Ranum tertawa pelan mendengar ucapan Nurmaida barusan. Ia tidak mengerti kenapa ibunya ingin sekali menjodohkannya dengan setiap anak dari teman-temannya di pengajian.
Seingat Ranum, ini bukanlah kali pertama Nurmaida melakukan hal seperti itu. Sebelumnya juga, Ranum pernah akan dikenalkan kepada putra seorang teman Nurmaida yang berusia dua tahun lebih muda dari Ranum. Jelas saja Ranum menolak hal itu mentah-mentah. Lalu sekarang, hal seperti itu terulang kembali.
Ranum masih menatap Nurmaida dengan intens. Ia tahu dirinya akan sangat berdosa karena sudah melakukan hal seperti itu. Akan tetapi, ia merasa jika Nurmaida sudah sangat keterlaluan.
"Kenapa Ibu sangat ingin agar aku menikah lagi?" Tanya Ranum dengan pembawaan yang lebih tenang. Ia tidak ingin terus-menerus berdebat dengan ibunya sendiri.
"Ibu hanya ingin melihatmu bahagia dengan seseorang yang akan menjagamu nanti. Untuk saat ini masih ada Ibu yang menemanimu, tapi nanti setelah Ibu tiada, siapa yang akan menemanimu disini? Selain itu, Ibu juga ingin sekali dapat menimang cucu darimu."
"Rania sudah memberikan Ibu dua orang cucu yang lucu, dan Ibu ingin kamu juga bisa seperti itu," ungkap Nurmaida dengan lirih.
Ranum mengeluh pendek mendengar curahan isi hati Nurmaida. Cucu? Sesuatu yang tidak pernah terpikirkan olehnya selama ini. Ia bahkan tidak pernah membayangkannya sama sekali, terlebih sekarang ia selalu sibuk dengan bisnis dan berbagai acara sosial yang ia ikuti.
Ranum tertawa pelan. Tanpa bermaksud menyepelekan keinginan Nurmaida. Akan tetapi, Ranum merasa itu adalah permintaan yang lucu dari sang ibu.
"Cucu? Kenapa tiba-tiba Ibu memikirkan hal itu? Aku saja bahkan sama sekali tidak pernah ... ah, aku mohon, Bu! Berilah aku waktu untuk dapat menata hatiku kembali!" Pintq Ranum.
"Ibu tahu seberapa besar aku mencintai Vincent. Aku bahkan rela meninggalkan bangku kuliah hanya untuk menerima lamarannya dan menjadi istrinya yang baik," Ranum kemudian mencari tempat untuk duduk, karena ia takut jika dirinya tidak akan kuat berdiri jika sudah membahas tentang mendiang suaminya, Vincent.
"Sebelum berangkat hari itu ... ia berkata kepadaku jika ia ingin segera memiliki seorang anak, yang akan berlari dan menyambut kedatangannya ketika pulang ke rumah. Aku setuju dan tentu saja aku juga menginginkan hal itu," Ranum terdiam sejenak. Ia kemudian menggigit bibirnya demi menahan rasa getir dalam hatinya. "Akan tetapi ia tidak kembali," lanjutnya.
Ranum mencoba menahan bulir-bulir lembut yang sudah memaksa untuk menerobos keluar dari sudut matanya.
"Sudahlah! Aku ... aku ... tidak ingin membicarakan hal ini!" Ranum kemudian beranjak menaiki anak tangga yang menuju kamarnya. Ia tidak ingin mengobral kesedihan dan air matanya di depan Nurmaida. Ia lebih memilih untuk menyendiri di dalam kamarnya dan mulai merenung.
Adalah sesuatu yang sangat menyakitkan ketika ia harus mengenang kembali mendiang Vincent yang sangat dia cintai. Sejujurnya, memang cintanya terhadap pria yang berusia tujuh tahun lebih tua darinya itu sangatlah besar. Hingga saat ini pun, ia masih merasa seperti terpenjara dalam cinta semu itu.
Vincent adalah pria yang tampan dan gagah, terlebih ketika sedang memakai seragam pilotnya. Hal itulah yang pertama kali membuat Ranum merasa sangat jatuh cinta kepada pria berkulit sawo matang itu.
Masih sangat jelas dalam ingatan Ranum tentang hari itu. Hari di mana ia pertama kalinya bertemu dengan pria yang kini mengurung dirinya dengan cintanya.
Saat itu Ranum baru pulang setelah melakoni perjalanannya dari Bali bersama beberapa orang temannya. Satu kebetulan karena ia berada satu pesawat dengan Vincent yang juga baru pulang dari sana.
Duduk di kursi yang bersebelahan, membuat mereka asyik berbincang hangat. Vincent yang ramah dan murah senyum juga memiliki tatapan mata yang sangat lembut, telah membuat Ranum terpikat olehnya.
Siapa sangka jika obrolan mereka pun berlanjut di sambungan telepon, hingga akhirnya mereka mengikrarkan cinta mereka dihadapan dunia.
Satu setengah tahun menjalin hubungan, telah membuat hati mereka yakin untuk melanjutkan kisah cinta mereka di pelaminan. Hal itu berlangsung hingga kurang lebih satu tahun, sebelum akhirnya kecelakaan itu terjadi dan memisahkan mereka untuk selamanya.
Rasa cinta yang masih hangat dan belum tersalurkan sepenuhnya, telah membuat Ranum menjadi berhalusinasi akan keberadaan pria itu.
Ia melihat Vincent ada di mana-mana. Tentu saja, hal itu membuatnya sangat tersiksa. Ia pun mengalami depresi hingga berbulan-bulan.
Namun beruntunglah Ranum, karena saat ini ia sudah kembali normal, meskipun bayangan Vincent masih selalu ada dan seakan melarangnya untuk berdekatan dengan pria lain.
Ranum pun tidak kuasa melawan hal itu, karenanya ia selalu menutup pintu hatinya rapat-rapat dari semua pria yang mencoba untuk mendekati dan berusaha meraih cintanya.
...⚘⚘⚘...
Pagi itu, Ranum terbangun dengan kepala yang agak berat. Perbincangannya kemarin sore dengan Nurmaida, telah membuatnya menangis semalaman. Ia yakin jika matanya kini pasti terlihat seperti beras di dalam karung.
Ranum belum ingin beranjak dari tempat tidurnya. Ia hanya duduk di kepala tempat tidur itu dan bersandar. Selimut abu-abu itu pun masih menutupi sebagian tubuhnya. Sesaat kemudian, ia dikejutkan oleh dering ponselnya sebanyak dua kali. Ia lalu segera meraih benda tipis itu.
Sebuah pesan dari seorang temannya yang bernama Taraa. Gadis itu memberitahu Ranum tentang acara reuni kecil-kecilan yang sudah mereka rencanakan sejak lama.
Tara mengatakan, jika teman-temannya setuju untuk mengadakan acara reuni itu di kedai ikan bakar milik Ranum, benar-benar pintar ya Ranum.
Tentu saja ia sangat-sangat setuju.
Selesai berkirim pesan selama beberapa kali, Ranum mulai beranjak dari tempat tidurnya. Melangkah dengan gontai menuju kamar mandi, ia mulai menyalakan shower. Pagi ini ia ingin mandi dengan menggunakan air hangat.
Perlahan dirabanya seluruh tubuhnya. Empat tahun sudah tubuh itu tidak terjamah oleh siapa pun. Ranum merasa jika dirinya kini adalah seorang gadis muda yang baru akan belajar lagi mengenal cinta.
Ia tahu keresahan hati Nurmaida akan dirinya, ia pun sangat mengerti dengan hal itu. Namun, entah kenapa sulit sekali melepaskan sikap egois dalam dirinya yang membuatnya terkurung selama ini.
Ia tahu, Vincent sudah tenang di sana. Mendiang suaminya itu pasti tidak akan melarangnya jika nyatanya ia ditakdirkan untuk jatuh cinta lagi. Kembali membina biduk rumah tangga, entah dengan siapa, tapi yang pastinya adalah seorang pria.
Dalam guyuran air hangat yang mengucur deras dari dalam shower itu, Ranum terus berpikir keras. Haruskah ia menerima apa yang akan dilakukan Nurmaida dengan hidupnya?
Ibunya pasti sangat tahu dengan semua yang terbaik untuknya. Namun, jika sampai ia menerima begitu saja, maka ia akan seperti merasa kehilangan jati dirinya.
Ranum bukanlah seorang penurut, ia tidak semudah itu mengaku kalah. Akan tetapi, ini bukan tentang sebuah pertarungan tentunya.
Apakah ia harus melawan harapan baik dari seorang ibu untuk putrinya sendiri?
Tidak mungkin. Ia tahu jika Nurmaida hanya mengharapkan agar ia dapat hidup bahagia. Menjalani kehidupan yang normal tentunya.
Baiklah, tidak ada salahnya ia coba. Kita lihat seperti apa sosok pria yang akan Nurmaida jodohkan untuknya. Apakah ia akan setampan Vincent? Sehebat Vincent?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Elen Situmorang
suka ceritanya
2021-11-11
0
Elen Situmorang
suka
2021-11-11
0
Elen Situmorang
suka ceritanya
2021-11-11
0