"Asalammualaikum," sapa seseorang yang sempat menghentikan langkahnya menyaksikan drama haru antara anak dan ayah.
Rasya menyeka sisa air yang masih menggenang di pelupuk matanya."Waalaikumsalam," jawabnya seraya melihat ke arah pintu.
"Afwan kak, bisa Zahra mengajak Ici main sebentar ?"
Ya, seseorang yang mengintip mereka dari balik pintu tak lain adalah Zahra.
Peran Zahra sedikit membantu Rasya, karna selama ini Ici juga sangat dekat dengan Zahra. Hal itu sedikit mengurangi ingatan dan pertanyaan Ici tentang uminya. Sampai saat ini, Zahra masih begitu betah dengan statusnya yang masih lajang, entah karna apa, tapi yang pasti dekat dengan Aishi cukup membuat hidupnya menjadi lengkap.
Rasya mengangguk, ia melirik sekilas ke arah anaknya yang ternyata masih menangis itu.
"Ici mau main sama tante Zahra ?"
Ici tidak menjawab, tapi melihatnya menganggukkan kepala sudah dipastikan ia mau bermain dengan Zahra.
"Anak pinter. Ayok main sama tante !" Ajak Zahra kemudian menggendong tubuh mungil berumur 6 tahun itu.
"Sya..!" Panggil abi Aqil yang menghampirinya kemudian duduk di dekat sang anak.
"Zahra sangat dekat dengan Ici Sya, apa tidak sebaiknya kamu jadikan Zahra istri ?"
Pertanyaan dari abinya berhasil memfokuskan tatapan mata Rasya pada seseorang yang duduk di dekatnya.
"Tidak bi. Sampai kapanpun Rasya tidak akan pernah bisa mengkhianati Aisya bi. Untuk masalah Ici, sampai saat ini Rasya masih bisa menanganinya, abi tidak perlu khawatir !"
"Bukan cuma dengan Ici Sya, tapi juga kamu. Sudah 6 tahun kamu hidup seperti ini, abi sedih Sya, anak abi satu-satunya merasa terpuruk sepanjang hidupnya."
"Rasya tidak terpuruk akan keadaan dan takdir bi, Rasya hanya ingin menjaga cinta kami sampai Allah mempertemukan Rasya dengan Aisya. Walaupun Rasya harus menunggu puluhan tahun kedepan," jawab Rasya tetap bertahan pada pendiriannya.
"Baiklah, terserah kamu saja. Abi pergi dulu ada urusan sebentar, asalammualaikum."
"Waalaikumsalam wr wb."
***
Zahra mengajak Aishi berkeliling pesantren, namun kali ini ia membawanya ketempat yang biasa Aisya datangi di saat tengah memikirkan banyak hal.
"Kenapa kita ketempat ini tante ?" Tanya Ici dengan raut wajah bingungnya.
"Duduk dulu !" Ajak Zahra pada Aishi untuk duduk di dekatnya.
Ici pun mengangguk, ia kemudian duduk di samping Zahra seraya menatap tenangnya air dengan banyaknya bunga teratai bermekaran.
Udara yang sejuk seketika mengharumkan wangi bunga teratai yang tersebar kemana-mana.
"Ici tau gak, ini adalah tempat yang selalu umi Ici datangi untuk menenangkan diri," ucap Zahra memberitahu gadis cantik itu.
"Masyaallah, apa bener tante ? Umi selalu dateng kesini ?" Tanyanya sekali kali untuk memastikan.
Zahra mengangguk seraya tersenyum."Bener, tempat ini adalah tempat kesukaan uminya Ici."
"Kenapa abi gak pernah kesini tante ?"
"Siapa bilang ? Abi Ici sering kesini kok, mungkin Icinya aja yang gak tau."
Tanpa disadari, Aishi telah menitikan air matanya seraya menatap bunga teratai yang paling cerah warnanya.
Ya Allah, apa Ici boleh meminta satu hal ? Ici hanya ingin bertemu Umi. Kapan Ici akan bertemu dengan Umi, ya Allah...Ici rindu umi.
"Ici, hei, kok nangis ? Apa cerita tante sedih, sampe Ici nangis gini ?" Tanya Zahra seraya mengusap air mata di pipi cantik Aishi.
"Ici rindu sama umi, tante. Allah kenapa tega sama Ici menjauhkan Ici dari umi, hu hu hu..Ici pengen peluk umi, tante !"
"Shutt sayang," Zahra langsung menarik Aishi kedalam pelukannya.
"Ici percaya gak, apa yang ada dalam diri Ici itu ada Umi Aisya ? Kebiasaan Ici, wajah Ici bahkan semuanya mirip dengan umi Aisya. Ici hanya perlu sabar sebentar lagi, insyaallah uminya Ici akan pulang di waktu yang tepat nanti," Zahra terus berusaha menenangkan Aishi dari rasa rindunya pada sang ibu.
"Tapi kapan tante ? Kapan Ici bisa bertemu dengan umi, memeluk umi, tidur bareng umi, di suapin umi, dan di bangunkan sama umi. Ici pengen kayak Ara yang selalu diantar uminya sekolah," celoteh Aishi begitu berharap akan keinginannya segera terkabul.
Zahra tersenyum menanggapi celotehan Aishi, ia mengangkat tubuh mungil itu dan mendudukkannya di pangkuan saling berhadapan."Ici beneran mau diantar setiap berangkat sekolah ?"
Ici mengangguk.
"Baiklah, mulai besok tante yang akan anter Ici ke sekolah. Gimana, apa Ici mau ?"
"Yey, Ici mau tante, mau. Tapi...."
"Tapi apa ? Apa Ici gak mau dianter sama tante ?"
"Bukan itu tante. Tante kan bukan uminya Ici, walaupun tante bakalan anter Ici kesekolah, tapi tante gak bisa bangunin Ici setiap pagi, tidur bareng Ici juga," ucapnya dengan tatapan sendu.
Kamu bener Ici, walau sampai kapanpun, tante gak akan pernah bisa mengantikan posisi umimu, terlebih lagi posisinya di hati abimu. Itu sangat mustahil. Bathin Zahra.
"Kan ada abi, sayang. Memangnya abi Ici gak bangunin Ici setiap pagi ?"
"Abi selalu bangunin, tante. Tapi Ici juga pengen di bangunin sama umi. Ici belum pernah ngerasain," jawabnya membuat hati nurani Zahra tergerak seketika.
"Kita pulang yuk !" Ajak Zahra dan Ici pun langsung menganggukinya.
Zahra dan Aishi pergi meninggalkan tempat sejarah Aisya dahulu. Keduanya berjalan dengan bergandengan tangan layaknya seorang ibu dan anak. Andai saja semua ini adalah nyata, mungkin hanya akulah orang yang paling bahagia di dunia ini.
Tapi sayangnya, sosok Rasya seperti pasir. Tidak mudah digenggam, sekalinya dapat perlahan akan lepas dari genggaman.
"Asalammualaikum," ucap keduanya saat ingin memasuki rumah.
"Waalaikumsalam."
"Anak abi dari mana ? Apa permainannya seru ?" Tanya Rasya setelah menggendong Aishi
"Ici marah sama abi !" Ucapnya dengan cemberut.
"Pulang-pulang kok ngambek, abi salah apa sayang ?"
"Kenapa abi gak ngajak Ici ketempat yang sering umi datangi ?"
Mendengar penjelasan dari anaknya, seketika tatapan Rasya beralih pada Zahra yang sedari tadi menunduk.
"Afwan kak, Zahra rasa gak ada salahnya mengajak Ici ke tempat favorit Aisya," ucap Zahra yang memahami arti tatapan Rasya.
Rasya memang sering mendatangi danau belakang pesantren. Ketika ia rindu pada Aisya, tempat itulah yang paling tenang untuk menyendiri dan mengingat memory manis bersama istri tercinta.
Bukan tidak ingin mengenalkan tempat itu pada Aishi, namun Rasya begitu takut Ici akan datang ketempat itu sendirian, mengingat danau belakang pesantren cukup dalam dan sangat berbahaya untuk seorang anak berumur 6 tahun berada sendirian di sana.
"Jangan marahin tante Zahra ! Abi yang salah gak ngenalin tempat kesukaan umi ke Ici," ucap Ici dengan menyilangkan kedua tangannya di dada. Terlihat dari wajahnya yang saat ini tengah cemberut. Rasya semakin gemas mwlihat tingkah anaknya yang begitu mirip dengan ibunya ketika ngambek.
"Siapa yang mau marahin tante Zahra, abi gak marah sayang. Tapi inget, Ici gak boleh pergi kesana sendirian, harus ajak abi, nenek, atau tante Zahra ! Mengerti ?"
Ici mengangguk."Tapi Ici seneng deh, akhirnya mulai besok ada yang anterin Ici ke sekolah setiap hari," ucapnya dengan raut wajah penuh senyum.
"Tapi sayangnya, dia gak bisa tidur bareng Ici dan bangungin Ici setiap pagi," tambah Ici dengan suara lesunya.
"Memangnya siapa yang mau anter Ici ke sekolah ?"
Rasya Zahra atau Rasya Aisya ??
**Tinggalkan
Vote
Like
Komen kalian yak
Happy Reading guys**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Mel Rezki
datang kak bawa like
2021-10-04
0
➴͜⍣⃝ϙᷟυᷤєєи༗͜͡➣
"Rasya Aisyah until jannah 🍂"
2021-09-28
2
Titin H.
tetap aku mau Rasya dan Aisyah...
2021-09-05
1