"Nggak bisa bu, kami nggak akan terima dengan keputusan ini."
"Bener, ini sekolah apa Afgan?. Koq sadis?"
"Jangan memperkosa hak-hak kami pak, bu."
Beberapa orang siswa berteriak menyuarakan aspirasinya ditengah lapangan sekolah. Mereka tak terima pada peraturan baru yang diumumkan pagi ini.
"Ada apaan sih?"
Mario, Brian, dan Cavin yang baru datang, langsung masuk ke tengah kerumunan dan bertanya pada teman-teman mereka yang ada disitu.
"Pihak sekolah mau meniadakan Handphone di sekolah kita." celetuk salah seorang dari mereka.
"Lah, kenapa emangnya?" tanya Mario sewot.
"Katanya sih gara-gara handphone, kita semua jadi culas. Sering manfaatin Google kalau kepepet, handphone dianggap mengganggu pelajaran. Banyak yang sekolah cuma update insta story tapi kagak belajar."
"Lah, dari mana mereka menyimpulkan hal kayak gitu?" tanya Mario lagi.
"Mana gue tau, mereka itu kan otoriter. Suka bikin keputusan seenaknya sendiri." celetuk siswa yang lain lagi.
"Waduh, ambyar ini mah." ujar Brian menepuk dahi.
"Kita nggak bisa diem aja, bray." Kali ini Cavin angkat suara.
"Kita nggak bisa terima hal ini." teriak Mario.
"Betuuul." Semua siswa sepakat mendukung.
"Gimana kalau siswanya nyambi jualan online, buat membantu biaya sekolah." teriak Cavin lantang. Padahal semua tau jika isi sekolah itu adalah anak yang berasal dari keluarga mampu.
"Betuuul." Siswa yang lain ikutan berteriak.
"Gimana konten kreator yang mesti bikin video tiktok?" Para siswi gantian berteriak.
"Jangan seenaknya aja, kita semua bayar di sekolah ini. Mahal lagi." timpal Brian.
"Kalau kita nggak boleh bawa handphone, terus kalau gabut kita mau pada ngapain?. Hah?. Main congklak?"
Mario berhasil membuat semua siswa-siswi tertawa.
"Berpuisi kayak Dahlan 1990." celetuk Cavin.
"Eaaaaa." Para siswa dan siswi menanggapi.
"Baper dong nanti." tukas Mario.
"Eaaaaa."
"Emangnya jaman dulu."
"Jegeeer."
Tiba-tiba petir yang sama seperti kemarin, kembali terdengar. Padahal cuaca nyaris sama seperti kemarin juga, tidak ada tanda-tanda akan turun hujan.
Kali ini Mario merasa sedikit pusing, begitupun dengan Brian dan juga Cavin. Seolah ada energi besar yang sedang menarik mereka ke suatu tempat. Namun Mario buru-buru menguasai perasaannya, karena saat ini ia sedang dalam peristiwa yang penting. Kebebasan sebagai individu yang memiliki hak, akan ditentukan dari hasil demo hari ini.
"Pokoknya kita semua tidak setuju." Lagi-lagi Mario berteriak.
"Kami tidak setujuuu." teriak siswa yang lain.
"Sudah tenang dulu!" perintah salah seorang dewan guru.
"Tenang apaan?. Kalian yang bikin gaduh kita semua." teriak Brian.
"Betul itu, coba kalau kalian nggak ngaco tiba-tiba. Pasti kita semua udah dikelas." teriak siswa yang lainnya.
"Iya tenang dulu, usulan ini kan masih harus di evaluasi terlebih dahulu." guru itu kembali bersuara.
"Evaluasi apaan?. Jawabannya sudah jelas, kita semua tidak setuju." teriak Mario.
"Betuuul."
"Betuuul."
"Betuuul."
"Dikira kita semua nggak bisa cari sekolah baru apa?" lanjutnya kemudian.
"Sudah-sudah, kalian semua diam. Kembali ke kelas!" Guru yang lain nyeletuk.
"Idih, ngapain banget. Udah bikin kekacauan malah nyuruh balik ke kelas." gerutu Mario tak terima.
"Tau tuh, udah yuk cabut!" ajak Brian kemudian.
Mereka dan semua siswa pun bergerak menuju pintu gerbang sekolah.
"Heh, Heh. Mau pada kemana kalian?"
Teriak guru yang masih berdiri di podium. Sementara guru lain mulai panik dan berusaha menghentikan siswa sebisanya.
"Mau cabut lah, ngapain sekolah?" ujar Cavin sengit.
"Kalian masih harus belajar."
"Udah nggak mood." jawab semua siswa secara serentak.
Mereka pun membuka pintu gerbang, lalu berhamburan keluar sekolah. Ada yang sempat jajan dulu sebelum akhirnya pergi entah kemana. Ada pula yang sibuk berselfie, membuat video tiktok, live facebook, dan insta story di instagram.
Mario dan kedua temannya memilih untuk jalan-jalan ke Mall, kebetulan mereka selalu membawa baju gantian di dalam tas. Sehingga mereka bisa leluasa kemana saja, tanpa menggunakan atribut sekolah.
Mereka makan bersama di sebuah restoran cepat saji, sampai akhirnya Cavin memiliki ide untuk menonton. Jadilah mereka membeli tiket untuk film yang sedang tayang hari itu.
Mereka tampak menunggu di dalam bioskop. Sembari membuat insta story, dengan memfoto tiket serta makanan yang mereka beli.
Beberapa saat kemudian pintu teater pun terbuka, mereka bertiga sama-sama mengantri untuk masuk. Mereka lalu duduk pada bangku masing-masing.
Mario dan Brian tampak tenang sambil menikmati popcorn, namun tidak dengan Cavin. Pemuda itu malah terlihat sangat sibuk dengan handphonenya. Entah ia sedang berbalas pesan dengan siapa, wajahnya sangat serius dan keliatan tegang.
Mario dan Brian cuek saja melihat tingkah sahabat mereka itu, namun Cavin masih lanjut bahkan ketika film sudah dimulai.
"Mas, handphonenya dong tolong."
Tiba-tiba seseorang nyeletuk dari belakang dan mengarah pada Cavin. Mario dan Brian yang merasa tak enak hati itu pun, langsung menegur sahabat mereka itu.
"Cav, handphone lo. Chat sama siapa sih?. Tuh film udah di mulai." Mario mengingatkan.
"Jessyln cewek gue, dia nggak percaya kita di bioskop. Dia minta kita selfie segala.”
"Heh, cewek lo rese anying. Kesel gue." gerutu Brian.
"Ehem."
Tiba-tiba terdengar kode lagi dari arah belakang. Cavin pun akhirnya menarik paksa kedua temannya, untuk ikut keluar dari dalam teater. Mau tidak mau Mario dan Brian mengikuti Cavin.
"Mau kemana sih, Cav?. Rese deh lo, baru juga mau nonton." gerutu Brian.
Sementara Mario terus memperhatikan Cavin sambil menunggu jawaban.
"Ini Jessyln minta kita foto."
"Hah foto?"
Mario dan Brian tercengang dan sama sama mengehentikan langkah. Mereka berucap di waktu yang nyaris bersamaan.
"Perkara foto doang, lo sampe bikin kita kelewatan film tadi?" ujar Mario tak percaya.
"Bantuin gue sih, daripada dia marah terus." ujar Cavin setengah memohon.
"Wah parah lo, bucin akut tau nggak." ujar Brian tak habis pikir.
"Tau, gue kalau jadi lo mah. Cewek kayak gitu doang, udah gue tinggalin dari kapan tau." timpal Mario.
"Udah jangan pada berisik, tolongin gua napa?. Lagian kalau nggak ada dia, mana bisa gue hidup di Jakarta. Duit dari nyokap gue pas-pasan. Belum makan, bayar sekolah, beli kuota."
"Makanya lo cari kerja sampingan, Cav. Jaga warnet kek, ngevlog kek, jangan mau nyantai doang. Biar lo punya harga diri." ujar Mario berapi-api.
"Kan lo berdua tau, gue udah nyoba buat cari kerja, nggak boleh sama dia."
"Aduh, au ah pusing gue sama lo. Bucin expert, tau nggak." Mario kembali berujar.
"Udah sih, tolongin gue kali ini aja."
Cavin pun masuk ke dalam toilet diikuti Mario dan Brian. Ia lalu masuk ke menu kamera dan siap berpose bersama kedua sahabatnya itu."
"Jepret."
Sebuah foto berhasil diambil, namun...
"Yah blur lagi fotonya, ulang-ulang."
Kali ini Cavin menggunakan kamera belakang.
"Satu, dua, tiga."
"Jepret."
"Awww."
Tiba-tiba saja keluar cahaya yang begitu menyilaukan dari flash kamera belakang. Mario dan kedua temannya refleks menutup mata saking silaunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Tia Bach
inget dulu waktu masih SD, nungguin filmnya meteor garden ditv hahaha...
2021-09-28
0
Faridatur
oh ini Deddy yg jadi bapaknya Mario grgr dulu Mario dituntut juara sama Mike, sdgkn Mario gamau. jadilah ada si Deddy yg emang aslinya ga memaksa anak nya buat pinter di sekolah itu kan Thor? wkwk sorry nih sok tau
2021-09-24
0
v&v
aku tahun 2001 masih dimedan,,baru tamat sd
2021-07-10
3