Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ✨
Annyeonghaseyo yeoleobun 🤗
Happy Reading guys 😘
"Tentu saja manusia".
"Lalu kenapa anda memberikan waktu yang sangat singkat, 2 hari mungkin hanya rancangannya saja yang sudah jadi".
"Tidak, kau harus bekerja lebih keras lagi".
"Maaf anda bukan satu-satunya pelanggan kami". Rupanya Allis sangat berani membantah sang nona muda, Sonia hanya menggelengkan kepalanya.
"Saya tidak mau tahu"
"Kalau begitu silahkan anda hubungi toko yang lain saja"
"Kau, beraninya kau berkata seperti itu".
"Lalu". Sahut Allis santai
"Apakah kau tak tahu sedang siapa kau berbicara ?".
"Nona muda keluarga Jackson". Jawab Allis
"Iya benar , dan kau tahu itu"
"lalu"
"Terserah saya, saya tamu sekaligus pelanggan disini bukannya kalian wajib menghormati tamu dan pelanggan. Tamu adalah raja dan ratu". Jessie berteriak dengan kencang dan telunjuknya tak henti-hentinya menunjuk kearah wajah Allis yang sedang duduk diatas sofa.
"Ohh apakah nona muda keluarga Jackson mau hamba layani ?".
"Kau !!".
"Ohh Sonia bisakah kau belikan makanan untuk nona muda kita".
"Baik Mrs"
Allis berjalan menuju meja kerjanya lalu mengambil tas jinjing bermerek Gucci miliknya. Tak tanggung-tanggung ia mengeluarkan dompet bermerek Hermes . Yang lebih mencengangkan lagi adalah ketika ia mengeluarkan black card yang ia miliki membuat Sonia maupun Jessie menganga lebar melihatnya.
"Sonia ini belikan makanan untuk nona muda Jessie". Allis menyerahkan black card miliknya kepada sekretarisnya, Sonia.
"Baik Mrs"
"Tapi Mrs restauranya ?"
"Oh ya saya lupa, nona muda Jessie ohh saya tahu anda putrinya tuan Jackson bukan hoho baiklah Sonia pergilah ke restauran Lulu La Delizia".
"Sial dia benar-benar memalukan ku disini, dia tahu Daddy tak memberikan ku black card cihh dan what !! sekarang restauran itu Lulu La Delizia restauran terbaik di Australia". Batin Jessie mengumpat
"Sudah aku tak mau makan dari hasil jerih payahmu itu dan lagi pula siapa tahu kamu juga kekurangan uang".
"Ohh ayolah nona Jessie tidak perlu sungkan".
"Tidak, ingat ini baik-baik nyonya Allis aku tidak akan pernah menginjakkan kakiku lagi ditempat sampahmu ini cihhh".
Ucap Jessie lalu pergi meninggalkan Sonia dan Allis didalam ruangan. Bukannya sedih atau takut Allis malah tertawa kecil. Sonia yang melihatnya menjadi aneh.
"Mrs bukannya kita kehilangan seorang pelanggan, itu pun nona muda keluarga Jackson".
"Lalu"
"Apakah Mrs tak menyesal ?".
"Sonia masih banyak pelanggan yang lebih kaya darinya, terus terang saja saya benar-benar tak menyukai sikap nona muda itu".
"Lalu black card itu apakah itu asli, maaf sebelumnya Mrs"
"Iya tentu saja, saya menyimpannya saat pertama kali saya sampai di negara ini. Hah semuanya diluar dugaan, saya bisa mendapatkan kartu ini dengan berbagai usaha. Mulai dari penjual koran sampai pegawai warung-warung kecil".
"Ahh maafkan saya Mrs.".
"Sonia silahkan istirahat".
"Baik Mrs"
Sonia keluar dari ruangan Allis. Ia duduk di kursinya untuk merapikan berkas dan kembali berjalan menuju lift sepertinya ia akan turun untuk mencari makan siang. Allis didalam ruangannya dia sedang menelpon seseorang. Terlihat wajahnya sudah sangat lesu sekali.
Tut Tut Tut Drtttt
Suara telepon tersambung. Ia buru-buru membesarkan volume suaranya. Ia mengambil kertas putih dan jiga pensil kesayangannya.
"Hallo".
"Bibi".
"Iya Allis, ini bibi".
"Ahh iya bibi, Ethan dimana ?".
"Sebentar biar bibi panggilkan, dia sedang bermain basket di taman belakang"
Allis tersenyum kala mendengar putranya itu sedang bermain basket. Memang putranya itu memiliki bebagai macam bakat. Putranya juga tak seperti anak-anak lain. Maksudnya seperti ini putranya itu berbeda dari yang lain.
Saat anak yang lain lebih memilih untuk menghabiskan banyak waktunya untuk bermain lalu berbeda dengan Ethan ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belajar.
Sampai-sampai guru disekolahnya pun bingung. Bagaimana bisa seorang anak yang masih berumur lima tahun memiliki otak yang begitu cerdas. Jangankan gurunya dia saja tak tahu sepintar apa ayah dari anaknya itu. Ia melamun memikirkan hal-hal tentang putranya hingga terdengar dari seberang sana suara seorang anak laki-laki memanggilnya.
"Mommy".
"Hai honey".
"Ohh Mommy apakah kau tak bekerja ?
"Mommy sedang bekerja sayang"
"Lalu kenapa mommy menelepon".
"Apakah kau tak mengerti hati mommy-mu sayang"
"Mommy ada-ada saja, apakah kau begitu merindukan Ethan sampai-sampai Mommy meninggalkan pekerjaan mommy"
"Hahha benar sekali mommy begitu merindukanmu sampa mommy berhenti bekerja"
"Tapi mommy Ethan sedang bermain bola basket"
"Ohh benarkah, siapa yang mengajarimu bermain ?
"Tidak ada, tadi Ethan hanya iseng menontonnya melalui You tube lalu Ethan tertarik dan mencobanya".
"Hmm baiklah lanjutkan mainnya mommy akan bekerja kembali"
"Hmm".
Allis mematikan sambungan telepon mereka. Lalu kembali menarik sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman manis disana. Ia menjadi lebih bersemangat ketiak ia sudah mendengar suara dunianya, Ethan. Ia kembali menggambar desain pesanan kliennya.
Matahari bersinar dengan sangat terik. Semua orang sedang sibuk dengan urusan masing-masing. Hingga matahari bergerak merangkak dari arah timur ke barat secara perlahan. Jam berganti jam suasana langit sudah mulai berubah warna.
Langit sore sudah terpampang dengan sangat jelas dilangit Australia. Para karyawan sedang berbenah toko yang layaknya disebut perusahaan itu. Pukul lima sore semuanya sudah terlihat sangat bersih.
Dan waktunya pulang, semua karyawan sudah turun dan satu persatu dari mereka mulai meninggalkan toko berwujud perusahaan itu. Sonia, ia mengetuk pintu ruangan Allis. Dia berniat untuk mengingatkan bos-nya karena yah Allis memang sering melupakan waktu pulang.
Tok tok tok
"Mrs"
"Mrs"
Dua kali Sonia memanggil bos-nya tapi sayang tidak ada jawaban dari balik pintu tersebut. Ada semburat rasa khawatir yang timbul didalam hatinya. Lagi ia mengetuk pintu ruangan Allis.
"Mrs"
"Mrs, apakah kau didalam ?"
Sonia menggedor-gedor pintu ruangan Allis. Allis yang sedang tertidur pulas di mejanya pun terkejut akibat ulahnya. Allis buru-buru merapikan rambutnya lalu menjawab panggilan Sonia.
"Iya Sonia".
Allis ia membereskan tas jinjingnya, mia berjalan menggapai pintu dan membukanya terlihat Sonia berdiri didepan pintu ruangannya dengan wajah cemas. Saat Allis keluar dan terlihat baik-baik saja, Sonia menghembuskan nafas lega.
"Maaf, sepertinya saya tertidur tadi".
"Ahh iya Mrs tak apa"
"Apakah sudah waktunya pulang ?"
"Iya Mrs untuk itulah saya mengetuk pintu anda"
"Terima kasih Sonia, baiklah mari kita turun "
"Baik Mrs silahkan anda berjalan lebih dahulu saya akan mengambil berkas-berkas penting dan juga tas saya".
Allis ia menunggu Sonia didalam lift. Buru-buru Sonia merapikan berkas-berkas yang akan ia bawa karena ia merasa tak enak ditunggu oleh bos-nya sendiri.
"Mari Mrs".
"Hmm"
Setelah ia masuk kedalam lift ia dengan cepat menekan tombol angka satu. Lift berjalan dengan mulus, tak ada yang berbicara diantara meraka.
"Sonia apakah pesanan kita sudah mulai menyusut ?"
"Ahh sayang sekali Mrs, pesanan kita semakin banyak. Apakah kita mencari desainer lain Mrs supaya anda memiliki banyak waktu untuk beristirahat".
"Tidak, saya yang akan mengerjakannya sendiri"
"Apakah Mrs yakin ?"
"Tentu saja, jam 7 malam kirimkan semua pesanan klien kita ke email saya".
"Baik Mrs, akan saya kirimkan".
"Sonia apakah kau sudah menikah ?"
"Ah tidak Mrs, saya belum menikah"
"Kenapa ?, bukannya kau Sonia Natalias kau keturunan tuan Natalia bukan ?".
Allis sedikit kepo dengan kehidupan seorang Sonia Natalias. Karena setahu dia keluarga Natalia cukup terpandang sama seperti keluarga Jackson. Tapi kenapa nona muda keluarga Natalia ini bekerja dengannya.
"Setelah ada waktu luang baru akan saya ceritakan Mrs".
"Apakah kau memiliki masalah ?"
"Iya begitulah Mrs".
"T...".
Ting
"Mari Mrs saya antar kan anda menemui sopir anda".
Perkataan Allis tidak sampai akhir karena dipotong oleh lift yang berhenti. Lift itu berbunyi disaat terakhir. Sonia keluar lebih dahulu baru ia mempersilakan Allis untuk keluar.
Allis tersenyum melihat kelakuan sekretaris kepercayaannya. Sonia ia percaya sebagai tangan kanan di toko miliknya. Entahlah sampai 2 tahun terakhir ini ia tak tahu apa penyebab putri keluarga tuan Natalia itu pergi dari rumah istananya.
Tiga puluh menit didalam perjalanan pulang Allis akhirnya datang di rumah minimalis modern miliknya. Ia turun dari mobil dan langsung mendapatkan pemandangan yang setiap hari ia lihat.
Terlihat putranya Ethan sedang belajar menguasai ilmu bela diri, Taekwondo. Dia menggelengkan kepalanya, dia begitu ingat disaat putranya itu merengek meminta dicarikan guru untuk melatihnya.
Hingga ia mengalah karena sang pangeran kecilnya mendiamkan dirinya selama beberapa hari. Allis berjalan mendekati putranya yang sedang fokus menghapal gerakan-gerakan yang diajarkan oleh gurunya.
"Honey"
Allis memanggil putranya yang akan menangkis pukulan dari sang guru. Tapi sayang sekali Ethan langsung menoleh ketika ibunya memanggil.
Plak
Tangan sang guru terayun siap untuk memukul dan mengenai wajah Ethan. Ethan tersungkur diatas tanah dengan memegangi wajahnya. Allis berlari mendekati putranya dengan tergopoh-gopoh
"Are you oke honey".
"Aihh mommy menghancurkan semuanya"
"Maafkan mommy sayang"
"Sudahlah tak apa, tak sakit sama sekali"
"Benarkah ?"
"Hmm, lupakan. Mommy pergilah masuk untuk mandi tunggun Ethan sebentar lagi Ethan selesai".
"Apakah kau baik-baik saja sayang".
"Ohh ayolah mommy, Ethan baik-baik saja tak usah dipikirkan itu sudah biasa"
"Tuan apakah putra saya akan baik-baik saja ?"
"Ahh iya nyonya, putra anda baik-baik saja tenang saja nyonya".
Jawab sang guru dengan cepat karena ia merasa cukup takut karena muridnya, Ethan menatap tajam dirinya. Ia buru-buru menjawab pertanyaan ibu dari muridnya itu.
"Hmm baiklah mommy akan meninggalkan kalian"
"Tunggu Ethan untuk makan malam".
"Baiklah sayang, muahh"..
Allis mengecup sayang kening pangeran kecilnya baru ia berlalu pergi meninggalkan mereka. Lagi Ethan kembali untuk berlatih ia tak mau dikatakan lemah hanya karena sebuah tamparan kecil saja.
Pukul enam sore Ethan sudah selesai latihan. Ia berjalan masuk kedalam rumahnya, saat ia akan naik ke lantai dua tempat kamarnya berada tak sengaja matanya menangkap sosok malaikatnya didalam dapur sedang memasak.
Tak biasanya ibunya itu memasak sepulang bekerja. Ia tersenyum singkat lalu berjalan memasuki kamarnya. Ia mandi lalu kembali turun kebawah, tepatnya didapur tepat mereka akan makan malam.
Ia berjalan mendekati mommy-nya yang sedang menata makanan diatas meja. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir mungilnya. Ia hanya berjalan dan tetap stay cool.
"Sayang".
"Hmm".
Allis mendongak melihat wajah tampan putranya. Sesaat ia terpaku dengan warna ungu pada sudut bibir putranya. Lama ia melihat putranya dan dia ingat bahwa tadi putranya itu sempat dipukul oleh sang guru.
"Sayang apakah wajahmu begitu sakit ?"
"Now"
"Tapi wajahmu sedikit memar sayang"
"Sedikit, tidak banyak".
"Tapi tetap saja, itu akan terasa sakit"
"Now, bolehkah kita mulai makan ?"
"Ahh iya biar mommy ambilkan"
Allis menyiapkan makanan untuk putranya. Lalu menyiapkan makanan untuk dirinya sendiri. Setelah itu mereka mulai memakan makan malam mereka. Allis ia tak bisa menelan makanannya karena ia tak tega melihat luka pada wajah putranya.
Ethan dia menghentikan memakan makanannya kala ia tahu bahwa sang ibu sedang melamun melihat kearahnya.
"Mommy"
"Mommy"
Ethan memanggil ibunya hingga dua kali banyaknya. Tetapi Allis ia tak menyahut seruan putranya. Ia hanya diam melihat wajah putranya. Hingga Ethan turun dari kursinya lalu berjalan mendekati ibunya.
"Mommy are you oke"
Suara Ethan mengagetkan Allis dari lamunannya. Ia menatap kearah samping tepat dimana Ethan berada. Ia menangkup wajah putranya menggunakan kedua telapak tangannya. Lalu ia mengelus kecil sudut bibir putranya yang membiru. Terdengar suara ringisan kecil dari mulut mungil Ethan.
"Apakah ini sangat sakit ?".
"Now"
"Benarkah ?"
"Yes, tak sesakit hati mommy ketika di usir dari rumah grand mother and grand father".
"Honey"
Allis memeluk putranya dengan erat sesekali dia menghapus air matanya yang terus mengalir.
"Tunggu disini mommy akan mengambilkan kotak P3K".
Allis berlalu mencari kotak P3K didalam dapur. Ethan hanya diam ditempat ia berdiri tadi. Ia tak henti-hentinya mengawasi ibunya. Tak lama kemudian terlihat Allis kembali dengan membawa kotak P3K ditangannya. Ethan kembali duduk diatas kursi.
Allis dengan telaten mengompres sudut bibir putranya dengan menggunakan air hangat. Setelah itu ia mengeringkannya dengan tissu. Kemudian dia memberikan salep pereda nyeri pada sudut bibir putranya yang masih membiru.
Setelah dirasa cukup baru ia membereskan kotak P3K. Tanpa ia sadari sedari tadi Ethan hanya memperhatikan dirinya. Hingga tiba-tiba Ethan bersuara dan sukses membuat Allis membeku ditempatnya.
"**Mommy, where my Daddy ?"
Bersambung .
jangan lupa berikan
Like
komen
Ikuti author atau vote
Tekan favorit
Tips bintang lima
dan follow IG juga@Yuliyn1508
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa 🙏
Salam Hangat Author 😘
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh ✨**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments