Batin Rania semakin menjerit, tak sadar dia menitikan air matanya. Karena dia ketakutan, takut Bara akan berbuat hal yang tak senonoh terhadapnya. Bara yang melihat itu, dia menyudahi syok terapinya.
"Udah sana mandi, abis itu kita keluar cari makan siang." kata Bara sembari pergi ke kamarnya.
Rania mengucap syukur berkali-kali. Dia langsung kekamarnya, membereskan bajunya. Dan lanjut pergi mandi. Setelah siap, Rania langsung keluar dari kamar. Dia lebih berhati-hati dan banyak terdiam. Bara melihat perubahan sikap Rania. Dia tahu pasti Rania takut dengan sikap Bara tadi yang terlalu agresif. Sampai direstauran, Bara memesan makanan dan minuman. Sedangkan Rania hanya diam saja, benar saja dia masih syok dengan keagresifan Bara.
Bara tidak bertanya dia langsung memesankan makan untuk Rania. Bara memandangi Rania, yang wajahnya masih seperti orang yang ketakutan. Sepertinya Bara memang keterlaluan. Dengan Rania yang memang tak pernah berinteraksi dengan laki-laki dengan intens. Sepertinya Bara ingin menjelaskan ke Rania dan ingin minta maaf.
"Emb... Ran, saya mau..."belum sempat Bara melanjutkan, makanan sudah datang.
"Terimakasih..." ucap Bara kepada pelayan.
"Pak, saya masih kenyang..." kata Rania. "Boleh saya kembali ke kamar saja?" tanya Rania terlihat tidak nyaman.
"Kenapa? Apa kita bawa ke apartemen saja makannya. Saya suruh takeaway ya..." kata Bara terlihat begitu khawatir.
"Ow... tidak pak, hanya saja..."
"Hanya saja apa? kamu nggak nyaman sama saya? jujur saja, saya nggak akan marah kok." kata Bara masih dalam mode melembut.
"Ya sudah kita makan saja. Silahkan pak, jangan hiraukan saya." kata Rania sembari mengambil makanan yang sudah dipesan.
Bara dan Rania pun mulai menyantap makanan yang dipesan. Rania sangat tidak nyaman dengan kejadian tadi diapartemen. Ia merasa cemas dan tidak tenang. Bara berniat berterus terang ke Rania. Ingin jujur kalau dia dan Randi saling kenal. Dan ingin menyampaikan pesan terakhir almarhum kepada Rania.
"Setelah ini kita jalan-jalan keliling deket-deket sini." ucap Bara.
"Memang kerjanya kapan pak?" tanya Rania tanpa ragu.
"Nanti kamu tahu sendiri." jawab Bara kembali melanjutkan makan.
Usai makan, Bara membayar dan mengajak Rania berkeliling taman. Rania sedikit tenang setelah melihat pemandangan ditaman. Banyak muda-mudi yang sedang memadu kasih. Disitu Rania kembali mengingat almarhum Randi. Bara melihat raut sedih diwajah Rania. Bara mengajak Rania duduk disebuah bangku. Dibawah pohon yang rindang.
"Kenapa Ra?" tanya Bara.
"Hmm, apa pak?" Rania kembali bertanya.
"Kamu kenapa? kelihatan sedih." jawab Bara.
"Enggak pak, saya biasa saja." jawab Rania menyembunyikan kesedihannya.
"Aku boleh jujur sama kamu Ra?" tanya Bara dengan nada bicara lembut.
Rania belum menjawab, masih merasa aneh dengan sikap Bara yang berubah. Seperti bukan seorang Bara yang angkuh, sombong dan dingin. Rania menjadi bingung, kenapa Bara cepat sekali berubah. Hati Rania bertanya-tanya.
"Ra....." panggil Bara.
"Hmm... iya pak." jawab Rania cepat.
"Kalau diluar kantor panggil saja Bara. Jadi gimana, boleh aku jujur?" tanya Bara lagi.
"Boleh pak.. ups, boleh... aduh gimana sungkan saya pak." kata Rania gugup.
"Ya sudah terserah,,, emb aku mulai ya. Aku sebenarnya adalah Bara sahabat dari almarhum kekasih kamu Randi. Waktu kecelakaan, akulah yang datang pertama kali sebelum kamu Ra. Dan..." penjelasan Bara terhenti.
"Dan apa?" tanya Rania penasaran.
"Dan Randi menitipkan sesuatu kepadaku. Nanti kita liat bersama diapartemen. Kamu nggak papa?" tanya Bara.
Karena Rania disitu hanya diam dan menahan tangisnya. Kenapa kamu harus menyembunyikan kerapuhanmu. Tanya Bara dalam hatinya. Bara tahu Rania saat ini masih rapuh dan sangat sedih. Hatinya masih belum bisa menerima kenyataan. Bahwa impian indahnya dengan Randi telah usai sebelum berkembang. Tanpa malu atau basa-basi, Bara menggandeng tangan Rania.
Berjalan kembali menuju apartemen. Sampai didalam lift pun Bara tak melepas tangan Rania. Bahkan Rania berusaha melepasnya, tapi Bara malah mempererat genggamannya. Sampai dilantai lima dan mereka masuk ke apartemen. Rania duduk disofa dan Bara memutar vidio yang diberikan Randi padanya.
Belum juga setengah vidio, Rania sudah tidak bisa membendung tangisnya. Air mata Rania sudah jatuh membasahi pipi. Randi berpesan agar Rania menikah dengan Bara. Disitu Rania sedikit melirik kearah Bara. Apa mungkin aku bisa menikah dengannya. Kenapa bukan kamu sayang. Ucap Rania dalam hatinya sambil meratapi nasibnya. Bara menyodorkan tisu kearah Rania.
Rania menerima dan menyeka air matanya. Rania fokus kembali dengan vidio yang ada dihadapannya. Randi mengulang lagi pesannya, untuk menikah dengan Bara. Dan vidio itupun selesai. Bara dan Rania diam seribu bahasa. Tidak ada yang mengeluarkan kata-kata. Rania memilih pergi kedalam kamar. Dia menangis tersedu-sedu hingga terlelap tidur.
Bara menyibukkan diri dengan membuka laptopnya. Dia mengerjakan kerjaannya, sembari menunggu Rania keluar kamar. Sampai malam tiba, pukul tujuh lewat. Rania masih tidak keluar dari kamarnya. Bara mencoba mengetuk pintu kamar Rania. Berkali-kali namun hasilnya nihil. Tidak ada jawaban dari Rania. Bara memberanikan diri untuk membuka pintu.
Ternyata Rania tidak mengunci pintu kamarnya. Bara mendekat ke tempat tidur Rania. Bara memandangi wajah sembab Rania membelai rambut yang tersibak diwajahnya. Bara merapikan, disitu mata Rania mengerjap belum bangun sempurna.
"Randi, sayang kamu jahat!!" teriak Rania sambil memukuli Bara.
"Hei Ra,,, ini aku Bara. Ra... kamu baik-baik saja?" tanya Bara.
Tanpa sadar Rania memeluk Bara dengan erat sambil menangis. Bara membiarkan Rania menangis dalam pelukannya. Bara membalas pelukan Rania dan menenangkannya. Hampir setengah jam mereka berpelukan. Perlahan Rania melepaskan pelukannya setelah sedikit tenang.
"Maaf pak, saya...."
"Ssssttt,,, nggak papa, kalau memang kamu masih butuh bahu ku aku siap." kata Bara begitu menenangkan Rania.
Bara pun menyuruh Rania mandi dan dia keluar. Bara memesan makan malam untuk mereka berdua. Bara kembali membuka laptopnya sambil menunggu makanan datang. Tak lama bell berbunyi, Bara membuka pintu. Makanan datang, Bara menyiapkan dimeja makan. Rania keluar dari kamar dan langsung ke meja makan.
"Yuk makan, lanjut nanti kita kerjakan berkas-berkas untuk meeting lusa." kata Bara tegas.
"Iya pak." jawab Rania.
"Kalau diluar kantor panggil Bara saja Ra." suruh Bara.
Rania hanya mengangguk, dan menyantap makan malamnya. Usai makan malam, mereka lanjut bekerja. Rania mengetikan dokumen yang diberikan Bara. Semua serius dan fokus dalam bekerja. Sampai jam menunjukkan pukul sebelas malam.
"Sudah larut malam Ra, kita lanjutkan besok." kata Bara.
Tidak ada sautan dari Rania, Bara menoleh kearah Rania. Ternyata Rania tertidur pulas. Bara tak membangunkan Rania. Dia langsung menggendong Rania dan membawanya kekamarnya. Bara menidurkan Rania dan menyelimutinya. Dia pun pergi keluar dan masuk kedalam kamarnya. tak lama Bara pun terlelap dalam tidur.
Alarm Rania bebunyi, tanda waktu subuh tiba. Rania bangun dan terkejut sudah ditempat tidur. Dia pun menjalankan sholat, stelah sholat Rania pergi ke dapur. Rania membuka kulkas melihat bahan yang ada. Akhirnya Rania memasak sarapan pagi. Rania membuat omelet dan susu jahe hangat kesukaan Bara. Lanjut dia mandi dan bersiap-siap untuk meeting. Bara keluar kamar masih belum mandi.
Sedang Rania sudah menunggunya dimeja makan. Bara tersenyum melihat Rania yang sudah siap dengan seragam kantornya. Karena Bara tahu mereka kesini tidak untuk bekerja tapi untuk liburan. Bara duduk dimeja makan dan menyantap sarapannya. Lanjut ia meminum susu dan lagi-lagi tersenyum ke arah Rania. Rania pun tanpa rasa curiga membalas senyuman Bara.
"Kamu mau kemana Ra?" tanya Bara cekikikan.
"Bukanya kita ada meeting ya pak?" kata Rania balik bertanya.
"Kata siapa? kita kesini untuk liburan bukan bekerja sayang." goda Bara yang mulai membuka hatinya untuk Rania.
"Ih apaan sih... nggak usah bucin dah pak. Nggak usah bercanda pula untuk menghibur saya." kata Rania yang sudah mulai melupakan masalalunya.
"Loh emang bener kita kesini liburan bukan kerja. Manfaatin, waktunya tinggal dua hari lagi." kata Bara sembari pergi ke kamar.
Rania menghela nafas panjang dan membereskan meja makan. Setelah itu Rania mengganti bajunya dengan baju santai. Dia berbaring dikamar bersantai ria. Sedangkan Bara mandi dan lanjut besiap-siap untuk ke pantai. Bara keluar dari kamar dan berteriak memanggil Rania. Bara mengajak Rania keluar dari apartemen tanpa memberi tahu mau pergi kemana. Dan bodohnya Rania hanya menurut dan patuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments