Tentangku & Hatiku

Tentangku & Hatiku

Prolog.

Oktober, 2013.

Aku akan menceritakan tentang masa laluku di mana aku pernah menikah dengan seorang pria asal Malaysia. Tapi sebelum itu aku ingin memperkenalkan diri.

Namaku He Karin yang waktu itu masih berusia 17 tahun. Di mana di waktu umurku masih terbilang sangat muda harus merantau ke negeri Jiran, karena masalah ekonomi.

Aku yang dulunya terbilang memiliki sifat dingin, hanya memakai isyarat mengangguk-anggukkan kepala saja pada orang lain, yang mengakibatkan banyak tetangga yang tidak menyukaiku. Lain halnya jika bersama dengan keluarga.

Di dalam anggota keluarga ku terdiri dari 6 orang yang memiliki perbedaan sifat yakni bapak, ketiga kakak, aku dan keponakan.

...

Bapakku bernama H. Hasyim Subli. Dia adalah orang Dayak asal Sampit, Kalimantan Tengah. Ia merupakan seorang bapak yang tegas dan juga penyayang terhadap anak-anaknya.

...

Saudara pertamaku bernama H. Wenah Kalawa. Dia adalah wanita yang cantik, tegas dan ketat dalam hal ibadah.

...

Saudara keduaku bernama H. Kamila Lamiang. Dia adalah wanita yang cantik, penyayang, dan penurut. Dia akan melakukan apa saja yang menurutnya baik.

...

Saudara ketigaku bernama H. Danum Purok. Dia adalah laki-laki yang pendiam, cuek, penyayang dan tidak banyak tingkah. Ia hanya akan berbaur dengan orang yang menurutnya nyaman. menyayangi keluarganya termasuk adiknya.

...

Dan terakhir aku yang memiliki sifat pendiam dan baik. Aku sendiri hanya akan menampilkan sifat banyak omong pada orang yang menurutku bisa di percaya.

...****...

Drttt ... drttt ... drttt ...

Ponselku berbunyi di samping kasur, aku yang sedang tidur siang itu pun segera meraih ponsel tersebut. "Halo ...."

"Dek ... kamu ada di mana?"

"Kamar, kenapa mbak ...?" jawab dengan mata masih tertutup.

"Besok jam 7 pagi kamu harus bersiap-siap!" ucapnya di seberang sana.

Aku yang masih tidak mengerti hanya terus bertanya. "Jam 7 pagi ...? Memangnya aku harus kemana?"

"Besok akan ada tekong (tekong merupakan orang yang mengurus pemberangkatan keluar negeri) kesana, untuk menjemputmu karena mbak ingin kau berangkat ke Malaysia," terangnya.

Aku yang mendengar itu langsung membuka mata lebar-lebar, tidak percaya pada apa yang di katakan oleh saudaraku. "Hah?! Kenapa tiba-tiba Mbak?"

"Sudah! Kamu jangan banyak tanya, cepat! Kau beres-beres pakaianmu yang akan kamu pakai di perjalanan nanti. Ingat!! Jangan terlalu banyak membawa pakaian! Di sini mbak sudah mempersiapkan segala keperluanmu," ucapnya panjang lebar.

Tut ... tut ... Sambungan telepon pun terputus.

"Haaaah ... apa apaan itu? kenapa tiba-tiba sekali," gerutuku. Aku pun bangkit dari tempat tidur dan bergegas menuju ke arah di mana biasanya bapakku duduk.

"Pak ...?" panggil ku saat menemukan bapak di teras rumah.

"Ada apa?" sahutnya.

"Barusan mbak menelfon, dia bilang aku harus mengurus paspor keberangkatanku besok," ucapku.

Bapak hanya mengangguk kecil lalu berkata. "Pergilah ... selagi itu bisa membuatmu tidak kesusahan di sini."

"Bapak bicara apa sih pak? Aku tidak kesusahan! Kan aku kerja pak," balasku dengan wajah sedikit kesal. Aku tau meskipun waktu itu aku bekerja di warung nasi goreng temanku. Aku belum bisa memenuhi kebutuhan keluarga.

Aku pun hanya mengangguk kecil karena aku tau aku hanya menjadi beban keluarga kala itu. Aku berdiri dan pergi meninggalkan bapak yang mungkin telah menatap kepergian ku.

Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore di mana aku harus bekerja. Aku hanya membutuhkan waktu 3 menit untuk sampai ke tempat kerja. Karena tempat kerjaku hanya berada di sebelah barat rumah.

"Hmm ... tumben awal rin? Biasanya kau selalu datang telat," ucap Erma anak dari sang pemilik warung.

"Iya, hanya ingin datang tepat waktu saja," balasku seraya tersenyum dan memulai dengan pekerjaan ku.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam di mana warung sudah tutup. Aku yang sudah selesai beberes langsung menuju ke arah bibi Rus (pemilik toko) untuk mengambil gaji karena aku memang di gaji harian.

"Karin ini gaji mu nak," ucap bibi Rus sembari menyodorkan uang sebesar dua puluh ribu.

"Makasih bi ...," ucapku.

"Iya sama-sama."

"Bibi ...?" panggilku lagi.

"Iya, ada apa nak?"

"Bi ... aku hanya ingin bilang bahwa hari ini aku mau berhenti."

Bibi Rus yang sedang menghitung hasil jualannya langsung menghentikannya sejenak, lalu mendongakkan kepalanya. "Loh kenapa nak? Gajimu tidak cukup ya? Bibi tambahkan lagi jika kamu mau."

Aku pun menggeleng. "Tidak bibi ... gaji yang bibi berikan sudah cukup."

"Lalu kenapa kau ingin berhenti?" bibi Rus memegang tangan ku seraya menggenggamnya.

"Mbak ku menyuruhku untuk menyusulnya bibi."

Bibi Rus pun melepaskan tangannya sambil mengangguk. "Ah, ternyata begitu. Yasudah kalau begitu bibi doakan semoga berjalan dengan lancar ya nak," ucapnya lalu merogoh kantong plastik yang terdapat uang dari hasil jualannya, ia mengeluarkan uang seratus ribu dan langsung memberikannya kepada ku, " Ambil ini ...! Gunakan uang ini waktu kamu ingin makan di saat mengurus pasport mu," sambungnya lagi.

"Tap-tapi bi ini."

"Sudah kau ambil saja! Anggap saja ini hadiah dari bibi untukmu."

Aku pun akhirnya mengambil uang dari pemberian bibi Rus dan mengucapkan terima kasih lalu pamit untuk pulang.

"Aku pulang ... Pak? Aku pulang," sahutku saat sampai di rumah tapi tidak ada sahutan terdengar dari bapak. Aku masuk ke dalam rumah dan ternyata bapakku tengah terlelap di sofa depan tv. Aku menghampirinya dan membenarkan selimut yang terjatuh ke lantai.

Di rumah hanya ada kami bertiga karena mbak Wenah dan Bang Danum berada di Malaysia sedangkan mbak Kamila ikut suaminya ke Sampang kota.

Aku pun menuju kamar dan langsung membersihkan diri lalu segera beranjak untuk tidur.

...****...

Keesokan harinya aku sudah bersiap-siap dan menunggu kedatangan orang yang aku menjemputku mengurus persiapan keberangkatan. Tepat jam 8 orang yang di tunggu akhirnya datang dan tanpa menuju lama kami pun berangkat ke Surabaya.

Di perjalanan ... Aku bisa merasa bahwa orang di samping yang menjemput ku tengah memerhatikan ku. Aku yang risih akan hal itu pun menoleh "Anda sedang melihat apa?"

Yang terciduk pun hanya tersenyum. "Tidak aku hanya heran saja, apa benar kau ingin bekerja?"

"Iya."

"Kau masih terlalu muda untuk merantau ke negeri orang."

"Tidak masalah selagi itu bisa di buat makan," ucapku yang sudah menatap pemandangan luar dari arah kaca mobil.

Tidak ada pembicaraan lagi yang keluar dari mulut orang itu. Aku pun dengan terus memandangi pemandangan luar tanpa berniat mengalihkannya ke arah lain.

Beberapa jam kemudian ...

Kami pun telah sampai dan segera mengambil tiket antrian. Di sana aku tidak sendiri karena ada dua orang yang juga melakukan pengurusan dokumen.

Terpopuler

Comments

Ival Vander

Ival Vander

bagus

2021-04-20

0

Whidie Arista 🦋

Whidie Arista 🦋

Aduh ko ada bau2 air mata yaw🥺

2021-04-19

1

⁹⁹𝒮COKLAT🍫

⁹⁹𝒮COKLAT🍫

kak watt😭

2021-04-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!