu mau uang berapapun bisa kami bayar. Bilang aja kehamilan anak ibu mau ibu manfaatkan untuk uang kami."
"Ma cukup, ma...!"
Ayah Darren dan ayah Mikha mencoba melerai istri-istri mereka, yang sudah hampir masuk ke dalam fase beradu fisik.
"Ma, cukup ma. Darren mohon, kasihan Mikha. Dia lagi hamil."
"Diam kamu...!"
Ibunya dan ibu Mikha sama sama membentak, seketika suasana menjadi hening.
"Mikha, aku mau menikahi kamu. Kamu mau kan?. Jangan bunuh anak itu, dia nggak bersalah."
Darren memohon pada Mikha. Namun seperti ibunya yang keras hati, Mikha tak bergeming sedikitpun.
"Ayo Mikha, kita pulang. Mama sudah muak melihat tampang keluarga yang tidak bermoral ini." Ibu Mikha menyeret puterinya keluar.
"Tante tunggu...!"
Darren menahan ibu Mikha.
"Maksud tante apa ingin bertemu saya dan keluarga saya, kalau tante nggak mau saya bertanggung jawab atas kehamilan Mikha."
"Saya hanya ingin melihat sampah seperti apa yang sudah mengotori anak saya, ternyata bocah ingusan seperti kamu. Saya nggak butuh tanggung jawab kamu, yang saya butuh adalah menandai kamu untuk tidak mengganggu anak saya lagi. Saya sekarang tau betapa bodohnya anak saya, dan dia harus mendapatkan hukumannya."
"Eh bu Nadine, sok bawa sana anakmu itu. Kami juga nggak bakal menikahkan anak kami sekarang, masa depan Darren itu masih panjang."
"Awas kalau sampai anak kamu menemui anak saya lagi."
"Awas juga kalau anak ibu yang gatel dan nggak bisa jaga diri itu menemui Darren lagi, kami nggak sudi."
Ibu Mikha membawa puterinya tanpa perlawanan, sementara kini Darren ditahan oleh ayah dan ibunya.
"Kenapa kamu mengecewakan kami, Darren?"
Tatapan mata ibunya seolah menembus jantung Darren.
"Kenapa, ma?. Apa Darren harus berbuat kesalahan seperti ini dulu, baru kalian ada untuk Darren. Selama ini kalian kemana?. Mikha yang menemani Darren, Mikha yang memberikan Darren kasih sayang, perhatian, pujian, harapan."
"Itulah pikiran kamu itu masih bocah. Apa harus dengan cara kamu hamili dan membuat malu keluarga?. Mentang-mentang kamu menganggap dia yang memberikan kamu segalanya. Berfikir itu realistis Darren, orang tua ini sibuk untuk siapa kalau bukan untuk kamu. Kamu pikir kami berdua ini nggak ke pengen leha-leha dirumah. Santai, nggak kerja?. Kamu pikir kami nggak mau?. Mau banget, tapi sayangnya uang nggak bisa jatuh dari langit kalau nggak dicari. Tugas kamu itu cuma belajar dan dapat nilai yang bagus. Gimana kalau kamu terlahir sebagai anak orang miskin yang harus bekerja dulu, baru bisa sekolah?. Hidup udah enak, nggak tau terima kasih kamu. Malah bikin masalah. Pokoknya kamu akan mama pindahkan sekolah di luar negri."
"Darren nggak mau, Darren akan mencari cara untuk menikahi Mikha."
"Kamu liat sikap keluarganya tadi, lihat sikap Mikha. Apa dia butuh tanggung jawab kamu?. Paling juga sebentar lagi anak itu bakal digugurkan oleh orang tuanya, pikirkan masa depan kamu."
Darren terdiam, hatinya hancur luluh lantak. Dari tempat ia berdiri, ia masih bisa melihat Mikha masuk ke dalam mobil. Dan itulah terakhir kali ia melihat gadis itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Maple🍁
Pengen tak gntungin kdua emak mreka brdua.. dsar ortu egois nggk mkiring prasaan kdua anak mreka😤😤😤
2023-06-01
0
LalaLolita
Aku suka novel iniiiii 🥴❤️ Thabks othorr aku dapat pelipur lara sambil menunggu sequel papa arka ❤️❤️ Karena novel tamat, aku mau marathon bacanya... semangaaaattt 💪💪
2022-05-05
1
Marincha Maha
Disini tempat qu tggal jg ada yg kek gitu,cuma anaknya masih kls 9 dua²nya,hamil disaat blm lulus SMP,tdk dpt pengakuan dari pihak anak laki² inti nya jadi ribut dan kisahnya menyedihkan.
2021-10-23
0