Setelah perjalanan yang hanya memakan waktu lima belas menit. Bara menyuruh supirnya intuk kembali ke hotel. Sedangkan dia dan Rania berjalan memasuki pantai. Rania langsung berlari kearah pantai tanpa menghiraukan Bara. Bara yang melihat itu, hanya tersenyum. Rania terlihat bahagia tanpa beban, seolah-olah dihidupnya tidak ada masalah hidup. Bara duduk di kursi pantai, dan Rania sedang asik bermain air. Rania mencari keberadaan bosnya, yang duduk tak jauh dari tempatnya berdiri.
Rania melambaikan tangan kearah Bara. Mengisyaratkan agar Bara mendekat ikut main air. Bara masih acuh dan tak bergerak dari duduknya. Rania tanpa pikir panjang berlari kearah Bara. Dan menarik Bara agar mengikutinya. Bara pasrah dan akhirnya ikut basah-basahan dengan Rania.
Keseruan mereka tidak sampai disitu, mereka naik ATV mengelilingi pantai, berfoto, main pasir. Dan masih banyak keseruan mereka, hingga tak sadar waktu pun sudah menunjukkan senja. Mereka melihat sunset sambil duduk dipinggir pantai.
"Seneng Ra?" tanya Bara tiba-tiba.
"Seneng pak, sering-sering aja deh ngajakin liburannya, hehehehe." jawab Rania.
"Kalau kamu jadi istri aku, mau setiap hari pasti aku turuti Ra." jawab Bara tanpa ragu.
Rania tak menjawab, dia terdiam dan mengalihkan pandangannya. Dia memandang sunset sore itu yang begitu indah. Sembari menerawang jauh kedepan. Masih belum tahu kemana arah dan tujuan hidupnya. Sedangkan, Randi sendiri berpesan agar ia melanjutkan hidupnya dengan berbahagia bersama Bara. Entahlah, hati Rania masih bimbang dan ragu untuk memulai sesuatu yang baru.
"Kenapa kita nggak wujud-in permintaan terakhir Randi Ra? pelan-pelan saja tapi pasti." kata Bara.
"Kamu boleh kok bekerja meskipun sudah menikah. Kamu juga masih boleh jadi sekertaris ku. Aku juga sudah meminta restu ibu mu, tapi jawabannya tetap tergantung kamu." jelas Bara.
Rania masih diam, belum bisa menjawab. Bara terlihat sungguh-sungguh, meskipun hatinya juga belum sembuh seutuhnya. Masih terbayang sakitnya dikhianati. Sakitnya diduakan oleh orang yang kita percaya bahkan kita sayangi. Cukup sekali dan cukup untuk pelajaran. Tidak untuk dikenang terlalu dalam. Begitulah Bara menyikapi sakit hatinya.
"Emb, boleh kasih waktu aku dulu Bar?" celoteh Rania.
"Boleh, tapi jangan terlalu lama ya... kasian juga Randi, biar arwahnya juga tenang Ra." jawab Bara.
"Baik,,, kasih waktu aku, besok pagi aku jawab ya." jawab Rania.
"Kalau butuh waktu lebih juga boleh." jawab Bara dengan senyuman.
Rania menggeleng dan tersenyum, tanda tidak butuh waktu lama. Bara pun berdiri dan mengulurkan tangannya. Membantu Rania berdiri dan mereka pun memutuskan untuk pulang. Bara sengaja tidak menelpon supirnya untuk menjemput. Dia menyewa sebuah motor, untuk pulang ke apartemen.
Bara memutuskan untuk berkeliling terlebih dahulu sekalian cari makan malam. Bara melingkarkan tangan Rania dipinggangnya, karena terlihat dia masih sungkan ingin berpegangan. Rania menarik tangannya dan Bara kembali melingkarkan tangan Rania.
"Sudah sih gini aja, ntar kalau jatuh aku yang disalahin ibu." kata Bara sambil membenarkan helmnya.
Rania pun menurut dan Bara malah curi-curi kesempatan. Rania tahu itu, dia mencubit keras pinggang Bara. Sampai Bara meringis kesakitan. Sampai diapartemen,Bara menyuruh supirnya untuk mengembalikan motor ke tempat sewanya. Setelah itu mereka naik lift menuju lantai lima.
Rania memutuskan untuk segera mandi, Bara pun begitu. Usai mandi Rania mengeringkan rambutnya. Dan lanjut ganti baju, keluar kamar ingin ke dapur mengambil air minum. Tapi Bara malah berteriak kesakitan di dalam kamar. Sontak Rania berlari dan masuk kekamar Bara.
"Bara... kamu kenapa?" tanya Rania panik.
Rania semakin panik ketika melihat dagu Bara berdarah. Rania mendekat dan memeriksa, ia mengambil tisu. Dengan hati-hati Rania menyeka darah yang keluar dari dagu Bara. Karena sayatan pisau cukur jenggot. Rania mencari kotak P3K di laci samping ranjang Bara. Rania mengobati luka Bara penuh hati-hati.
"Jadi ndak sabar diurusin kamu sayang, eh... keceplosan hehehe." canda Bara.
"Ya udah besok nikah..." jawab Rania bercanda juga.
"Beneran?? oke besok kita cari penghulu, kamu telpon ibu kamu sekarang juga biar dijemput supir ku. Aku akan menghubungi orang tua ku." jelas Bara.
"Eh... emang nika sebercanda itu ya??? ini nikah beneran loh bukan mainan." Kata Rania melototi Bara.
"Kamukan yang bilang besok." Bara ngeyel.
"Tapi bukan..."
"Sudah kamu jadi pengantinnya saja, biar aku yang ngurus semuanya." jelas Bara.
Bara benar-benar menyiapkan pernikahannya besok. Walaupun hanya ijab kabul, tidak ada pesta mewah. Dia mulai menyuruh orang-orang kepercayaannya menyiapkan semuanya. Sedangkan Rania masih tertegun, tak percaya Bara benar-benar akan menikahinya. Bara masih sibuk menelpon orang-orang. Rania malah lemes melihat kelakuan Bara.
Rania putuskan untuk masuk kedalam kamar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk menghentikan tingkah Bara. Tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Rania enggan berpikir negatif, dia memutuskan tidur saja. Alarm Rania berbunyi, waktunya sholat subuh tiba. Ia segera berwudhu dan sholat. Ia keluar kamar sudah melihat banyak orang.
Disitu juga ada ibunya dan orang tua Bara sedang berbincang. Sedang Bara asik duduk dengan memainkan handphonenya. Rania masih berdiri didepan pintu. Bara yang melihat tersenyum dan melambaikan tangannya.
"Sayang sudah bangun? sini." sapa dan panggil Bara.
Rania masih tertegun, sayang apanya. Gerutunya dalam hati dan berjalan duduk disamping ibunya. Bara hanya dilewati oleh Rania. Dengan sigap dia menarik tangan Rania. Hingga dia duduk disampingnya.
"Jangan jauh-jauh." bisik Bara.
Rania bergidik mendengar bisikan Bara. Rania berjalan ke arah ibunya, mengulurkan tangan menyalami ibunya. Dan menyalami kedua orang tua Bara. Ini memang bener, aku mau menikah dengan Bara pewaris tunggal Hutomo grup. Kata Rania dalam hati yang masih belum percaya.
Mama Bara mengajak Rania untuk bersiap-siap. Rania hanya menurut dan masih tak percaya. Rania memakai kebaya putih dan akan melaksanakan akad nikahnya. Ibu Rania tak henti mengurai senyum. Rania yang melihat itu merasa bahagia. Tapi hatinya belum bisa menerima Bara sepenuhnya.
Dia menikah dengan Bara semata hanya ingin mewujudkan keinginan Randi. Tapi Bara sendiri juga belum yakin sepenuhnya. Mereka berdua sebenarnya masih ragu. Tapi Bara yang menginginkan pernikahan ini tetap berjalan. Pikir Bara, perasaan akan tumbuh dengan sendirinya.
Pukul delapan pagi, mereka melaksanakan ijab qobul. Bara mengucap ijab qobulnya mantap dan lancar. Tanpa ada pengulangan, sekali langsung sah. Akhirnya Rania dan Bara sah menjadi sepasang suami istri. Ibu Rania begitu bahagia melihat putri semata wayangnya sudah melepas masa lajangnya. Rania mendekat ke ibunya sambil memeluknya.
"Selamat ya anak ibu, ibu bahagia melihat mu bahagia nak. Semoga kalian menjadi keluarga sakinah, mawadah dan warahmah. Dan menjadi suami istri sehidup sesurga ya." ibu Rania memeluk dan memberikan doa serta wejangan.
"Aamiin bu, makasih ya." jawab Rania
Acara selesai mereka pun berberes dan lanjut pulang kekota mereka. Bara memutuskan untuk pulang kerumah Rania. Karena Rania masih belum tega meninggalkan ibunya sendiri. Kabar mereka menikah pun belum menyebar. Karena memang masih tertutup hanya keluarga yang tahu.
Sampai dirumah Rania mengajak Bara kekamarnya. Untuk memasukan baju-baju Bara ke dalam lemari. Bara menyapu matanya melihat setiap sudut kamar Rania. Terlihat semua barang tertata rapi dan bersih. Terlihat sekali kalau Rania wanita yang rajin bersih-bersih. Bara merebahkan tubuhnya diranjang.
"Udah kamu istirahat aja dulu. Aku beresin lemari dulu buat naruh bajumu." kata Rania.
"Kenapa kamu nggak ikut istirahat?" tanya Bara.
Mereka masih terlihat canggung satu sama lain. Sedang Rania berpikir keras, bagaimana caranya menghindari Bara. Rania belum siap jika harus tidur bersama. Bara duduk dari pembaringannya. Menatap punggung Rania yang membelakanginya. Bara sendiri tidak ingin memaksakan kehendaknya. Walau pun, mereka sudah sah menjadi sepasang suami istri.
Bara berdiri dan berjalan menuju sofa yang ada tak jauh dari ranjang Rania. Dia kembali merebahkan tubuhnya. Dan tak lama kemudian terlelap dalam tidurnya.
Rania selesai membereskan lemari dan menaruh baju-baju Bara. Dia menoleh keranjang tak mendapati Bara. Dan ternyata Bara tidur tanpa bantal dan selimut disofa.
Rania pun segera mengambil bantal dan selimut. Memberikan kepada Bara yang sudah terlelap. Rania mengangkat kepala Bara untuk menaruh bantal dan menyelimuti tubuh Bara.
"Maaf ya... aku masih belum siap." kata Rania lirih.
Bara tak sengaja mendengarkan Rania. Tapi Bara tetap memejamkan matanya. Aku akan menunggu sampai kita sama-sama siap. Kata Bara dalam hati dan melanjutkan tidurnya. Rania berjalan menuju ranjang dan merebahkan tubuhnya. Tak lama mereka berdua terlelap dalam Tidurnya masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Wirda Lubis
selamat semoga Rania dan bara bahagia
2023-10-16
1