Setelah seharian mengurus berbagai surat-surat yang harus dilakukan, akhirnya selesai juga. Aku pun langsung mencari makanan karena merasa perutku begitu sangat lapar sebelum diantar pulang oleh seorang yang tadi menjemputku.
Selesai makan aku pun menuju mobil. Di dalam mobil masih tetap sama yaitu tetap berdua dengan orang itu, karena dua orang yang juga mengurus dokumen tadi telah ikut orang yang menjemputnya.
Mobil pun melaju meninggalkan area cop jari tersebut (Aku lupa nama gedungnya apa, maafkan daku).
Aku melirik ke arah pemuda yang menjadi tekong ku itu. Dia begitu sangat muda, tadi awalnya aku mengira dia hanyalah anak tekong yang sengaja menjemput ku. Tapi ternyata aku salah. Ia justru tekong yang mengurus keberangkatanku.
"Kenapa di pandangi terus bak ...? Ganteng ya?"
Ucapan itu sukses membuatku berpaling karena terciduk meliriknya, sungguh aku malu sekali waktu itu. Bukan karena aku tertarik padanya tapi melainkan karena aku hanya penasaran saja, karena dia begitu sangat muda tapi sudah hebat dalam hal ini. Mungkin bisa di pastikan pemuda di samping ku ini berusia dua puluh dua tahun.
Aku kembali memfokuskan perhatian ku pada luar jendela. Ini baru kali pertama ku memasuki area kota Surabaya, ternyata pemandangan kota dengan desa sangatlah berbeda jauh. maklum aku anak desa.
...****...
Tepat jam tujuh malam akhirnya aku sampai di rumah, tekong tadi mengantarkan ku hanya di depan jalan raya saja, karena rumah ku dengan jalan raya berjarak lima puluh meter. Jadi tekong itu tidak bisa mengantarkan ku langsung sampai depan rumah.
Saat aku ingin keluar tekong tadi menahan tanganku, aku membalikkan badan dan menatapnya dengan tatapan tanya. Pemuda di samping ku hanya tersenyum lalu berkata. "Nanti saat paspor mu telah jadi aku akan menelfon, untuk memberitahu kapan keberangkatanmu."
Aku yang mendengar hanya menganggukkan kepala. lalu keluar dengan menarik tanganku yang masih di genggam oleh pemuda itu. tanpa berniat mengucapkan terima kasih ataupun selamat malam kepadanya, sungguh aku dulu seperti anak tidak tau sopan santun.
"Pak, aku pulang ...," ucapku saat sudah di depan rumah dengan suara sedikit di naikkan.
Bapak pun keluar dari kamarnya dengan koran yang ia pegang. "Sudah pulang ...? Cepatlah bersihkan tubuhmu lalu pergi tidur."
Aku mengangguk, lalu meninggalkan bapakku yang telah terduduk di deras depan. Aku membaringkan tubuhku sejenak karena merasa sedikit capek.
"Haaaah ... haruskah aku meninggalkan bapak sendiri di sini?" gumam ku pada diri sendiri. lalu bangkit dan menuju kamar mandi.
Dua puluh menit kemudian ...
Aku selesai membersihkan diri. Lalu menuju ke arah luar karena ingin memastikan bapakku ada di mana, saat sampai di depan pintu aku melihat bapak masih dengan koran yang ia baca. Aku pun menghampirinya.
"Pak ...?"
Bapakku menoleh ke arah ku seraya berkata. "Belum tidur?"
Aku menggeleng pelan. "Belum ... sebentar lagi aku masuk kok pak, emmm bapak sudah makan?"
"Sudah tadi bapak beli nasi di warung bibi Rus mu itu." ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya pada koran itu.
Aku mengangguk kecil. "Pak ...?"
"Hmm ...? Kenapa rin?" sahutnya.
"Kalau aku berangkat nanti, siapa yang akan mengurus bapak di sini? Bak Kamila tidak akan mau pulang untuk mengurus bapak."
Bapak menghentikan acara membacanya, lalu menghadap ke arah ku sambil menepuk pundak ku pelan.
"Kamu jangan khawatir ya, bapak kan bisa ke rumah nenekmu jika bapak mau makan," ucapnya menenangkan ku yang sudah mengeluarkan air mata.
Aku mengusap air mataku yang sudah mengalir. "Jika bapak tidak ingin aku berangkat, aku bisa membatalkannya kok pak."
Bapak menggeleng. "Heiii ... ingat mbak mu sudah mengeluarkan banyak uang untuk keberadaanmu," ucapnya, "Karin, tidak apa-apa kamu berangkat saja, bapak di sini baik-baik saja lagipula kan ada Agus," imbuhnya menerangkan.
"Bapak yakin ...?"
"Bapak yakin nak, justru bapak ingin kamu sukses di masa depan. Tidak merasa kesusahan lagi karena bapak tidak mampu memberikan anak-anak bapak yang kalian inginkan," ucapnya seraya menghela nafas panjang.
"Pak, kami tidak mengharapkan apa-apa kepada bapak. Justru aku, bang danum dan mbak-mbak ku yang lain sangat beruntung bisa mendapatkan seorang ayah seperti bapak," ucapku seraya tersenyum pada sosok pahlawan yang berada di hadapanku.
"Sudah! Sudah! Cepatlah kau tidur kamu pasti lelah. Cepatlah ke kamarmu," pinta bapak lalu mendorong pelan agar aku menjauh. Aku hanya tersenyum melihat tingkah bapakku, aku tahu bapak berusaha menahan air matanya karena aku masih ada di sampingnya.
Aku pun membalikkan badan menuju kamar seraya meninggalkan bapak di teras rumah.
Dua minggu kemudian ... ponselku berdering nyaring di atas ranjang kamarku, aku yang berada di ruang tengah segera berlari menuju kamar untuk mengambil ponselku yang berbunyi.
"Nomor tidak di kenal?" ucapku, aku pun mengangkatnya, "Halo ...?"
"Halo ... apa betul ini Karin?"
"Iya."
"Ini saya mbak, mas tekong yang mengurus dokumen mbak Karin," ucapnya di seberang sana.
"Oh, iya. Kenapa mas?" ucapku.
"Begini bak, mbak berangkatnya besok malam nanti saya jemput jam empat sore ya."
DEG!!!
'Kenapa harus mendadak begini.' batinku.
"Kenapa harus mendadak begini mas? Saya kan belum menyiapkan barang-barang," tanyaku sedikit kesal.
"Iya, mbak karena di bandara ada aturan ketat jadi mbaknya agar bisa lolos di bandara harus berangkat tengah malam besok," ucapnya menerangkan.
Aku mengusap wajah seraya memijat pelipis ku yang terasa pusing tiba-tiba. "Baiklah, kalau begitu."
Aku pun langsung memutuskan hubungan ponsel. Aku terduduk di ranjang memikirkan apa yang harus kukatakan pada bapakku. Aku pun keluar untuk menghampiri bapak.
"Pak ...," panggilku saat melihat bapak sedang makan.
"Karin, sini ... kamu mau makan?" sahutnya seraya menyodorkan piring ke arah ku.
"Aku masih kenyang pak. Emm pak ...? Tadi tekongku menelpon, dia bilang bahwa keberangkatanku besok malam dan dia akan menjemputku jam empat sore," terang ku pada bapak.
"Baik dong itu nak, biar kamu secepatnya bertemu dengan kakak-kakak mu," ucapnya.
"Tapi pak-" belum selesai bicara bapak telah memotongnya.
"Bapak tidak apa-apa rin," ucapnya lalu kembali berkata, "Sekarang kamu beres-beres pakaian yang ingin kamu bawa sana! Nanti bapak bantu tapi bapak ingin selesaikan makanan bapak dulu."
...****...
Selesai semua dengan barang yang di bawa. Aku menidurkan diri dengan menatap langit-langit kamar ku yang tak lain adalah genting berwarna oren dengan kayu sebagai penahanannya.
Tanpa memikirkan apa-apa lagi aku pun tertidur karena rasa lelah menyerang.
Paginya aku bangun untuk membeli sarapan karena aku tidak bisa memasak. Inilah mengapa aku mengatakan bahwa aku hanya beban keluarga karena tidak bisa memasakkan makanan untuk bapak sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
jenkaijen
kayaknya ini kisah nyata dari author, kok kayak masuk banget dalam fikiranku 😭
2021-11-13
0
zien
Semangat 💗💗🌹🌹
2021-05-18
0
Ival Vander
sukses selalu
2021-04-20
0