Ranum masih memikirkan pria berambut gondrong yang ia lihat di rumah Farhan kemarin. Ia seperti mengenal pria itu, tetapi ia sama sekali tidak dapat menerka siapa pria itu sebenarnya.
Hari ini, ia berada di butik miliknya. Ada beberapa rancangan yang belum ia selesaikan. Sebenarnya Ranum bukanlah seorang designer tulen. Akan tetapi, kecintaannya terhadap fashion telah memaksanya untuk nekat menjalani hari-harinya bersama kain dan motif-motif cantik. Ia pun belajar mendesain pakaian karena pada dasarnya ia memang suka menggambar.
Ranum mulai mengikuti berbagai kursus dan pelatihan, hingga akhirnya ia berani membuka sebuah butik dengan semua pakaian hasil desainnya sendiri. Akan tetapi, banyak dari mereka yang termasuk dari golongan menengah ke atas yang jatuh cinta dengan hasil karyanya itu. Entahlah, tapi yang pasti semua usaha yang dijalaninya ini memang berawal dari hobinya saja.
Ranum meraih secarik kertas bergambar desain sebuah dress cantik dengan model one shoulder. Ia kemudian mulai melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Namun, baru saja ia membuat satu coretan, tiba-tiba terdengar suara pintu ruangannya diketuk dari luar.
Seraut wajah dengan kulit hitam manis muncul dari balik pintu. "Boleh masuk?" Tanyanya dengan gaya bicaranya yang ceriwis.
Ranum menoleh. "Kepalamu sudah masuk ke ruanganku, Taraa," jawab Ranum dengan anggunnya.
Gadis berkulit hitam manis itu tertawa cekikikan. Ia kemudian masuk ke ruangan Ranum yang tidak terlalu besar.
Sebuah ruangan dengan warna hijau tosca yang disetting dengan senyaman mungkin. Di sana hanya ada sebuah meja kerja milik Ranum. Sebuah sofa berwarna hitam berikut mejanya, dan sebuah rak buku yang tidak terlalu besar, tetapi dipenuhi banyak sekali buku yang tertata rapi.
Ranum memang sangat suka membaca. Ia membaca semua jenis buku, kecuali buku tentang politik. Karena ia tidak tertarik dengan hal itu.
Taraa, gadis berusia dua puluh lima tahun dan masih setia melajang. Usianya lebih tua beberapa bulan dari Ranum. Ia adalah rekan seperjuangan Ranum ketika sedang mengikuti berbagai kursus dan pelatihan. Selain itu, mereka juga adalah teman sekelas waktu SMA.
Nama asli gadis itu ialah Assyila Mutiara. Namun, Ranum lebih suka memanggilnya Taraa, karena ia terlalu kesulitan jika harus memanggil gadis itu dengan nama depannya.
Taraa, duduk di atas sofa berwarna hitam itu dengan menyilangkan kakinya. Mini dress yang dipakainya pun tampak semakin naik ke atas. Akan tetapi, untungnya kala itu ia memakai stocking yang membalut kaki jenjangnya.
Ranum kembali melanjutkan rancangan yang sedang ia buat. Ia tidak mempedulikan Taraa yang ada di sana, karena memang gadis itu sudah terbiasa keluar masuk ruangannya.
Selain sebagai teman dekatnya, Taraa juga merupakan asistennya di butik itu. Taraa juga bertugas sebagai penasihatnya, karena gadis itu memiliki selera fashion yang tinggi.
Tidak berselang lama, Ranum menyudahi corat-coretnya di atas kerta putih itu. Ia kemudian berdiri dan membawa kertas itu kepada Taraa untuk dikoreksi.
"Bagaimana menurutmu?" Tanya Ranum.
Taraa memerhatikan gambar pada selembar kertas itu. "Ini benar-benar ciri khas Ranum. Off shoulder, one shoulder. Kenapa kamu suka sekali memperlihatkan pundakmu yang indah itu?" Tanyanya diselingi senyum yang menunjukan gingsulnya.
Ranum tertawa pelan. "Bukannya kita harus menunjukan kelebihan kita? Aku merasa sangat percaya diri dengan model baju seperti itu, dan aku rasa semua wanita akan tampak cantik dan terlihat sangat femnin. Entahlah, tapi aku merasa seperti menjadi seorang dewi saat aku tahu jika diriku menjadi pusat perhatian."
Taraa ikut tertawa. "Karena pada dasarnya kamu memang sudah sangat cantik. Siapa yang bisa berpaling jika sudah menatap Ranum? Namun sayang sekali, Ranum hanya suka tebar pesona," sindirnya.
Dengan sengaja, Ranum melemparkan sebuah permen yang ia ambil dari dalam toples yang ada di atas meja, tepat ke arah Taraa.
"Hh ... anggap saja itu sebagai pengusir kesepianku," wajah Ranum tiba-tiba berubah.
"Kalau kamu memang kesepian, kenapa tidak mencari pasangan lagi?" Saran Taraa.
"Kamu sudah tahu jawabannya," jawab Ranum seraya beranjak dari duduknya. Ia kini berdiri di dekat jendela yang tidak terlalu lebar itu. Matanya menerawang ke luar, ke arah jalan raya yang mulai ramai oleh berbagai jenis kendaraan.
"Lalu bagimana dengan acara pertemuan kemarin?" Taraa memang selalu ingin tahu.
Ranum menoleh. Ia pun tersenyum simpul. Namun, sesaat kemudian ia lalu menggeleng pelan.
"Pria itu jauh lebih cocok untukmu," jawab Ranum dengan senyum khasnya.
Taraa mengerutkan keningnya. "Maksudmu?" Tanyanya dengan tidak mengerti.
Ranum kembali menghampirinya dan duduk tepat di sebelahnya. Dengan gayanya yang anggun, ia meletakan sikutnya pada sandaran sofa berwarna hitam itu dan menopang wajahnya.
"Farhan pria yang manis. Wajahnya sangat manis. Kamu tahu sendiri bukan, jika aku tidak suka pria seperti itu," jelas Ranum.
Taraa tertawa renyah mendengar ucapan Ranum barusan. "Mmm ... jiwa penasaranku mulai bereaksi," ucapnya nakal diselingi tawa geli.
Ranum pun ikut tertawa. Akan tetapi, sesaat kemudian ia terdiam seperti ada sesuatu yang sedang ia pikirkan.
"Ada apa? Sepertinya ada sesuatu yang sedang kamu pikirkan?" Taraa melambaikan tangannya di depan wajah Ranum yang tiba-tiba termenung.
Ranum kemudian tersadar. Ia agak gelagapan, tapi dengan segera ia dapat menguasai keadaan.
Ia segera merapikan dirinya.
"Entahlah. Kemarin aku bertemu seseorang di tempat Farhan. Aku tidak tahu siapa dia, tapi ...." Ranum tidak melanjutkan kata-katanya. Bola matanya bergerak ke kiri dan ke kanan.
"Sudahlah, lupakan! Sore ini aku akan mampir sebentar dan mengecek ke kedai untuk persiapan reuni kita," lanjut Ranum seraya kembali ke meja kerjanya.
"Oh, iya. Tentang acara reuni itu, semua sudah setuju diadakan hari Minggu ini. Mereka sangat penasaran dengan ikan bakar sambal tomat khas dari kedai milik Ranum."
"Lihatlah! Kurang apalagi aku sebagai temanmu? Aku sudah membantu mempromosikan ikan bakar mu pada teman-teman kita. Seharusnya, aku mendapat hadiah darimu," ucap Taraa dengan bangganya.
Mendengar hal itu, Ranum hanya tertawa pelan. Ia memainkan ujung pensil itu di sudut bibirnya yang dipoles lipstick warna coklat itu. Matanya menatap nakal kepada Taraa.
"Ambil Farhan sebagai hadiahmu," celetuk Ranum diselingi tawa renyah. Ia pun kembali melanjutkan pekerjaannya yang lain. Ia tidak mempedulikan Taraa dengan wajah bengongnya.
...⚘⚘⚘...
Pukul 17.30
Ranum memarkirkan Honda Accord miliknya di depan sebuah kedai ikan bakar dengan nama "Maida Fish".
Kedai itu, adalah kedai ikan bakarnya dengan cabang nomor lima. Cabang yang sudah dibuka sejak hampir satu tahun yang lalu.
Ranum ke sana hanya sekedar memantau kesiapan tempat untuk acara reuni kecil-kecilan dengan teman-teman satu kelasnya saat SMA. Ia juga memastikan semua yang dibutuhkan sudah tersedia, karena bagaimanapun juga ia sudah mendapat amanat dari Taraa sebagai penyelenggara acara, untuk dapat menyediakan segala sesuatunya dengan sempurna.
"Pastikan segala sesuatu yang saya intruksikan tadi dipersiapkan dengan baik. Jika hadir semua, jumlahnya sekitar tiga puluh delapan orang. Jadi sekali lagi, persiapkan dengan benar!" Setelah memberi arahan kepada beberapa karyawannya, Ranum segera memutuskan untuk pulang.
Berjalan keluar dari kedai sambil menarik semua rambutya yang tergerai indah menutupi punggungnya, ia meletakan mereka di atas pundak sebelah kirinya. Rambut indah itu, menutupi sebagian pundaknya yang terbuka karena dress off shoulder yang ia kenakan hari itu.
Ranum berniat masuk ke dalam mobilnya yang berwarna hitam mengkilap itu. Namun sayang, ia malah menjatuhkan kunci mobilnya. Ia pun mengeluh kesal dan berjongkok, lalu meraih kunci yang tergeletak di atas tanah berkerikil itu.
Seketika Ranum tertegun karena di hadapannya telah berdiri seorang pria yang tidak ia kenal. Pria itu adalah pria yang kemarin ia lihat di rumah Farhan.
Ranum segera bangkit dan memegangi kunci mobilnya dengan kencang. Ia berdiri melawan tatapan mata pria berambut gondrong itu dengan jenggotnya yang cukup tebal.
Ranum semakin merasa tidak nyaman, ketika pria itu menyebut namanya dengan sangat percaya diri. "Ranum," suaranya terdengar sangat gagah di telinga Ranum.
"I-iya, siapa ya?" Tanya Ranum penasaran.
Pria itu hanya tertawa pelan.
Sementara pandangan Ranum kini tertuju pada tato di lengan pria itu yang sebagian terlihat dari balik kaos oblongnya.
Perasaan Ranum mulai tidak karuan. Ia merasa tidak pernah memiliki kenalan seorang preman seperti itu. Ia pun segera membuka kunci mobilnya.
"Kamu, benar-benar lupa padaku?" Terdengar pria itu bertanya. Itu merupakan sebuah pertanyaan yang aneh bagi Ranum.
Ranum kemudian mengurungkan niatnya untuk membuka kunci mobilnya. Kini ia hanya berdiri menatap pria yang masih berdiri di hadapannya dengan wajah bingung. Ia pun menggeleng dengan yakin. Ranum sungguh tidak mengetahui, siapa pria itu. Ia juga tidak dapat menerkanya sama sekali.
"Maaf, tapi aku benar-benar tidak mengenalmu dan aku merasa tidak pernah bertemu denganmu selain kemarin saat di rumah Farhan," bantah Ranum.
Tersungging sebuah senyuman di bibirnya yang tertutupi sebagian oleh kumis. "Jadi, kamu benar-benar lupa dengan tukang ojek yang selalu setia mengantarkanmu les berenang dulu?" Jawabnya dengan santai.
Seketika Ranum membelalakan matanya. Ia benar- benar terkejut dengan jawaban dari pria itu. "Arya?" Ranum menyebutkan sebuah nama dengan tidak yakin.
Pria itupun mengangguk dengan yakin. "Aku, Arya. Mantan pacarmu dulu," jawabnya dengan santai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Mama Una
Ranum janda kembang yg masih ranum
jelaslah banyak yg mau😄😄😄
2022-12-18
1
Danendra Faiz
clbk...arya❤️ranum
2021-11-25
1
Purnama Dewi
nah loh....uwuuu bgt..
2021-06-18
0