Persaudaraan tidak harus satu darah
Persaudaraan ada karena ada rasa yang sama
Rasa yang saling berhubungan
Rasa memiliki karena senasib sepenanggungan
Persaudaraan tidak harus satu darah
Ikatan saudara ada karena terbiasa bersama
Mengalami hal yang sama
Dan juga berjuang bersama
Siapa saudaramu
Siapa yang peduli denganmu
Siapa yang mendukungmu
Dan siapa yang melindungimu
Tak perlu kamu tahu
Tak perlu kamu meragu
Saudaramu ada tanpa kamu minta
Selalu ada meskipun kamu tidak menyadarinya
*****
"Kak Alan..." Dinda tiba-tiba datang ke kamar Alan tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Tentu saja Alan terlonjak kaget dari tempat tidur karena tidak menyangka jika Dinda datang sepagi ini. Apalagi ini hari Sabtu, libur sekolah biasanya Dinda masih bergelung di ranjangnya tanpa ada yang bisa menganggunya.
Rumah Dinda memang tidak terlalu jauh dari rumah Alan di daerah Bintaro. Sepupunya tersebut tinggal satu kompleks dengan Alan, cuma beda beberapa blok saja.
"Ada apa? Tumbenan sepagi ini udah kemari!" tanya Alan masih dengan mode mata mengantuk.
"Ihhh... kak Alan!" kata Dinda merajuk. Dia yakin jika Alan hanya pura-pura masih mengantuk agar tidak di ganggu lagi.
"Hemmm...." jawab Alan tanpa memberikan respon. Bahkan Alan kembali berbaring tanpa peduli dengan wajah Dinda yang sudah cemberut sedari tadi.
"Kakak...!" Teriak Dinda lagi memanggil Alan agar tidak mengacuhkan kedatangannya pagi ini.
"Apa sih Din?!" kata Alan menggerutu dengan menggosok-gosok telinganya sendiri yang terasa mendengung akibat teriakan Dinda yang melengking.
"Temenin Dinda kak!" rengek Dinda sambil menarik-narik tangan agar Alan tidak kembali berbaring.
"Hari libur gini, bisa gak sih usilnya juga libur!" keluh Alan pada Dinda dengan mata sayu. Dia berharap agar Dinda mengerti jika dia masih dalam mode mengantuk.
"Ihhh... semua egois!" teriak Dinda sambil berdiri dari tempat duduknya dan menghentakkan kakinya kesal.
Alan yang sadar jika Dinda sudah tidak lagi bisa terkendali akhirnya bangun juga, kemudian berjalan mendekat ke arah Dinda.
"Temani kemana?" tanya Alan pelan. Dia tidak mau jika Dinda kembali kesal dan berteriak-teriak.
"Temani Dinda ke makam bunda!" jawab Dinda pelan sambil menundukkan kepalanya. Menyembunyikan air matanya yang sudah mulai menetes.
"Baik. Kakak mandi dulu ya!" Akhirnya Alan mengerti apa yang sedang Dinda rasakan sekarang ini.
Dinda sepupu Alan memang sudah di tinggal oleh bundanya sedari dia umur tujuh tahun. Ayahnya menikah lagi tiga tahun kemudian. Dan kini ibu tirinya sedang mengurus balita umur satu tahun. Tentu saja menjadi repot dan tidak bisa menemani Dinda lagi seperti dulu. Akhirnya Dinda merasa terabaikan dan keegoisan anak seusianya menjadikan dirinya menjadi seperti sekarang ini.
Alan di minta oleh ayah Dinda agar ikut menjaga Dinda saat disekolah. Ayah Dinda tahu jika anaknya sering membuat onar dengan keusilannya mengerjai teman-temannya.
Itulah sebabnya Alan meminta pada Anne yang ternyata saudara Anna, teman sekelasnya yang sering mendapatkan bullying di kelas agar tidak menghajar Dinda. Alan berjanji sebisa mungkin untuk melindungi Anna juga tanpa Dinda dan juga Anna sadari.
"Ayok... kakak udah siap!" ajak Alan setelah selesai mandi dan bersiap-siap. Dinda yang sedang menunggunya sambil menikmati makanan di meja makan tentu saja mengelengkan kepalanya. Dinda malah melambaikan tangannya untuk mengajak Alan makan terlebih dahulu.
"Sini kak, makan dulu. Nanti Tante marah kalau Dinda gak abisin!" Ajak Dinda dengan mengedipkan sebelah matanya. Alan hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku Dinda yang cepat sekali berubah-ubah.
Akhirnya Alan ikut nimbrung di meja makan. Menikmati sarapan pagi dengan di iringi celotehan Dinda yang tidak bisa berhenti begitu saja meskipun sedang dalam keadaan mulut penuh makanan.
*****
Di area pemakaman umum Tanah Kusir Jakarta Selatan.
Alan memarkir motor sportnya. Dinda yang duduk di bangku turun dengan bantuan Alan.
Tanpa sadar Dinda melirik mobil sport mewah yang terparkir terlebih dahulu di tempat tersebut.
Dinda terkagum dalam hati, namun segera buyar saat Alan mengandeng tangannya untuk segera berlalu dari parkiran tersebut. Mereka berjalan menuju seberang jalan ke toko bunga yang berderet sepanjang jalan depan pemakaman Tanah Kusir.
Sekarang Dinda berjalan beriringan dengan Alan. Di tangan kanannya, Dinda membawa sekeranjang bunga tabur. Sedangkan kanan kirinya membawa sebotol air untuk menyirami area makam bundanya.
Alan yang berjalan disampingnya tampak membawa sebuket bunga dan juga sebotol air yang sama seperti Dinda.
Mereka berdua berjalan menelusuri jalan setapak diantara makam-makam yang berderet rapi dan juga bersih.
"Bunda... Dinda datang" Dinda berjongkok dan menabur-naburkan bunga yang dia bawa di keranjang. Sedangkan Alan meletakkan buket bunganya di atas bunga taburan Dinda, dekat dengan nisan bertuliskan nama 'Ayuningtyas' bundanya Dinda.
Dinda terlihat khusuk sambil memejamkan matanya saat memanjatkan doa untuk bundanya yang sudah lama meninggal. Alan pun ikut khusuk, larut dalam suasana doa juga.
"Kak...!" Dinda memanggil Alan yang masih menunduk dalam doanya. Beberapa detik kemudian Alan baru mendongakkan kepalanya ke arah Dinda. Seakan meminta penjelasan tentang panggilannya yang tadi.
"Itu cowok yang ikut jadi tim basket kakak kemarin kan?" tanya Dinda pada Alan. Alan melihat ke arah dimana tangan Dinda sedang menunjuk pada seseorang. Disana, di sebelah kuburan yang terlihat lebih privasi tak jauh dari tempat mereka.
"Iya, itu Larry" jawab Alan pelan namun masih menunjukan jika dia pun ikut terkejut juga.
"Sedang ke makam siapa dia?" tanya Dinda lagi. Tapi Alan hanya mengeleng sebagai jawaban atas pertanyaan Dinda kali ini.
"Hai..." sapa Alan pada Larry yang sudah meninggalkan tempat makam yang dia kunjungi. Mereka berpapasan di jalan setapak yang ada di tengah-tengah area makam.
"Eh, hai juga!" Larry menjawab sapaan Alan dengan wajah terkejut namun segera kembali pada mode datar seperti biasanya.
Dinda dan Alan saling pandang sedangkan Larry menatap mereka dengan wajah biasa saja.
"Sedang berziarah ke makam siapa?" tanya Alan setelah mereka saling diam. Dia jadi penasaran dengan Larry yang selalu memasang wajah datar dan jarang berexpresi itu.
"Adek" jawab Larry pendek. Alan dan Dinda jadi merasa sungkan jika ingin bertanya lebih lanjut.
"Aku duluan!" Pamit Larry pada keduanya. Alan dan Dinda hanya mengangguk sebagai jawabannya. Mereka berdua saling pandang kemudian sama-sama melihat kearah jalan dimana Larry masih berjalan menuju parkiran.
Disana tampak Larry masuk ke dalam mobil yang sudah menunggunya bersama dua orang yang mirip bodyguard.
"Kakak tahu siapa dia?" tanya Dinda pada Alan yang masih terpaku pada tatapannya, padahal Larry sudah tidak ada di tempatnya yang tadi.
"Kak!" Seru Dinda mengagetkan Alan yang masih tertegun. Tentu saja ini membuat Alan terkejut.
"Apa sih Din... bisa gak kalau manggil itu gak ngagetin!" Alan menutup telinga kirinya karena tepat di sebelahnya Dinda yang tadi berteriak mengejutkan dengan memanggil namanya.
"Eh, kakak tuh yang terpesona sama si Larry atau siapa tadi... Aku kan yang tanya, malah di cuekin gitu sama kakak!" Dinda protes karena merasa diabaikan oleh Alan.
"Kakak tidak menyangka jika dia lebih dari dugaan kakak" kata Alan pelan seperti untuk dirinya sendiri.
"Maksud kakak?" Dinda bertanya dengan mengerutkan keningnya bingung. Dia tidak begitu jelas dengan apa yang sedang dikatakan oleh Alan.
"Ternyata dia bukan anak sembarangan" jelas Alan masih terpaku pada pandangannya ke tempat parkiran yang sudah kosong. Disana hanya ada motornya yang terparkir.
"Berarti mobil tadi yang aku lirik-lirik itu milik Larry ya kak?" tanya Dinda seakan baru sadar.
"Wowww...!" Dinda terkagum dengan apa yang sekarang ini sedang dia bayangkan seorang diri.
"Eh, gak usah kebanyakan halu. Ayok balik!" Ajak Alan dengan mengandeng tangan Dinda cepat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
🐾Ocheng🐾
hadir 👍👍👍 semangat✌
2021-11-11
0
Lisa Haruna(Izin hiatus guys)
thor semangat dan bc juga karyaku
2021-09-13
0
lineg boboo
hadir thor
2021-07-30
1