Hari-hari berikutnya, Darren dan Mikhaela lebih sering menghabiskan waktu untuk belajar bersama di luar. Sekedar menambah pengetahuan sekaligus menghindari suasana rumah, yang runyam dan berantakan.
Sesaat setelah pulang sekolah, kerap kali mereka berdua menghabiskan waktu di perpustakaan sekolah, perpustakaan nasional, bahkan di beberapa toko buku untuk mencari materi pelajaran matematika dan fisika. Mereka membahas soal-soal dan memecahkan berbagai macam rumus yang masih kurang mereka pahami.
Saking seringnya terlihat bersama, beberapa orang teman dekat Darren mengira jika keduanya berpacaran.
"Dar, gue liat akhir-akhir ini lo berdua-duaan mulu sama mbak Mikha. Udah kayak sendal kanan kiri, kemana-mana berdua." ujar Bimo disuatu pagi ketika mereka tengah sarapan di kantin sekolah.
"Iya tuh, gue sama Reno mergokin lo mulu kan." timpal Yudha.
"Adalah lo sama dia di toko buku, di perpusnas, di mall, di tempat makan, di tukang rujak pinggir jalan, dalam got." lanjutnya kemudian.
"Hahaha, nggak gitu juga bro. Hiperbola lo, ah." ujar Darren sambil tertawa.
"Lo pacaran ya sama dia?" tanya Reno yang kemudian disambut lagi oleh tawa Darren.
"Ya nggak lah, gila. Gue sama kak Mikha itu kan udah lama temenan, lo juga udah pada tau selama ini. Nah rencananya gue sama dia bakal mewakili sekolah kita untuk olimpiade fisika. Kalau jadi sih, makanya kita belajar bareng."
"Ooo, gitu." jawab temannya serentak.
"Tapi, lo cocok bro sama mbak Mikha." ujar Yudha dengan nada menggoda.
"Yoi, bro. Mbak Mikha itu cantik, pinter lagi. Hari gini, dimana lagi nyari cewek dengan paket lengkap begitu. Yang ada kalau pinter tapi kurang cakep. Giliran yang cakep, otaknye blo'on.” timpal Reno dengan penuh semangat.
"Tapi kan, gue lebih muda dari dia."
"Ya siapa tau kan dia demen sama dedek crunchy."
"Apaan tuh dedek Crunchy?"
"Kremes-kremes gemes."
"Hahaha."
Mereka semua tertawa lepas.
"Panjang umur nih cewek."
Tiba-tiba mata Bimo melirik ke suatu arah. Darren, Reno, dan Yudha serentak mengikuti arah pandangan Bimo. Tampak Mikhaela muncul bersama teman-temannya, gadis berambut panjang tersebut terlihat tengah berjalan sambil berbincang. Sesekali mereka tertawa riang, entah apa yang sesungguhnya tengah mereka bahas. Tapi yang namanya perempuan memang selalu begitu, mereka selalu heboh dalam setiap keadaan.
Pada saat mata Mikha dan Darren bertemu pandang, Mikha pun memberikan senyuman termanis yang ia miliki. Teman-teman Darren secara tidak sadar melambaikan tangan ke arah gadis itu, dan dibalas dengan lambaiannya yang hangat.
Perlahan Darren menyadari bahwa gadis itu memang memiliki pesona yang sangat kuat. Hingga dirinya pun seperti terserang sebuah rasa, rasa yang ia juga tak tau apa artinya.
***
Suatu ketika.
"Sok jual mahal lo, sok kecakepan tau nggak."
"Heh, emangnya kenapa kalau gue nggak mau. Lo pikir aja kenapa gue nggak mau. Liat ke dalam diri lo, lo ngaca. Lo aja kasar banget begini. Sifat dan karakter lo, hati lo, itu terpancar keluar. Gimana orang nggak negatif sama lo, mulut lo aja kotor."
Mikha berteriak pada salah satu teman seangkatannya yang baru saja menyatakan cintanya pada Mikha, namun ditolak baik-baik olehnya. Tetapi laki-laki itu tak terima dengan keputusan Mikha, hingga mengeluarkan kata-kata kasar terhadap gadis itu.
"Masih aja sok jual mahal lo ya, gue yakin lo juga udah nggak perawan lagi. Cewek model kayak lo."
"Plaaak."
Sebuah tamparan mendarat di wajah pemuda itu. Pemuda itu siap membalas, namun tiba-tiba saja Darren muncul dan menahan laju tangannya. Ia bahkan mendorong pemuda tersebut hingga nyaris terjatuh.
"Sekali lagi lo sentuh dia, gue patahkan tangan lo." Darren berkata dengan nada penuh kemarahan.
"Nggak usah ikut campur lo, lo kira lo siapa hah?. Baru kelas satu aja udah songong sama senior, nggak pengen idup lama lo?"
"Gue nggak takut sama lo atau siapapun. Mau lo 100 kali lebih senior dari gue, gue nggak takut."
"Oke."
Anak itu kemudian menjauh, setelah sebelumnya mengacungkan jari tengah sambil melihat Mikha. Darren pun kini fokus pada Mikha.
"Kakak nggak apa-apa?"
"Nggak apa-apa Darr, makasih ya."
Darren mengangguk.
"Sebaiknya kakak laporin ke guru BP, sebelum dia berbuat lebih lanjut. Jangan sampai menunggu dilecehkan lebih dalam dulu baru ngadu."
"Iya, Darr."
"Kalau ada apa-apa kasih tau aku."
"Iya."
Mikha kemudian berlalu. Kembali ke arah teman-teman perempuannya yang sejak tadi memperhatikan, namun takut untuk berbuat sesuatu. Karena reputasi anak yang tadi mengganggunya memang sangatlah ditakuti di angkatan mereka. Baik oleh laki-laki maupun perempuan. Dia suka bersikap semena-mena dan sampai hari ini belum ada yang berani melawannya. Kecuali tadi, saat Mikha dan Darren sama-sama menentangnya. Darren kembali ke kelas dan menceritakan hal tersebut pada Reno, Yudha, dan Bimo.
"Tuh anak emang kurang ajar, bro. Udah miskin harta, miskin attitude. Dia masuk ke sekolah ini karena masih keponakan jauhnya ketua yayasan, nggak tau ponakan dari mana. Yang jelas ketua yayasan nggak tau kalau kelakuan tuh anak begitu. Beberapa guru yang kayaknya menjilat pun, terkesan menutup-nutupi kesalahan tuh bocah di depan ketua yayasan." ujar Reno panjang lebar.
"Lo tau dia anak mana?" tanya Darren penasaran.
"Tau lah, orang gue pernah ngikutin dia sampe kerumahnya. Bapaknya preman yang suka malak-malakin pedagang. Emaknya jualan di deket rumahnya, tapi gayanya selangit. Waktu itu kan dia pernah juga melecehkan gebetan gue. Gue ajak berantem, eh malah pergi. Abis itu mobil gue bannya dipecahin, di baretin. Cemen jadi orang."
"Siapa yang cemen?"
Tiba-tiba anak yang mereka bicarakan tersebut sudah berada di kelas Darren. Beserta beberapa orang rekannya, lengkap dengan tongkat baseball dan juga penggaris kayu.
Seisi kelas mulai memojokkan diri, bahkan ada yang sampai keluar kelas. Darren dan teman-temannya berdiri dengan tatapan yang menantang.
"Maju lo.” ujar Darren dengan tegas.
Teman-teman dari anak itu pun maju, namun Darren menahannya dengan tangan.
"Wait, kenapa lo nggak ikut berkelahi?" Darren bertanya pada anak itu.
"Kenapa hanya temen lo aja yang lo suruh?” lanjut Darren kemudian.
"Lo takut?" ujarnya lagi.
Anak itu terbakar emosi. Ia lalu mengambil tongkat baseball di tangan salah satu temannya, lalu bergerak cepat ke arah Darren dan mengayunkan tongkat tersebut. Dengan cepat Darren pun menghindar.
"Buuuk."
"Buuuk."
"Buuuk."
Darren berhasil memukul anak itu meski dengan tangan kosong. Anak itu belum mau menyerah, ia terus menyerang Darren. Sementara kini temannya berkelahi dengan teman-teman Darren.
"Bak, buk, bak, buk."
Acap kali Darren terkena pukulan. Namun setiap kali itu juga ia membalasnya dengan lebih keras, begitu juga dengan teman-temannya. Ada untungnya juga mereka pandai beladiri dan sering terlibat tawuran, kejadian seperti ini bukan masalah besar bagi mereka.
Seisi kelas ricuh, sampai kemudian guru dan para security pun datang untuk meredam kedua belah pihak.
"Stop...!"
"Hentikan...!"
"Ada apa ini?"
Seorang guru tampak berteriak dan menyuruh mereka semua untuk tenang.
"Ada apa ini?" tanya guru tersebut sekali lagi, sambil memberikan tatapan penuh kemarahan ke arah Darren dan teman-temannya. Tak lama kemudian pak Andrew dan guru lainnya pun tiba, mereka sama menanyakan perihal apa yang telah terjadi.
"Dia duluan menantang saya, bu."
Anak itu memberikan pembelaan dihadapan para guru dan pihak keamanan sekolah. Sebelum Darren dan teman-temannya sendiri angkat bicara.
"Kamu kenapa Darren?. Kenapa kamu menantang kakak kelas kamu?" tanya guru tersebut.
"Lah, harusnya ibu nanya?. Kenapa kakak kelas dateng ke kelas junior dan membuat keributan. Dimana-mana yang dateng lah yang salah, mana bawa tongkat baseball dan lain-lain lagi."
"Kalau kamu yang memulai duluan, bagaimana?. Mereka juga dateng ada alasan nya kan?. Nggak mungkin ada asap kalau nggak ada api."
"Dia melecehkan teman saya, bu. Teman dia juga ada, satu angkatan sama dia, gara-gara cinta nya di tolak. Saya tau ibu pro sama ketua yayasan, tapi nggak melindungi kejahatan juga."
"Apa buktinya?"
Suara guru tersebut seperti menantang, meminta Darren agar bisa membuktikan tuduhannya.
"Banyak saksi yang melihat kejadian itu dan banyak juga korban kekerasan dari anak ini, baik laki-laki maupun perempuan. Selama ini mereka tidak mau mengadu karena ibu selalu membela anak ini."
"Heh, hati-hati kamu ya kalau bicara?"
"Ibu yang hati-hati, kami bisa saja mengadu kepada orang tua kami dan orang tua kami bisa saja membawa kasus ini ke ranah hukum. Ibu udah siap untuk mempertanggung jawabkan semuanya?"
Wajah guru tersebut berubah pucat dan penuh ketakutan.
"Sudah-sudah, selesaikan diruang kepala sekolah."
Kali ini Andrew menengahi, mereka semua akhirnya disidang diruang kepala sekolah. Para korban baik yang baru maupun lama diminta memberikan keterangan. Para saksi pun akhirnya mau membuka mulut.
Setelah melalui persidangan panjang selama beberapa hari, akhirnya pihak sekolah memutuskan untuk mengeluarkan anak tersebut dari sekolah itu. Entah kemana akhirnya ia. Apakah pindah ke sekolah lain atau apa, tak ada juga yang ingin tau. Sedangkan guru yang selama ini membela dan menutupi kesalahannya diberikan sangsi. Dengan di mutasi ke sekolah lain yang masih dalam naungan yayasan yang sama.
Akhirnya para siswa yang pernah menjadi korban merasa lega dan bahagia. Walaupun wajah Darren dan teman-temannya penuh luka pukulan berupa memar dan biru lebam, namun apa yang mereka dapat sepadan.
"Makasih loh, Darr. Karena kamu keadilan bisa ditegakkan di sekolah kita."
Mikha berujar sambil mengompres memar di wajah Darren yang masih tersisa. Sudah beberapa hari berlalu sejak kejadian itu, namun memarnya masih ada.
"Kamu udah ngucapin itu berkali-kali kak, bahkan dari sejak kejadian hari pertama."
Mikha pun lalu tersenyum.
"Rasanya nggak cukup sekali untuk berterima kasih sama kamu."
"Tapi kan Darren nggak sendirian melakukan itu. Dibantu juga temen-temen Darren dan para saksi yang mau buka suara."
"Iya, tapi tetep provokatornya kan kamu."
Kali ini Darren tertawa.
"Enak aja, emang demo dan kerusuhan ada provokator." ujarnya kemudian.
"Ya, apalah arti sebuah istilah."
"Berarti dong, beda istilah beda makna."
"Iya pak guru." Kali ini Mikha meledek Darren, dan lagi-lagi mereka tertawa.
"Aw."
Tiba-tiba Darren mengeluh sakit pada bagian yang di kompres oleh Mikha.
"Ini masih sakit?” tanya Mikha penasaran.
"Masih tau."
"Duh, kasian kamu."
Mikha menyentuh bagian memar itu dengan tangannya yang lembut. Namun bukan pipi Darren yang tersentuh, melainkan hatinya. Sentuhan lembut itu sukses memberikan rasa hangat yang menjalar sampai ke hatinya.
"Perasaan apa ini?"
Darren pun tak mengerti.
Sejak saat itu entah kenapa, Darren seolah merasakan sentuhan tangan Mikha setiap hari. Tatapan mata indah perempuan itu selalu hadir dalam benaknya, baik siang maupun malam.
Seringkali ia terbangun ditengah malam dan teringat akan gadis itu. Ia pun tiba-tiba jadi lebih bersemangat untuk berangkat ke sekolah, karena ia akan bertemu Mikha.
Hal ini sempat ia utarakan pada teman-temannya ketika mereka tengah berkumpul dirumah Reno. Sesaat setelah mereka mengerjakan pekerjaan rumah.
"Jatuh cinta kali lo, Darr." ujar Yudha mengira-ngira.
"Apa gue bilang, udalah lo tembak aja dia. Jangan ngulur waktu, Darr. Ntar dia jadian sama orang loh." ujar Reno.
"Betul." Bimo membenarkan ucapan Reno.
"Jangan sampe lo menyesal dikemudian hari, bro." lanjut Bimo kemudian.
Darren sempat berfikir, agaknya ia sedikit ragu.
"Tapi lo pada yakin dia bakal terima gue, secara gue kan adik kelasnya dia. Sedangkan di angkatan dia, yang ganteng, pinter, populer banyak bray. Gimana kalau dia nggak suka sama gue, cuma menganggap gue sebatas temen dan adik kelas doang."
"Ya mana kita tau kalau nggak dicoba, kodarr."
Kali ini Reno mengeplak kepala Darren dengan buku.
"Lo coba aja dulu, siapa tau beruntung. Iya nggak, bro?" tanya Reno pada Yudha dan Bimo.
"Yoi, gue setuju sama Reno." ujar Yudha.
"Masa lo minder sama kakak kelas. Cemen lo, Darr."
Kali ini Bimo membuat Darren agak sedikit terbakar semangatnya.
"Tapi gimana caranya?. Kan lo pada tau kalau gue belum pernah pacaran."
"Yaelah, itu mah gampang. Lo tinggal ajak dia ketemuan, ngobrol di suatu tempat. Terus lo bilang deh maksud lo apa."
Darren terdiam dan berfikir, agaknya omongan Yudha barusan bisa ia pahami. Meskipun dihatinya masih ada sejumput ketakutan.
Cukup lama Darren berfikir dan memantapkan hatinya. Sampai sesuatu ketika, ia memberanikan diri untuk menahan Mikha sesaat setelah pulang sekolah. Agar gadis itu tak buru-buru pulang kerumah. Mikha yang heran dengan sikap Darren belakangan ini pun penasaran.
"Emangnya kenapa Darr?" tanya nya kemudian.
"Aku mau membicarakan sesuatu sama kakak."
"Soal apa?. Soal rumah lagi?. Mama sama papa kamu lagi?"
Darren menggeleng.
"Bukan kak, tapi ada hal lain."
"Soal olimpiade?"
"Bukan juga."
Mikha berfikir sejenak.
"Hm, kakak tau nih."
Kali ini Darren menatap ke arah Mikha. Ia ingin tau apa yang sesungguhnya telah diketahui gadis itu, mengenai perasaannya.
"Kamu lagi jatuh cinta kan sama cewek?. Terus kamu pengen minta pendapat kakak cara untuk mendekatinya kan?. Hayo, ngaku." ujar Mikha sambil tersenyum nakal.
"Bukan itu, kak."
"Udalah nggak usah ngeles, santai aja sama kakak mah."
"Bukan itu."
"Terus?"
"Iya aku jatuh cinta."
"Nah kan, bener kan. Kata kakak juga apa. Ciee, ciee, sama siapa?. Pasti orangnya cantik, kan?"
"Iya."
Kali ini Darren menatap Mikha lekat-lekat.
"Dia cantik, cantik banget."
Mikha makin kegirangan.
"Siapa Darr, orangnya. Penasaran aku."
"Dia ada disini."
"Ya iyalah, pasti juga anak sekolah ini kan?. Pertanyaannya, anaknya itu siapa?. Namanya siapa, kelas berapa?"
"Dia ada disini."
Darren berkata dengan nada tegas dan mimik yang serius, membuat Mikha tiba-tiba terdiam sekaligus tercengang. Apalagi tak lama kemudian, ia merasakan tangannya di sentuh oleh Darren dan digenggamnya dengan erat.
"Orang nya ada disini." Darren berujar dengan tatapan mata yang tak terlepas dari Mikha.
Suasana berubah hening, tubuh Mikhaela mulai dingin dan gemetaran.
"Kak, kakak mau nggak jadi pacar aku?" tanya nya penuh harap.
Sementara Mikha sudah berada dalam titik beku, ia tak bisa mengatakan apapun. Ia tak menyangka jika perempuan yang dimaksud oleh Darren itu adalah dirinya. Ia mengira Darren akan jatuh cinta pada teman-teman seangkatannya. Karena teman seangkatannya sendiri sudah banyak yang mengantri ingin menjadi pacar Darren.
"Kak?" Darren meminta kepastian.
"Tapi, Darr. Usia aku lebih tua dua tahunan loh dari kamu."
"Memangnya apa masalahnya dengan usia?. Kita nggak bisa meminta dilahirkan duluan atau belakangan, dan setahu aku cinta itu tidak perlu syarat apapun. Termasuk usia siapa yang seharusnya lebih tua."
"Ya tapi kan...."
"Aku bukan mau mendengar kata tapi, yang aku mau denger kamu mau apa nggak?"
Mikha melepaskan genggaman tangan Darren, lalu menatap pemuda itu dengan seksama.
"Kasih kakak waktu untuk berfikir."
Darren agak kecewa mendengar permintaan tersebut. Terlebih karena ia pun sudah mengumpulkan keberanian sekian hari hanya untuk melakukan hal ini. Ia berharap segera mendapatkan jawaban saat ini juga, namun agaknya ia harus lebih sabar.
"Berapa lama?"
"Kakak nggak tau ini akan berapa lama, yang jelas kakak harus berfikir. Meminta pendapat orang-orang terdekat kakak, teman-teman kakak."
"Kenapa nggak tanya sama hati kakak sendiri, nggak usah melibatkan orang lain?. Apa yang menurut hati kakak benar."
Mikha terdiam mendengar ucapan itu. Darren benar soal perasaan, kita tak perlu bertanya pada orang lain. Bertanya pada hati dan diri sendiri adalah hal yang paling benar.
"Iya, kakak minta waktu. Nanti pasti kakak jawab dan ini nggak akan lama."
"Oke, Darren tunggu."
Mikha pun lalu pulang ke rumahnya, begitu juga dengan Darren. Meski ia agak sedikit kecewa, namun Darren merasa lega karena telah berhasil mengalahkan ketakutannya. Ia sudah berani menyatakan perasannya secara gamblang tanpa takut akan hal apapun. Kini ia hanya harus bersabar menunggu hasilnya.
Beberapa hari pun berlalu, Darren tampak duduk sendirian di taman dekat gerbang sekolah sambil membaca buku. Tiba-tiba semua teman-temannya menghampiri.
"Woi, ngapain lo." tanya Reno seraya menepuk bahu Darren. Darren yang terkejut itu pun lalu menutup bukunya dan memperhatikan ketiga temannya itu.
"Nih, gue lagi baca buku ini." Darren menunjukkan buku pengembangan diri yang ia baca.
"Lo baru beli?" tanya Bimo kemudian.
"Yoi."
"Ntar gue pinjem dong."
"Ya udah, tapi jangan pindahin penanda kertas nya."
"Iya, Kodarr."
"Eh Darr, by the way mbak Mikha gimana?" tanya Reno kemudian. Mereka sangat penasaran dengan apa yang sudah terjadi diantara keduanya.
"Nggak tau, dia belum ngomong apa-apa ke gue. Mungkin masih mikir."
"Lama amat mikirnya." celetuk Yudha yang diikuti gelak tawa yang lainnya.
"Nggak tau, semedi dulu kali dia. Minta wangsit."
Darren memperpanjang candaan mereka, lalu mereka pun kembali tertawa. Hingga tanpa mereka sadari, tiba-tiba Mikha dan teman-temannya sudah ada disana.
Reno menepuk bahu Bimo dan Yudha, memberi mereka kode untuk segera menjauh. Mikha menoleh sebentar ke arah teman-temannya, dan teman-temannya memberi isyarat agar gadis itu mendekati Darren.
Mereka semua akhirnya pergi dan menyelinap dibalik tembok kelas dengan mata yang masih mengintip. Sementara kini Mikha mendekat ke arah Darren.
"Hai, Darr."
"Hai."
Keduanya tampak kikuk satu sama lain, Mikha lalu duduk di sisi Darren. Kemudian hening, suasana berumah menjadi kaku. Untuk beberapa saat keduanya membisu dan tak bicara sepatah kata pun.
"A, aku. Mau memberikan jawaban atas pertanyaan kamu tempo hari." ujar Mikha terbata-bata.
"Aku mau terima kamu."
Kali ini Darren tersentak dan ia pun sontak menatap gadis itu. Wajahnya yang tadinya lesu langsung sumringah, seperti mendapatkan sebuah hadiah spesial.
Teman-teman mereka yang mengintip pun tak kalah senangnya. Bahkan secara tidak sadar, Reno dan Diana teman Mikha sampai saling berpegangan tangan. Meskipun akhirnya mereka sama-sama melepaskan genggaman tersebut, lalu merasa malu dan juga kaku.
"Serius kamu mau jadi pacar aku?" tanya Darren masih tak percaya, Mikha mengangguk lalu tersenyum.
"Iya, aku serius koq."
Darren menarik nafas lega sambil tak henti-hentinya tersenyum.
"Aku seneng banget mendengar semua ini, aku pikir kamu akan menolak."
"Tadinya sih begitu."
Darren agak terkejut mendengar kata tersebut.
"Oh, ya?. Kenapa sekarang berubah pikiran?" tanya Darren kemudian.
"Aku mau menolak, karena aku pikir apa kata orang nanti. Kalau aku pacaran sama adik kelas. Apa kata teman-teman aku dan juga apa omongan seisi sekolah, apalagi kamu kan banyak yang suka. Tapi setelah aku pikir lagi, omongan kamu ada benarnya. Lebih baik aku bertanya pada hati aku sendiri, aku maunya bagaimana?. Dan hati aku menjawab, aku juga suka sama kamu. Aku nggak bisa membayangkan seandainya kamu nggak jatuh cinta sama aku. Misalkan kamu sama orang lain, aku juga belum tentu bisa rela."
Darren menarik nafas lalu menggenggam tangan Mikha dengan erat. Ia meletakkan tangan gadis itu di dadanya."
"Aku cuma suka sama kamu koq, tenang aja. Aku nggak kan sama orang lain."
"Janji."
"Iya, tapi kamu juga janji. Jangan sama orang lain."
Mikha tersenyum, gadis itu tersipu dan menunduk dalam.
"Kamu kenapa sih, bisa suka sama aku." tanya Mikha penasaran.
"Kan yang lain banyak yang suka sama kamu, cantik-cantik lagi."
"Kalau ditanya soal itu, aku juga nggak tau mesti jawab apa. Saat ini yang aku tau, aku punya perasaan sayang dan suka sama kamu. Nggak peduli siapapun yang ada di sekitar aku, siapapun yang menyukai aku. Yang aku tau, aku cuma suka sama kamu."
Mikha kembali tersipu dan tersenyum, tanpa segan ia pun lalu menyandarkan kepalanya di bahu Darren. Darren sendiri agak terkejut melihat sikap perempuan itu, namun ia membiarkannya saja.
"Aku senang, Darr. Aku senang karena kamu orangnya. Kamu adalah satu-satunya orang yang paling dekat dengan aku dan paling tau apa yang terjadi dalam hidup aku."
"Aku juga senang koq, karena orang yang aku cintai itu ternyata kamu. Orang yang nggak perlu aku ceritakan lagi bagaimana kondisi kehidupan aku, bagaimana aku menjalani hari-hari aku."
"Mulai hari ini, kita akan menciptakan kebahagiaan kita sendiri. Kita nggak perlu takut dan sedih lagi soal keadaan rumah kita. Karena kita bisa membuat bahagia ditempat lain."
"Ya, aku harap juga begitu. Yang jelas hari ini aku bahagia."
"Aku juga."
Sejak saat itu keduanya resmi berpacaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
pipi gemoy
mantap 1 bab isinya panjang banget 🌹
2023-05-29
0
Zamie Assyakur
gpp beda 2 tahun ge... amanda aj sm arka beda 10 tahun 🤣🤣🤣maaf ya mom aq lom bisa move on dr hoaayaa 🙏🙏🙏
2021-10-08
0
Enyda Fitri
ketunggu om Dan disini 😙
2021-09-17
0