Ranum sudah tampil cantik dengan chiffon dress-nya yang berwarna hitam polos sebatas betis dan berlengan tiga perempat.
Siang itu, Ranum sengaja tidak memakai dress yang terlalu ketat atau terbuka pada bagian-bagian tertentu, karena ia akan ikut dengan Nurmaida untuk bertandang ke rumah salah seorang sahabatnya.
Seperti biasa, Ranum membiarkan rambut layer panjangnya tergerai indah di pundak sebelah kirinya. Ia juga tidak memakai high heels-nya. Ranum hanya memakai sebuah sendal jepit bertali dengan warna hitam dan dihiasi manik-manik yang membuat sandal yang awalnya biasa saja itu terlihat jadi lebih cantik dan mahal.
Nurmaida pun sudah siap dengan penampilan andalannya. Sebuah dress kaftan tanpa payet dengan warna toska. Begitu pula dengan kerudungnya yang sudah ia serasikan dengan warna bajunya.
Rumah sahabat Nurmaida, terletak di lain perumahan. Jaraknya sekitar dua kilometer saja dari perumahan tempat mereka tinggal, sehingga mereka ke sana dengan menggunakan mobil milik Ranum.
Selama di dalam perjalanan, Nurmaida tampak berseri-seri. Ia merasa senang karena untuk pertama kalinya, Ranum setuju untuk bertemu langsung dengan pria yang akan ia jodohkan, yaitu Farhan.
Sementara Ranum, ia hanya terdiam dan fokus dengan kemudinya. Sesekali, ia menyingkirkan rambut bagian depannya yang terjatuh di atas keningnya.
Jarak dua kilometer, hanya mereka tempuh dalam waktu singkat. Apa lagi dengan gaya berkendara Ranum yang memang terkesan agak ngebut.
Memang seperti itulah cara ia memegang kemudi. Vincent lah yang telah berjasa mengajarinya menyetir sewaktu mereka pacaran dahulu. Akan tetapi, Vincent tidak pernah mengajari Ranum untuk kebut-kebutan. Namun, itu semua karena memang karakter Ranum sendiri yang berjiwa bebas.
Ranum kemudian memarkirkan mobilnya di depan rumah dua lantai dengan gerbang yang terbuat dari stainless, sehingga saat berdiri di depannya maka ia bisa melihat pantulan dirinya sendiri.
Kulit putihnya tampak semakin putih disandingkan dengan warna hitam dress-nya.
Tidak berselang lama, seorang wanita dengan penampilan yang hampir sama dengan Nurmaida, datang menyambut mereka berdua.
Usianya pun tampak sebaya dengan Nurmaida, dan mereka terlihat sangat akrab bahkan tak henti-hentinya berbincang ke sana-kemari.
Sementara Ranum, ia hanya menjadi pendengar mereka berdua. Kebetulan yang sedang mereka bahas adalah tentang seorang penceramah, yang katanya kemarin mengisi acara di pengajian bulanan. Entah seperti apa jelasnya karena Ranum tidak terlalu paham dengan obrolan mereka.
Ranum kemudian menyibukan dirinya dengan layar ponselnya. Mengirim pesan kepada Utari, asisten pribadinya di salon.
Akhir-akhir ini, Ranum memang jarang kesana. Terlebih ia baru saja meresmikan kedai ikan bakarnya di cabang ke-6. Ranum sendiri saat ini tengah mempersiapkan untuk membuka cabang di luar kota, termasuk dengan salon miliknya yang telah memiliki dua cabang.
Sementara, cabang yang lain kini dikelola oleh kakaknya, Rania. Ranum sengaja agar kakaknya mengambil alih cabang itu, dengan tujuan agar kakaknya memiliki kesibukan dan penghasilan tambahan, meskipun kakak iparnya sendiri masih bekerja di sebuah perusahaan swasta.
Ranum asyik dengan layar ponselnya, sehingga tanpa ia sadari seorang pria dengan penampilan rapi muncul diantara mereka.
Segera, sahabat dari Nurmaida yang bernama Aisyah itu menyambut putranya dan mengajak ia untuk duduk.
Farhan. Usianya dua puluh delapan tahun. Ia seorang wiraswasta. Wajahnya cukup tampan, dan sangat khas asli Indonesia. Tampilannya kelimis dengan rambut yang tersisir rapi ke belakang.
Hari itu itu, Farhan memakai sweatshirt polos berwarna hijau tua dengan celana linennya yang berwarna putih pucat. Ia juga tidak berpaling dari wajah Ranum sedikitpun.
Ranum sendiri menyadari hal itu, tetapi ia berpura-pura tidak menyadarinya. Ranum masih asyik dengan layar ponselnya.
"Ran, kenalkan ini Farhan putranya Bu Aisyah," Nurmaida membuka percakapan.
Ranum menoleh pada Nurmaida kemudian mengalihkan pandangannya kepada Farhan, yang sejak tadi tidak henti-hentinya menatap dirinya.
Tatapan mereka pun saling bertemu untuk sesaat, sebelum akhirnya Ranum kembali mengalihkan pandangannya kearah lain. Wanita cantik itu hanya menyunggingkan sebuah senyuman kecil.
"Lumayan," ucap Ranum dalam hati.
"Farhan juga seorang wiraswasta, iya kan, Jeng Aisyah?" Nurmaida kembali bersuara, ia tampak sangat bersemangat kali ini.
Wanita bernama Aisyah itupun mengiyakan dengan tak kalah semangat. Kelihatannya ia sangat tertarik untuk menjadikan Ranum sebagai calon menantunya.
Sedangkan Farhan, ia tidak mengeluarkan suaranya sedikitpun. Ia masih sibuk dengan kekagumannya terhadap seraut wajah cantik yang disuguhkan tepat di hadapannya.
Satu hal yang membuat Ranum ingin tertawa keras adalah ketika kedua wanita berkaftan itu tiba-tiba memutuskan untuk meninggalkannya berdua saja dengan Farhan. Konspirasi yang sudah tertebak oleh Ranum sejak awal.
Ah ... membosankan, pikirnya.
Ranum sendiri sejak tadi masih asik membalas pesan masuk pada ponselnya, sedangkn Farhan masih betah menatapnya berlama-lama.
Sesaat kemudian, Ranum mencoba melirik pria dua puluh delapan tahun itu. Namun, tidak berselang lama ia langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Farhan tengah menatapnya dengan intens, dan Ranum tidak suka dengan apa yang dilakukan pria itu kepadanya.
"Aku senang karena akhirnya kita bisa bertemu secara langsung. Selama ini, aku hanya mendengarmu lewat cerita dari ibuku saja. Ternyata kamu memang sangat cantik. Tadinya aku pikir ibuku hanya melebih-lebihkan saja," puji Farhan habis-habisan. Ia berharap agar Ranum terkesan kepadanya.
Sesaat Ranum menarik semua rambutnya dari belakang dan meletakannya di atas pundaknya. Apa yang ia lakukan itu sungguh seksi di mata Farhan. Akan tetapi, Farhan adalah pria yang cukup religius. Sehingga ia masih memiliki batasan-batasan yang kuat dalam dirinya.
Tersungging sebuah senyuman kecil di sudut bibir berwarna peach itu. Ranum tidak merasa terbang atau meleleh dengan pujian Farhan. Ia tidak tertarik dengan pria itu sama sekali.
Farhan bukanlah tipenya. Kembali lagi, satu-satunya pria yang mampu melumerkan hatinya hanyalah mendiang suaminya, Vincent si pilot pesawat. Pesona pria itu sangat menghipnotisnya. Lagi pula, Vincent adalah cinta pertamanya, dan mungkin akan menjadi cinta seumur hidupnya.
Ranum tidak peduli meski ia harus hidup dalam kesepian, karena bayangan Vincent selalu ada dalam dirinya. Niat untuk mengubah pemikirannya tentang berumah tangga lagi, tiba-tiba kembali menghilang dari dalam pikirannya.
"Terima kasih, tetapi jangan terlalu berlebihan seperti itu," jawab Ranum dengan wajah yang dipaksakan untuk ramah.
"Apakah bu Nur juga pernah membicarakan tentangku kepadamu?" Tanya Farhan. Ia berharap Ranum melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan tadi. Namun sayang sekali, Ranum menggeleng dengan anggunnya.
"Tidak," jawabnya singkat. "Kami jarang sekali mengobrol. Jadi, kalaupun berbincang-bincang ... itu hanyalah pembahasan tentang seputar kami berdua," lanjut Ranum membuat Farhan tampak kecewa.
Kasihan dan tidak tega, itu yang Ranum rasakan ketika melihat rona kecewa di wajah Farhan. Namun, ia tidak ingin memberikan harapan palsu kepada pria yang ada di hadapannya itu.
Farhan tampak manggut-manggut. Entah apa alasan ia melakukan hal itu. "Tidak apa-apa, aku akan jauh lebih senang bisa memperkenalkan diriku sendiri. Dengan begitu, kamu bisa mengenal dan menilaiku secara langsung," ucapnya lagi dengan penuh percaya diri.
Ranum kembali menyunggingkan senyum kecil di sudut bibirnya. Namun, tidak lama kemudian, tatapannya kini teralihkan kepada sesosok wajah yang baru saja masuk.
Adalah seorang pria dengan tinggi sekitar 180 cm. Pria bertubuh tegap dengan celana jeans sobek-sobek dan sebuah kemeja lengan panjang yang dilipat sebagian sebagai luaran. Di bagian dalam, ia tampak memakai kaos oblong berwarna gelap. Pria itu melangkah dengan gagahnya.
Wajahnya pun kian terlihat sangar dengan jenggot lebat tak beraturan yang memenuhi sebagian area pipi, dagu, dan mulutnya.
Begitu juga dengan rambut gondrongnya yang diikat kebelakang dan dibuat menjadi sebuah gulungan seperti sebuah sanggul namun sangat kecil alias gaya rambut man bun.
Pria itu telah membuat Ranum tidak dapat berhenti untuk menatapnya, hingga akhirnya ia pun balik menatap Ranum dengan tatapan menyelidiki.
Sorot matanya kalem, namun terasa sangat tajam. Hal itu telah membuat Ranum ingin segera memalingkan wajahnya, tetapi anehnya seperti ada sesuatu yang menahannya.
"Tidak mungkin pria seperti ini dapat menarik perhatianku", gumam Ranum dalam hatinya.
Satu hal lagi yang membuat Ranum merasa aneh, karena tiba-tiba pria itu menyunggingkan senyuman misterius kepadanya.
Perlahan Ranum menundukan wajahnya, ketika Farhan menghentikan perang tatapan di antara dirinya dan pria asing itu.
Pria itu kemudian tampak menyalami Farhan dengan akrab, dan Farhan pun menyambutnya dengan hangat.
"Aku bisa kembali nanti. Kelihatnnya kamu sedang sibuk," ucap pria berambut gondrong itu.
Farhan tertawa pelan. "Nanti sore aku mampir ke bengkelmu," jawabnya.
Pria itupun mengangguk pelan. "Ya sudah. Barusan aku kebetulan lewat sini, jadi sekalian mampir kemaru. Aku tidak tahu kalau kamu sedang kedatangan tamu," ucapnya lagi seraya melirik Ranum yang dengan segera mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Farhan kembali tertawa pelan. Ia pun mengantar pria itu keluar dan berbincang sebentar disana hingga pria itu pergi dengan motor retronya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
ayaya
tingginya bisa ditambah ga kak? 184 cm gitu? 🤭
2021-06-27
3
𝔦𝔳𝔞𝔫 𝔴𝔦𝔱𝔞𝔪𝔦
eh eh, tunggu yang jenggot gondrong juga selera ku , 🤪😂😂😂🤣
2021-06-05
2
Mommy_Asya
siapa tuh? 🤔
2021-06-04
0