Begitu sampai di kantor polisi, Marcell dan Michael pun langsung bergegas masuk. Lalu mencari-cari dimana letak ruang pemeriksaan.
"Pak, tersangka pemukulan guru barusan dimana ya pak?" tanya Michael kepada salah seorang anggota polisi, yang sedang lewat di depannya.
"Itu mereka." jawab anggota polisi itu, seraya menunjuk ke arah salah satu ruang pemeriksaan.
Kebetulan ruang itu hanya di sekat oleh sebuah kaca besar, Michael pun bisa melihat ke arah dalam dan memperhatikan mereka satu persatu. Ia dan Marcell tercengang. Masalahnya tidak ada Mario, Brian, maupun Cavin disana.
"Maaf pak, kalau boleh tau tersangkanya ada berapa ya?" tanya Michael lagi.
"Cuma tiga orang itu." jawab sang polisi.
"Loh?. Tadi saya dengar dari anak sekolah itu, katanya bapak juga bawa tiga anak lain. Salah satunya itu adik saya pak."
"Oh, yang tiga orang lainnya lagi itu saksi pak. Itu mereka."
Sang polisi menunjuk ke suatu arah. Tempat dimana Mario dan kedua temannya tampak sedang meminum minuman kaleng, sambil berjalan ke arah dalam. Michael dan Marcell pun bernafas lega, karena anak itu tidak menjadi tersangka.
"Mario."
Marcell memanggil adik ketiganya tersebut. Mario dan kedua temannya pun tersentak, terlebih mereka melihat adanya Michael disana. Mereka bertiga sangat takut pada Michael yang terkenal sangat galak. Sebab Michael tak segan memarahi Mario ataupun temannya, jika mereka dianggap telah melakukan kesalahan.
"Cell."
Mario hanya menyebut nama Marcell, lalu mendekat dan lebih banyak tertunduk.
"Lo nggak apa-apa kan?" tanya Marcell kemudian. Sementara Michael menatap dalam ke arah Mario.
"Nggak apa-apa koq." jawab remaja itu.
"Lo pada bisa jadi saksi itu kenapa?"
Kali ini Michael bersuara. Dan seperti biasa, nadanya selalu sedikit lebih barbar dari Marcell yang halus dan kebapakan.
"Tadi itu, kita lagi main PUBG kak." Brian memberikan jawaban.
"Terus karena nggak ada sinyal, kita semua mainlah di belakang kelas 3 IPA B. Nah pas kita lagi maen, tiba-tiba ada kericuhan tuh. Nggak taunya bu Dina lagi dipukulin sama mereka." lanjutnya lagi.
"Jadi kalian nggak ikutan sama sekali?" Michael masih menaruh curiga pada ketiganya.
"Nggak kak, malah tadi Mario langsung masuk dan berantem sama anak-anak itu. Terus Brian juga bantuin dan gue bawa bu Dina ke ruang guru buat dapat pertolongan."
Cavin menjelaskan kronologinya panjang lebar, apa yang ia bicarakan mungkin saja benar. Karena kini Marcell memperhatikan tangan adik bungsunya yang memar, serta pinggiran bibirnya yang biru lebam. Seperti habis kena pukulan.
Ia bangga dan menahan senyumnya, tetapi ia tidak ingin reaksinya diketahui oleh Mario. Sementara Michael bersikap biasa saja, pemuda itu tidak bertanya lagi ataupun memuji Mario.
"Ya udah, masih berapa lama disini?" tanya Marcell kemudian.
"Ini juga udah mau pulang." jawab Mario.
"Ya udah sama Mike sana."
"Eh enak aja. Nggak, nggak, nggak." Michael menolak di tebengi oleh adiknya tersebut.
"Kan lo searah kantornya sama rumah, Mike. Bisalah anterin mereka pulang dulu."
"Kagak, gue sibuk."
"Ye siapa juga yang mau ikut sama lo, ge-er. Gue sama temen gue bisa naik taxi online kali." ujar Mario sengit.
"Ya udah sana!"
"Mike."
Marcell mencoba meredam keegoisan Michael, namun Mario keburu nyelonong keluar dari dalam kantor polisi. Tak lama kemudian Brian dan Cavin pun mengikutinya.
"Lo kenapa sih, selalu gitu sama adek lo sendiri. Nggak bisa apa akur dikit?"
"Bodo ah, gue mau balik ke kantor." ujar Michael, Marcell pun tak bisa mendebat apa-apa lagi.
"Ya udah ati-ati." ujarnya kemudian.
"Iya, lo juga." jawab Michael.
Michael dan Marcell pun kembali ke kantor masing-masing. Sementara kini Mario dan kedua temannya naik taxi online.
***
"Kalian koq sudah pulang jam segini, dek?" Supir taxi online yang mereka tumpangi membuka percakapan, setelah beberapa saat mereka berjalan.
"Kita dari kantor polisi, pak." jawab Mario, sambil terus memperhatikan game mobile legends di handphonenya.
"Kalian PKL atau apa?"
"Tadi tuh guru dipukulin." lanjut Mario.
"Astagaaa."
Supir taxi online tersebut ngerem mendadak, hingga membuat kepala mereka bertiga membentur kursi depan.
"'Masih pelajar aja sudah berani mukulin guru. Emang dipikir kalau nggak ada guru, mau belajar sama siapa?" Suara si supir terdengar meninggi.
"Sama Google, pak." celetuk Cavin dengan wajah dan suara tanpa dosa.
Kali ini supir tersebut menginjak pedal gas dalam-dalam, mobil pun melaju dengan kecepatan tinggi. Membuat Mario dan kedua temannya terombang-ambing.
"Google, Google. Emang sih Google bisa memberikan semua informasi yang di butuhkan, tapi kan banyak website yang menyajikan berita hoax. Lagipula Google tidak bisa menjelaskan secara detail selayaknya dijelaskan oleh guru. Kalian ini masih kecil saja sudah berani berbuat kejahatan. Gimana kalau besar nanti, mau jadi apa kalian?"
"Pak, pak, pak. Bukan kita pelakunya pak."
Brian membuat supir tersebut kembali ngerem mendadak, kali ini kepala mereka berbenturan satu sama lain.
"Awwww." Ketiganya meringis kesakitan.
"Jadi bukan kalian pelakunya?" tanya si supir sambil cengengesan.
"Bukan pak." jawab Mario sambil menepuk dahi.
"Kalau kita pelakunya mah, pasti udah ditahan dari tadi." lanjutnya kemudian.
"Lah terus, ngapain kalian tadi ke kantor polisi?"
"Kita saksi, pak." jawab Cavin sambil menghela nafas. Ia sudah gondok setengah mati terhadap tingkah laku supir itu.
"Oh saksi. Tak kirain kalian pelakunya."
Supir tersebut kembali cengengesan dan melanjutkan perjalanan. Sementara Mario, Brian, dan Cavin kini melebarkan bibir sampai kuping.
"Kalau boleh tau, masalahnya apa sih?. Koq sampai segitunya mukulin guru?"
Si supir kembali bertanya, Mario dan kedua temannya saling bersitatap. Mereka takut salah bicara lagi dan membuat si supir tersebut kembali salah persepsi. Mereka tidak mau keselamatan jiwa mereka menjadi kian terancam.
"Itu pak, masalahnya itu guru emang suka rese sama siswa. Dia suka kasih pertanyaan menjebak. Supaya kalo ada siswa yang nggak bisa menjawab, siswa tersebut kemudian di hukum sama dia." ujar Mario menjelaskan.
"Ah masa sih gurunya begitu?. Mungkin siswa nya aja kali yang nggak belajar, makanya merasa di jebak. Lagian guru itu biasanya memberikan pertanyaan, supaya kalian ingat sama pelajaran yang sudah lewat."
"Hmm, iya sih pak. Hehehe."
Mario kembali saling tatap dengan kedua temannya. Mata mereka saling memberi kode, untuk tidak menanggapi pertanyaan si supir lebih lanjut.
"Kalian ini SMA mana?"
Lagi-lagi di supir kembali bertanya, dan lagi-lagi Mario beserta kedua temannya menarik nafas panjang. Ingin rasanya mereka melakban mulut supir itu supaya diam dan tak bertanya lagi.
"Bhakti Negri 225 pak." Mario terpaksa menjawab.
"Hah, serius?. Terus guru yang dipukuli itu siapa?" Suara si supir mulai panik.
"Guru kimia pak, namanya Bu Dina. Dina Marcellia."
"Hah, serius?”
"Gubraaak."
Si supir kembali ngerem mendadak dan kali ini lebih keras. Sehingga menyebabkan Mario dan kedua temannya saling berbenturan satu sama lain.
"Itu calon gebetan saya."
"Hah?"
Mario, Brian, dan Cavin tercengang di sela-sela menahan sakit.
"Maksud bapak?" tanya mereka diwaktu yang nyaris bersamaan.
"Itu my darling Dina, calon gebetan saya. Saya udah ngincer dia dari jaman masih SMA. Sampai dia menikah dan sekarang jadi janda, saya tetap setia loh."
Mario, Brian dan Cavin makin tercengang.
"Memangnya dia dirumah sakit mana sekarang?" tanya supir itu lagi.
"Ya mana kami tau pak." jawab Brian.
"Orang kita dari kejadian tadi langsung di bawa ke kantor polisi." timpal Mario.
"Oh, nggak guna kalian ini. Udah-udah, turun...!" perintahnya kemudian.
"Lah, koq turun sih?" tanya Mario heran.
"Turun, saya mau ke sekolah kalian buat menanyakan dimana my honey darling di rawat. Sekalian mau kembali ke kantor polisi tadi, mau saya hajar itu anak yang menyebabkan my darling celaka."
"Ya tapi kan, kita pesan sampe komplek permata biru, perumahan kita. Nggak bisa gitu dong pak."
Kali ini Mario nyolot, dia sudah tidak tahan lagi dengan sikap si driver taxi yang seenaknya tersebut.
"Udah kalian nggak usah bayar, turun aja disini."
"Nggak bisa gitu dong pak." ujar Cavin ngegas.
"Iya gimana sih?" tambah Brian tak kalah emosi.
"Turun!"
Si supir akhirnya keluar dari dalam mobil, lalu menurunkan paksa Mario dan kedua temannya. Ia kemudian kembali ke dalam mobil dan meninggalkan tempat itu, tanpa rasa bersalah sedikitpun. Tinggallah kini Mario dan kedua temannya yang tergolong bengong, persis sapi ompong.
"Sakit jiwa tuh orang." gerutu Mario seraya menatap mobilnya yang sudah melaju.
Mereka bertiga kemudian saling tatap, lalu mencoba tertawa satu sama lain.
"Kacau tuh supir." ujar Brian sambil menggelengkan kepalanya.
"Bucin expert." tambah Cavin.
"Kita naik apa nih?" tanya Brian kemudian.
"Jalan aja sih, udah deket tau." Mario memberi saran.
"Ayolah!"
Cavin berjalan terlebih dahulu. Diikuti Mario dan juga Brian kemudian.
"Eh by the way, tuh supir setia juga ya nungguin bu Dina. Dari jaman SMA loh." ujar Cavin membuka pembicaraan.
Mereka sudah berjalan menuju ke komplek perumahan, tempat dimana mereka tinggal.
"Bukan setia, tapi kagak laku. Liat aja kelakuannya tadi begitu, gue yakin bu Dina juga jijay kali liat dia."
Mario membuat kedua orang temannya tertawa. Statementnya tentang laki-laki itu tadi agaknya disetujui oleh kedua orang temannya itu.
"Yakin nggak lo, pasti tuh orang dulunya ngerayu bu Dina pake puisi-puisi. Ala-ala Dahlan 1990 gitu." ujar Brian kemudian.
Mereka bertiga pun lalu membayangkan sambil tertawa.
"Koq gue jijik ya?" tanya Mario.
"Sama gue juga." timpal Cavin yang diikuti tawa Brian.
"Namanya juga jadul, bray. Apalagi yang bisa diperbuat kecuali berpuisi basi." tukas Brian.
"Kasian ya orang jaman dulu."
"Jegeeeeer."
Tiba-tiba sebuah petir besar menggelegar, usai Mario menyatakan hal tersebut. Ketiganya saling bersitatap, karena cuaca sangat cerah dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan turun hujan.
"Siapa tuh yang mainin petir?" tanya Cavin heran.
"Thor." jawab Mario ngawur.
"Gundala, bego." tukas Brian sambil melihat ke arah langit.
"Dewa petir." ujar Cavin kemudian. Ketiganya pun lalu tertawa dan melanjutkan perjalanan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Hanny Saswyanta
Benaran nih bagus ceritanya
2022-02-22
1
kutubuku
supir nya koplak 🤣🤣
2022-02-05
1
Ayuk Vila Desi
ngakak
2022-01-16
0