Pagi ini sangat cerah, mentari bersinar begitu teriknya. Sejak pagi Rania sudah sibuk didapur membantu ibunya yang bejualan nasi uduk didepan rumah. Usai itu, ia beranjak pergi mandi untuk bersiap berangkat ke kantor. Sudah rapi Rania, sarapan lanjut memasukan bekal yang sudah ia siapkan tadi.
"Ibu, Rania berangkat assalamualaikum." pamit Rania.
"Walaikum salam nak, hati-hati jangan ngebut." balas ibu.
Tintin...
Klakson mobil yang berhenti didepan rumah membuat Rania kaget. Rania sudah hafal itu mobil Bara. Yang Rania heran kenapa pagi-pagi sudah ada dirumahnya. Bara turun dari mobil, dia berjalan mendekati Rania.
"Selamat pagi bu, saya Bara bos Rania yang baru." sapa Bara kepada ibu Rania.
"Selamat pagi nak eh ibu harus panggil apa ini?" jawab dan tanya ibu.
"Nak juga ndak papa bu, saya kan juga masih sebaya Rania. Anggap saja saya kawan Rania." jelas Bara dengan sopan.
Orang ini bisa sopan juga ternyata. Ucap Rania dalam hati. Rania belum mengucapkan sepatah katapun. Bara sudah berpamitan kepada Ibu Rania dan menggandeng Rania untuk masuk ke dalam mobilnya. Rania memandang tangan Bara yang masih menggandeng tangannya. Bara tersadar dan langsung melepaskannya. Menyuruh Rania masuk kedalam mobil.
"Tapi pak, saya kan biasa pakai motor sendiri." kata Rania.
"Mulai sekarang aku antar jemput kamu." jelas Bara singkat dan padat.
Rania mulai jengah dengan perlakuan Bara. Dia mulai tidak nyaman, kalau karyawan yang lain ada yang tidak suka dengan perlakuan Bara. Rania takut kalau mereka menganggap dia memanfaatkan Bara. Sudahlah dia membuyarkan lamunannya. Bara tidak langsung ke kantor, dia berhenti disebuah kedai bubur ayam. Kebiasaan Bara setiap pagi, sarapan bubur ayam.
"Ayo turun, mau disini saja !!" bentak Bara.
Rania pun hanya menurut, dia turun dan berjalan dibelakang Bara. Mereka duduk setelah Bara memesan dua mangkuk bubur ayam dan susu jahe hangat. Rania hanya diam dan tak bertanya atau protes dengan perilaku Bara saat ini. Karena saat ini, Rania tak ingin berdebat kalau hanya buang-buang tenaga saja. Pasti akan keluar ancaman dari mulut manis Bara.
Tak lama kemudian, pesanan pun datang. Rania hanya memandang bubur dan susu jahe hangat dihadapannya. Berbeda dengan Bara yang langsung lahap memakannya. Rania tidak suka bubur ayam apa lagi susu vanila. Sangat tidak suka dipaksa pun pasti perutnya akan bermasalah. Tapi Rania tidak tahu caranya untuk menolak.
"Ayuk sarapan, hari ini jadwal kita kan padat sekali." kata Bara.
"Maaf pak, saya sudah sarapan tadi. Dan maaf lagi, saya tidak suka bubur ayam atau susu vanila." jelas Rania dengan lantang.
"Terus siapa yang mau makan?" tanya Bara.
"Tapi pak, bener saya memang tidak biasa makan bubur ayam. Kalau susu memang pantang buat saya. Pasti kalau saya paksakan meminumnya perut saya akan bermasalah." jelas Rania panjang lebar.
"Alah dasar manja."
Mendengar kata-kata itu Rania merasa geram. dan dengan sigap dia langsung memakan bubur ayam dan meminum susunya. Seketika itu Bara tersenyum, karena dia sudah menjaga Rania sesuai pesan sahabatnya itu. Selesai sarapan, mereka langsung menuju hotel tempat meeting mereka. Diperjalanan Rania sudah merasa ada yang aneh pada dirinya. Perutnya terasa mual dan rasanya ingin muntah.
"Pak tolong minggir dulu,, saya mau muntah." pinta Rania.
Bara pun segera meminggirkan mobilnya. Dan benar saja semua isi perut Rania keluar. Bara merasa kasihan dengan keadaan Rania. Seharusnya dia percaya kalau Rania tidak suka dengan minum susu dan sarapan bubur ayam. Tapi dia tetap memaksa, malah dengan mengatai Rania manja. Padahal kata Randi, Rania anak yang mandiri dan sangat pekerja keras.
Setelah Rania merasa enakan, Bara kembali melajukan mobilnya. Sampai dihotel wajah Rania semakin terlihat pucat. Bara pun memesan satu kamar hotel untuk Rania. Dia menyuruh Rania istirahat, dan dia akan meeting sendiri. Karena sudah tidak tahan dan merasa lemas Rania pun mengiyakan perintah Bara. Rania,masuk ke kamar hotel yang dipesan oleh Bara. Dia membaringkan tubuhnya dan tak lama terlelap tidur.
Usai meeting, Bara ingin langsung ke kamar yang ia pesan. Tapi tak sengaja ia melihat Bianca dengan seorang laki-laki paruh baya seusia papanya. Mereka sedang cek-in hotel, Bara membuntuti mereka. Kamar yang mereka pesan tak jauh dari kamarnya. Bara tak berpikir panjang, ia langsung masuk ke kamar hotel. dimana Bianca pacarnya dan om-om itu singgah.
Mata Bara menatap nanar pemandangan dihadapannya. Bianca melayani laki-laki paruh baya itu. Tak habis pikir dengan kelakuan pacarnya itu.
"Bianca...!!!!" teriak Bara.
Bianca terbelalak kaget dan buru-buru merapikan bajunya. Bara langsung pergi meninggalkan Bianca. Yang disusul oleh Bianca, dia menarik tangan Bara mencoba menjelaskan.
"Sayang, baby,, tunggu dulu dong. Ini semua salah paham sayang." jelas Bianca.
Belum sempat Bara menjawab, tangan Bianca sudah ditarik oleh om-om yang menyewanya. Dengan sigap Bianca mengibaskan tangan om-om tersebut.
"Jangan macem-macem kamu Bi, om sudah transfer kamu 50juta." kata om tersebut dengan lantang.
"Silahkan bawa dia pergi dari hadapan saya... sebelum saya murka!!" kata Bara sedikit berteriak.
Mereka pun pergi dari hadapan Bara. Masuk kembali ke kamar hotel yang sudah mereka pesan. Dengan wajah Bianca yang begitu pasrah. Bara berjalan menuju kamar hotel yang ditempati Rania. Bara membaringkan tubuhnya disofa. Karena ranjang tempat tidur dipakai Rania yang masih terlelap tidur. Hati dan perasaan Bara begitu kacau hari ini.
Berulang kali almarhum Randi mengingatkannya. Kalau Bianca bukan wanita yang baik untuknya. Tapi Bara tak pernah mendengar bahkan sering kali bertengkar dengan Randi. Membela Bianca, didepan Randi. Dan hari ini, perkataan sahabatnya itu telah terbukti. Kalau Bianca memang bukan wanita yang baik. Tanpa sadar Bara meneteskan air mata mengingat Randi. Dalam hati ia berjanji akan menjaga dan membahagiakan Rania. Bahkan dia berniat menikahi Rania seperti permintaan terakhir Randi.
Rania terbangun dari tidurnya dan melihat jam ditangannya. Jam sudah menunjukan pukul empat sore. Rania bangun dan mencari keberadaan bosnya. Ternyata Bara tertidur disofa, Rania mendekat dan membangunkan bosnya. Tapi tak sengaja kakinya tersandung meja dan membuatnya terjatuh diatas tubuh Bara.
Bara yang sedang tidur seketika bangun. Jarak mereka berdua begitu dekat. Saling pandang yang membuat hati mereka berdebar. Bara kembali teringat pesan Randi. Rania buru-buru bersiri dan meminta maaf ke Bara.
"Maaf pak, saya tidak sengaja. Tadi niatnya mau bangunin bapak." jelas Rania.
"Hmm....aku mau mandi dulu, tolong pesankan kopi." perintah Bara sambil melenggang ke kamar mandi.
"Iya pak."
Rania pun segera telpon pelayan hotel untuk memesan kopi. Ia lanjut duduk dan memainkan handphonenya. Karena dia tidak tahu apa yang harus dia kerjakan. Tak lama kemudian pesanan kopi datang. Rania membuka pintu untuk mengambil kopi. Dan tanpa basa-basi Bianca masuk ke dalam kamar hotel Rania dan Bara.
Bersamaan dengan Bianca masuk Bara keluar dari kamar mandi. Dengan hanya menggunakan jubah mandi. Yang membuat Bianca marah dan salah paham. Bianca langsung menampar Rania. Dia berfikir Bara dan sekertarisnya sedang cek-in.
"Bianca !!! Apa-apan kamu?!" kata Bara sambil mendekat ke arah Rania.
"Kenapa?? pantas sekali wanita jalang ini dapat tamparan dari aku. Bisa-bisanya kamu cek-in sama dia." tutur kata Bianca yang tak beradab keluar.
"Keluar dari sini!! terserah aku mau cek-in sama siapa bukan urusan kamu, oh iya... kenalin dia Rania sekertaris aku. Dan sebentar lagi akan jadi istri ku." ujar Bara dengan jelas.
"Sayang, Bara jangan gitu dong..." rengek Bianca.
Bara tidak berpikir panjang dan dia langsung membawa Bianka keluar. Dia langsung mengunci kamar dan kembali menemui Rania. Rania masih memegangi pipinya. Dia juga masih bingung dan tak percaya dengan ucapan Bara. Pasti Bara hanya memper mainkan dirinya. Bara mendekat kearah Rania berdiri.
"Sakit?" tanya Bara.
"Lumayan, emb pak... kalau bapak masih lama disini. Boleh saya ijin untuk pulang lebih awal?" kata Rania ingin menghindari Bara.
"Tunggu bentar lagi, untuk masalah tadi lupakan saja jangan kepedean kamu." ucap Bara yang menyembunyikan rasa canggungnya.
"Bahkan saya sudah melupakannya pak. Tenang saja, saya cukup tahu diri siapa saya dan siapa bapak." jawab Rania dengan tegas.
Bara merasa kecewa dengan jawaban dari Rania. Tapi Bara pun tak tahu perasaan apa yang menggelayuti hatinya saat ini. Setelah berganti baju Bara dan Rania keluar dari hotel. Bara mengantarkan Rania pulang. Sampai di rumah Rania, Bara menahan Rania yang akan turun.
"Tunggu....besok aku jemput jam 9." kata Bara cepat.
"Dijemput jam 9? memang kantor jam kerjanya diubah ya pak? tanya Rania dengan polosnya.
"Udah pokoknya jam 9." ucap Bara lagi
Rania pun turun dari mobil Bara dengan lunglai. Bara melajukan mobilnya. Dengan perasaan yang tak tahu, sebelumnya dengan Bianca dia tak segugup bersama Rania. Sudah mulai muncul benih-benis cinta dihati Bara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Wirda Lubis
si bara sudah jatuh cinta
2023-10-16
1