***
Devano keluar dari kamar mandi apartemennya. Ia bergegas menuju lemari. Mengambil sebuah kaos dan celana pendek kemudian segera memakainya.
Setelah selesai dengan ritual mandi sorenya ia menuju tempat tidur. Ia bersandar pada kepala tempat tidur kemudian mengambil ponselnya. Ia tersenyum begitu melihat foto seseorang di galerinya.
Entahlah ia merasa sangat aneh. Baru kali ini ia merasakan perasaan ini. Sudah lama ia tak pacaran lagi. Terakhir kali adalah waktu SMA. Itupun hanyalah sekedar cinta monyet. Selama ini ia tidak merasa tertarik pada gadis manapun. Tetapi pada gadis kecil ini berbeda. Ia menginginkannya supaya tetap dekat dengan dirinya. Ia selalu ingin menggoda gadis kecil itu. Melihat wajah polos yang menurutnya sangat lucu. Devano tersenyum kecil membayangkan wajah gadis kecil itu ketika sedang memajukan bibirnya. Ia tidak sabar menanti hari esok.
Ponselnya berbunyi. Devano memencet tombol hijau dan meletakkan ponselnya di telinga kirinya.
“Ya.”
“Tuan Devano…” Ternyata masalah pekerjaan.
***
“Hoaaaammm ..” Delima menguap. Semalam ia tidur larut karena keasyikan berjalan-jalan dan mengobrol bersama Nina. Delima sudah ada di kantornya dan saat ini sedang mengepel lantai depan ruangan Pimpinan. Sejak tadi ia terus menguap. Mengantuk.
Tak lama kemudian Bos dan asistennya datang menuju ruangan.
“Halo gadis kecil.” Wira menyapa sambil tersenyum ceria.
“Eh.. Em.. Selamat pagi, Pak Devano dan Pak Wira.”
“Ah jangan panggil aku Pak. Panggil aku Mas.”
PLAK
Devano menggeplak kepala Wira. “Sakit bos!”
“Jangan menggoda dia, Wir. Dia masih kecil!”
Delima hanya tersenyum kikuk.
Devano kemudian masuk ke dalam ruangannya. “Selamat bekerja, gadis kecil.” Wira tersenyum kemudian menyusul Bosnya ke dalam ruangan yang besar dan mewah itu.
Delima menatap pintu yang baru saja tertutup. Nanti sore ia harus pergi dengan bosnya. Tapi kemana? Dan kenapa harus dirinya? Bukankah OB dan OG lainnya juga ada? Kenapa bosnya itu selalu saja meminta dirinya? Delima menghela napas dan melanjutkan pekerjaannya.
***
“Kau bersungguh-sungguh akan mengajak gadis kecil itu, Dev?” tanya Wira
“Iya. Aku membawanya supaya Luna tidak melakukan hal-hal aneh padaku.”
Wira manggut-manggut mendengarkan alasan bosnya itu. Sebenarnya Wira tahu alasannya tidak hanya itu. Wira tersenyum kecil.
“Aku jadi ingat saat pesta ulang tahun Marvel. Luna terus mengekorimu, haha.” Wira tertawa renyah. “Sepertinya Luna memang menginginkanmu, Dev.”
“Tidak. Ada alasan lain.”
Wira mengeryit. Merasa penasaran.
“Luna menjadikanku sebagai bahan taruhan.”
“APA?”
Devano kemudian menceritakan semuanya kepada Wira bahwa Luna mendekatinya karena taruhan. Jika Luna kalah maka Luna harus membayar temannya-temannya sebesar lima ratus juta. Dan tantangannya adalah menjadikan Devano sebagai pacar Luna. Maka dari itulah Devano begitu tidak menyukai Luna.
“Aku mengerti.” Wira menghela napasnya. “Hari ini kau ada rapat jam sepuluh. Aku sudah menyuruh Deby menyiapkan semua yang dibutuhkan.”
“Baiklah.”
“Kau menyukai gadis kecil itu ya, Dev.”
Devano yang sedang menyeruput kopinya seketika terbatuk. “Apa maksudmu?”
“Lupakan saja pertanyaanku. Hahahaha.”
“Sialan kau.”
***
“Del. Bangun kenapa kau tidur?” Via membangunkan Delima yang ketiduran di ruang OB/OG.
“Jam berapa sekarang, Vi? Tadi aku sangat mengantuk.”
“Jam setengah empat sore. Aku piket hari ini jadi pulang terakhir. Teman-teman sudah mulai membersihkan ruangan lainnya sebelum semua pegawai pulang.”
Delima membelalakkan matanya. “APA?” dengan tergesa-gesa Delima menuju lokernya. Ia mengambil baju ganti dan segera menggantinya di dalam kamar mandi. Dua menit kemudian Delima sudah keluar kamar mandi. Ia mengambil tasnya dan segera menuju lantai 15.
“Gawattt. Pak Devano pasti marah padaku!”
Sesampainya di depan ruangan bosnya, Delima menarik napas. Ia masuk ke dalam ruangan yang pertama. Bu Deby sudah tidak ada di tempat. Sepertinya sudah pulang.
Delima berdiri di depan pintu ruangan. Demi mengepalkan tangannya merasa gelisah. Ia mengetuk pintu itu.
“Masuk.” Suara berat di dalam ruangan itu menyahut. Delima berdebar. Delima membuka pintu pelan kemudian masuk sambil menundukkan kepalanya. Baru saja ia akan bicara. Tangannya ditarik keluar oleh Devano. “Ikut aku.” Delima pasrah ketika ia ditarik keluar menuju lit khusus. Sesampainya diparkiran mereka telah dijemput oleh sebuah mobil.
“Masuk.”
“I-iya.” Delima bergegas masuk diikuti Devano. Mobil mewah itupun mulai berjalan meninggalkan kantor.
Diperjalanan Delima dan Devano hanya diam. Devano merasa kesal karena Delima terlambat. Sedangkan Delima merasa ketakutan. Takut bosnya marah. Tapi kemungkinan bosnya memang sudah marah padanya.
“Maafkan saya, Pak. Tadi saya ketiduran.”
“Hem..”
Delima menundukkan kepalanya. Matanya kemudian menatap keluar jendela. Sebenarnya dirinya akan dibawa kemana? Semoga saja dirinya tidak diculik!
30 menit kemudian mobil mewah milik Devano berhenti di depan sebuah butik. Ia masuk diikuti oleh Delima.
“Pilih pakaian yang kau suka.”
“Ya?” Delima menatap bosnya bingung.
“Pilih pakaian yang kau suka.” Devano mengulangi pekataan awal kemudian duduk di sofa yang disediakan.
“T-tapi untuk apa, Pak? Bapak mau bawa saya kemana? Kenapa saya harus membeli pakaian? Se-sepertinya semua pakaian di toko ini sangat mahal. Uang saya tidak mungkin cukup untuk membelinya.” Delima berujar khawatir. Ia tidak punya uang tapi dipaksa membeli baju. Padahal bulan depan ia harus membeli kompor dan *****-bengeknya.
“Cerewet sekali kau.” Devano mendengus kesal. “Pelayan!”
“Iya tuan.”
“Pilihkan baju yang paling bagus dan paling mahal! Urus gadis kecil ini sampai selesai. Aku tunggu hasilnya!”
“Baik Tuan”
“Persiapkan juga pakaianku.”
Pelayan mempersilakan Delima untuk mengikuti mereka.
“T-tapi, Pak! Saya mau diapakan?!”
“Aku menyuruh mereka memutilasimu!” Devano berucap ketus. Tentu saja ia hanya bercanda. Gadis kecil ini sungguh cerewet.
Delima begidik. Benarkah ia akan dimutilasi? Tidak mungkin! Jika benar ia akan melaporkan bosnya ke polisi!
2 Jam kemudian. Delima telah selesai dimutilasi. Ia keluar dari ruangan khusus dimana dirinya baru saja dimutilasi oleh para pegawai disana.
Devano juga sudah siap. Devano sangat menawan. Tubuh atletisnya dibalut oleh kemeja berwarna putih dan jas mahal. Dasi berwarna silver mengalung sempurna di lehernya. Sangat elegan.
Ketika Delima keluar dari ruangan khusus, manik kebiruan Devano tak sedikitpun beralih. Ia menatap intens gadis didepannya.
Delima juga sama. Dirinya terkagum-kagum dengan pria tinggi dan gagah didepannya. Tubuhnya lumayan besar dan juga tinggi. Delima hanya sebatas dadanya saja. Mungkin jika laki-laki didepannya memeluknya ia akan tenggelam dalam pelukannya. Delima menggeleng-gelengkan kepalanya. Mengusir pikiran tak senonoh yang ia tujukan pada bosnya.
Delima menunduk malu. Apakah dia sangat jelek? Sampai-sampai bosnya menatapnya seperti itu.
Devano tersadar dari terkesimanya. “Pilihkan tas yang cocok dengan bajunya. Ah. Sepatunya juga.”
Pelayan disana dengan cekatan memilihkan tas dan sepatu yang dibutuhkan.
“Anu… Kak. Saya tidak bisa memakai sepatu terlalu tinggi seperti itu. Nanti kalau saya jatuh bagaimana, Kak?”
“Baik, Nona. Akan saya pilihkan yang lain.”
Baik Devano maupun Delima telah siap. Mereka berdua masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu.
“Pak, sebenarnya kita mau kemana? Kenapa saya didandani begini? Bapak kan tahu saya hanya *Office Girl. *Saya tidak punya uang untuk membayar ini semua. Saya..”
“Kau cerewet sekali. Kita akan ke rumah Marvel. Dan semua yang melekat di tubuhmu aku yang membayarnya tenang saja.” Nada bicara Devano terdengat begitu sebal karena Delima terlalu cerewet! Delima pun akhirnya diam. Ia menurut. Daripada dipecat kan?
30 menit kemudian sampailah Devano dan Delima di mansion keluarga Marvel. Delima terkagum-kagum dengan kemegahan mansion itu.
‘Jadi rumahnya orang kaya seperti ini ya. Sangat besar! Aku juga ingin punya rumah seperti ini!’
Devano menggandeng tangan Delima dan mengajak masuk gadis kecil yang masih terkagum-kagum.
“Dev.” Luna memanggil Devano dengan nada manja sambil berjalan mendekati.
“Kenapa kau mengajak gadis ini, Dev?” tanya Luna. Namun Devano hanya diam. Ia menarik tangan Delima dan berjalan ke arah pemilik acara, meninggalkan Luna. Luna menatap Devano kesal karena diacuhkan.
“Devan!” Seorang wanita paruh baya di samping Marvel memanggil Devano.
“Halo, aunty. Selamat ulang tahun.”
“Terimakasih, Devan.” Tatapan wanita paruh baya itu menuju seorang gadis kecil yang digandeng oleh Devano.
“Ini siapa, Dev?”
“Bukannya dia Office Girl di kantormu, Dev?” Luna tiba-tiba bersuara. Delima hanya menunduk. Ia malu karena dikatai sebagai Office Girl. Tapi Delima sadar, dia memang seorang Office Girl kan?
“Mom, namanya Delima. Dia bekerja di kantor Devan.” Marvel akhirnya bersuara.
“Halo, Nak Delima.” nyonya Almira, Ibu Marvel menyapa Delima lembut. Delima mengangkat kepalanya menatap wanita cantik didepannya. Almira terdiam. Ia terus menatap Delima. ‘Mata itu. Aku seperti mengenalnya.’
“Halo, tante. Saya Delima.” Delima menyapa Almira dengan senyum manisnya.
“Siapa ini, Devan?” Dirga bertanya pada Devano.
“Dia…” Baru saja Devan akan menjawab, namun kata-katanya
dipotong oleh Luna.
“Dia itu hanya Office Girl di kantornya Devan, tante. Aku benar-benar tidak habis pikir kenapa Devano mengajaknya.”
Devano menatap Luna tajam. Ia marah. Ia marah karena dengan seenaknya Luna menghina Delima didepan keluarga Marvel.
Delima mengepalkan tangannya. Kepala cantiknya kembali menunduk dalam. Benar. Dirinya memang tidaklah pantas berada disini.
“Luna, bisakah kau diam? Terserah Devano mau mengajak siapa. Pesta ini terbuka untuk siapapun.” Marvel juga jengah karena Delima terus-terusan dipojokkan oleh Luna.
“Dia kekasihku.”
Delima menatap Devano dengan tatapan kaget. Tidak! Delima yakin, Devano pasti hanya pura-pura. Iya pura-pura.
***
Delima duduk di sebuah kursi sambil meminum jusnya. Devano bilang ia akan pergi bersama Marvel dan Wira sebentar. Sehingga akhirnya dia sendirian. Ia bingung karena tidak pernah mengikuti pesta di tempat orang kaya. Dulu jika di kampung, pesta paling ramai adalah pesta pernikahan. Ini pesta ulang tahun namun mewahnya melebihi pesta pernikahan di kampungnya.
“Hei kau..”
Delima tersentak kaget. Dirinya spontan berdiri didepan wanita yang berdiri didepannya.
“Kau jangan berharap mendapatkan Devano.”
Luna memegang baju bagian perut Delima. Kemudian melepasnya kasar. “Cih. Berapa banyak Devano membayarmu?”
“Ti-tidak. Saya tidak…”
“Cih. Dasar murahan. Gadis kampung sepertimu itu tidak pantas bersanding dengan pewaris tunggal Perusahaan Wijaya, kau tahu.”
Mata Delima berkaca-kaca. Baru kali ini dia dihina seperti ini. sejak kecil Delima tidak pernah dihina oleh siapapun. Neneknya menjaganya dengan baik.
“Apa yang kau lakukan, Nona Luna.” Luna tersentak kaget mendengar suara di belakangnya.
“De-Dev? A-aku..”
“Beraninya kau menghina kekasihku!”
Devano menatap Delima yang menangis diam. Kemudian menatap Luna sangat tajam. “Pergi kau dari sini.” Suara Devano begitu menakutkan di telinga Luna.
“Tapi, Dev.”
“Aku bilang pergi, sebelum aku balik mempermalukanmu.”
Luna mengepalkan tangannya dan pergi dari sana dengan emosi yang membuncah.
“Delima..”
“Dia benar, Pak. Saya hanya gadis kampung. Dan saya tidak pantas berada disini.” Suara Delima bergetar.
“Devan. Ada apa?” Almira mendatangi Devano dan Delima yang sedang menangis.
“Aunty. Maaf. Sepertinya aku harus pamit sekarang.”
Almira menepuk bahu Devano pelan. “Tidak apa-apa, Devan. Terimakasih sudah datang dan mengenalkan kekasihmu.” Almira tersenyum kemudian beralih menatap Delima yang masih menunduk dalam.
“Nak Delima jangan menangis, hm? Sudah, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Jangan dengarkan kata-kata Luna tadi ya.” Almira menenangkan Delima. Tangannya mengusap air mata yang turun di pipi Delima.
Delima mengangguk.
“Te-terimakasih, tante.”
Almira tersenyum. “Cepat bawa Delima pergi dari sini, Devan.”
“Baik Aunty. Devano permisi dulu.”
Devano meninggalkan pesta dengan menggandeng tangan Delima lembut menuju mobilnya.
Sesampainya dimobil mereka berdua masuk ke dalamnya. Ternyata sopirnya belum datang. Devano memasangkan sabuk pengaman pada Delima.
“Hiks..”
Devano menatap Delima. Ia memegang dagu Delima, mendongakkan kepalanya supaya mentapnya. Tangan besar Devano mengusap air mata Delima yang masih mengalir.
“Jangan menangis..” Devano berkata lirih sebelum menempelkan bibirnya di atas bibir Delima.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
APA ALMIRA GK BSA NILAI WAJAH DELIMA YG PASTI MIRIP DIA ATAU SUAMINYA SI DIRGA..
2023-08-01
0
Nurria Ria
visualnya tdk seperti bule
2021-05-25
1
Supatmi Ari
ayo lanjutkan thor,,,,,
2021-05-25
0