Chapter 3

Mohon maaf jika alurnya amburadul. Ini pertama kalinya saya menulis.

***

“Selesai!” Delima tersenyum puas melihat hasil kerjanya. Ia sesegera mungkin merapikan peralatan kebersihannya dan keluar dari ruangan bosnya. Ia harus segera pergi sebelum bosnya datang seperti kemarin.

Setelah meletakkan alat kebersihannya, ia segera kembali ke ruangan tempat OG dan OB beristirahat. Delima mengambil berkas-berkas yang harus ia setorkan kepada Bu Viana.

“Bu Viana. Maaf saya terlambat mengumpulkan berkasnya. Tadi saya membersihkan ruangan Pak Devano terlebih dahulu sebelum beliau datang.” Delima memberikan berkas yaang diminta oleh Bu Viana.

“Tidak apa-apa, Del. Terimakasih ya. Kau boleh bekerja lagi.”

“Sama-Sama, Bu Viana. Saya juga berterimakasih. Permisi.” Delima keluar dari ruangan Bu Viana. Kemudian bersiap melakukan pekerjaan lain. Tak lama kemudian Wira mendatangi Viana.

“Ada yang bisa saya bantu, Pak Wira?”, tanya Viana.

***

“Ini datanya, Dev. Aku memintanya dari kepala OB dan OG disana.”

“Oke..”

“Kenapa tiba-tiba kau meminta data gadis kecil itu, Dev?” Wira bertanya dengan nada heran.

Devano hanya tersenyum misterius. ‘Dasar curut!’' batin Wira

“Aku mau pergi saja dari sini. Suasananya sungguh tidak mengenakkan.” Wira bergidik. Kemudian berjalan keluar. Ia ingin membeli kopi kesukaannya di bawah.

Devano membaca berkas itu satu per satu. “Delima… 20 tahun. Perempuan. WNI ..” gumamnya.

Saat Devano sedang serius membaca berkas milik Delima, Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. “Masuk.”

“Pak Devano. Nona Luna ingin menemui anda.”, Deby sekretaris Devano memberikan informasi kedatangan Luna.

Luna adalah salah seorang  model terkenal yang dikontrak oleh Perusahaan Wijaya dalam bidang busana. Ia sangat cantik, tinggi dan tubuhnya seksi. Semua orang yang bekerja di perusahaan milik keluarga Wijaya tahu jika Luna sangat menyukai bosnya itu. Namun Devano tidak menyukai Luna.

“Suruh dia masuk.”

“Baik, Pak.”

Seorang wanita cantik masuk ke ruangan Devano. Ia berjalan dengan anggun.

“Hai. Dev. Bagaimana kabarmu hari ini?”. Devano melirik Luna sebentar kemudian kembali fokus pada kertas dihadapannya.

“Katakan apa yang ingin kau sampaikan.” Ucap Devano dingin.

“Dev. Kenapa kau tidak bisa menerima cintaku sampai sekarang? Kau masih saja bersikap dingin padaku.”

Devano berhenti membaca dan melihat ke arah Luna. “Sudah selesai? Kau boleh keluar sekarang.”

“Dev? Kau mengsirku?”

“Permisi, Pak. Ini kopi yang anda minta.” Seorang Office Girl tiba-tiba masuk ke dalam ruangan.

Luna diam saja dan melihat seorang Office Girl itu meletakkan secangkir kopi di meja Devano. Luna mendelik tidak suka ketika matanya melihat Devano menatap gadis itu sampai keluar kembali dari ruangannya.

“Dev…”

“Kau sudah selesai kan? Kau boleh pergi, Luna. Aku sedang sibuk. Apa kau tidak bisa melihat?”

“Tapi..”

Devano menatap Luna tajam. “Baiklah aku akan keluar. Lihat saja nanti. Aku akan terus berusaha, Dev.” Kemudian Luna langsung berbalik dan keluar dari ruangan Devano.

Ini masih pagi. Dan Luna sudah menghancurkan moodnya. Ia sungguh tidak menyukai wanita itu. Devano pernah memergoki Luna yang sedang mengobrol dengan kekasihnya di dekat gudang perusahaannya. Tujuan Luna mendekatinya bukanlah tanpa alasan.

“Dev. Kau kenapa?” Wira yang baru datang bertanya kepada Devano yang sedang memijit batang hidungnya.

“Tidak apa-apa.”

Wira hanya mengeryitkan keningnya kemudian duduk di sofa ruangan itu. Menyeruput es nya dengan tenang sambil bermain ponsel.

“Wir. Kapan pesta ulang tahun ibu Marvel diadakan?”

“Bulan depan, Dev. Kau mau datang sendirian? Atau mengajak Luna?” Wira menaik turunkan alisnya menggoda Devano.

“Cih. Lebih baik aku pergi dengan monyet daripada dengannya!”

***

Satu bulan kemudian

Tak terasa sudah satu bulan Delima bekerja di perusahaan Wijaya. Gaji pertamanya sudah ia terima kemarin dari Bu Viana. Jam menunjukkan pukul sembilan pagi. Hari ini weekend dan dia libur bekerja tentunya. Weekend seperti ini biasanya ia manfaatkan untuk berjalan-jalan. Hari ini ia pergi tidak ditemani Nina. Nina bilang ia harus mengantar ibunya ke rumah neneknya di luar kota.

Delima memakai celana jeans yang baru dibelinya kemarin sepulang kerja. Ia juga memakai kaos berwarna putih, dan sepatu kets barunya yang berwarna putih. Sangat simple namun Delima terlihat cute dengan rambut hitam sepunggungnya yang digerai. Ia menambahkan jepit rambut warna warni di sisi kiri rambutnya. Ia menyambar tasnya dan kemudian keluar dari kontrakannya dan mulai berjalan kaki menjauh. Entahlah. Dia hanya ingin berkeliling. Ia ingin refreshing!

“Ah segarnya…” Delima duduk di sebuah taman sambil memakan ice creamnya. Sudah sekitar 30 menit ia berjalan dari kontrakannya.

Sebulan di Kota J namun Delima masih bingung. Maka dari itu ia mencoba berjalan-jalan supaya lebih mengenal kota rantaunya. Delima mengambil ponsel yang baru ia beli kemarin. Kata Nina, ponsel lamanya sudah jadul dan Nina menyarankan membeli yang baru. Uangnya tidak cukup untuk membeli yang baru, tapi untung saja uang di rekeningnya masih cukup untuk membeli ponsel second. Delima membuka aplikasi camera dan mencoba mengambil selfie dengan ponsel barunya. Setelah selesai ia kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas.

Delima menikmati semilir angin di taman itu. Mencoba menghilangkan rasa sebalnya selama sebulan ini pada perlakuan Bosnya kepada dirinya. “Hhh.. Pak Devano itu sangat menyebalkan. Bisa-bisanya dia menyuruhku ini itu. Padahal kan karyawan lainnya juga masih banyak yang menganggur. Seharusnya aku mendapatkan gaji tambahan!” Bibir Delima mengerucut. Delima mengambil tissue dari tasnya namun ada yang terjatuh. Ia memungutnya.

“Eric Stephenson. Aku sampai lupa mencari orang ini karena terlalu sibuk bekerja.”

“Delima?” seorang pria memanggil Delima dari kejauhan.

“Kak Marvel?” gumam Delima. Ia menyimpan kartu nama itu ke dalam tasnya kembali.

Marvel menghampiri Delima yang sedang duduk di kursi taman sendirian. Kemudian ia duduk di samping Delima.

Delima dan Marvel mengobrol banyak. Tapi sepertinya hanya Marvel yang aktif bertanya. Delima hanya menjawab sekenanya.

“Kak Marvel.”

“Ya?” Delima menatap Marvel ragu.

“Bolehkah… Bolehkah aku bertanya?”

“Tentu saja boleh.” Marvel senang karena ini pertama kalinya Delima berinisiatif untuk bertanya.

Delima mengambil sebuah kartu nama dan memberikannya kepada Marvel. Kening Marvel mengeryit membaca kartu nama tersebut. “Apakah kak Marvel mengenal orang bernama Eric Stephenson?”

“Ya, aku mengenalnya, Del. Dulu dia adalah musuh perusahaan keluargaku.”

“Benarkah? Dimana sekarang orangnya kak?” Delima bertanya antusias.

“Sudah lama meninggal, Del. 17 tahun lalu.” Senyum Delima menghilang. Ia menunduk sedih.

“Dia adalah orang yang sangat jahat pada keluarga kami. Namun keluarganya sekarang sudah pindah ke Inggris. Keluarga kami yang menyuruhnya.”

“Oh begitu.. Terimakasih kak.”

“Hemm. Memangnya kenapa kamu tiba-tiba bertanya tentang Eric?”

“Tidak apa-apa kak.” Delima tersenyum kepada Marvel. Marvel mengusap kepala Delima. Usapan itu membuat Delima kaget dan semakin kikuk pada Marvel.

“Marvel?!”

“Lho. Devan? Sedang apa kau disini?”

***

Delima terus saja mengerucutkan bibirnya. Marvel tadi pamit pulang karena ibunya menelpon. Sekarang tinggallah ia dan Devano di taman itu.

“Kenapa kau cemberut seperti itu? Kau tahu tidak? Bibirmu itu sudah seperti mulut bebek.”

Delima mendelik. “Bapak kok bisa disini sih? Menyebalkan sekali.”

“Memangnya kenapa? Tadi aku hanya numpang lewat saja.”

Delima mendengus kesal. Weekendnya hancur total karena kedatangan Devano. Tapi bagaimana lagi. Devano sudah disini. Mau tidak mau.

“Tunggu disini.” Devano pergi ke arah sebuah cafe di seberang jalan. Delima menatap tubuh tegap itu ketika berjalan menuju café. Kalau boleh jujur, sebenarnya Devano sangat tampan. Badannya juga bagus. Sepertinya bosnya itu rajin berolahraga. Kadang Delima ingin sekali menyentuh lengan brotot milik Devano……… “Aaaah tidak- tidak. Apaan sih..” Delima menggelengkan kepalanya. “Dia menyebalkan.” Sepuluh menit kemudian Devano kembali dengan dua gelas es kopi di tangannya.

“Ini untukmu.”

“Tidak usah tadi saya sudah memakan ice cream.” tolak Delima

“Jika tidak mau kau akan kupecat.”

“APA?”

***

Delima menyeruput esnya dengan sebal. Ia menatap Devano dengan tajam. Sedangkan yang ditatap hanya cuek sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling taman. Disana banyak anak-anak yang sedang bermain dengan orang tuanya. Ada juga yang sedang piknik. Weekend memanglah menyenangkan.

“Tadi kalian mengobrol apa?” Devano membuka obrolan.

“Siapa? Aku dan Kak Marvel? Bukan apa-apa. Tidak penting kok, Pak.”

“Kak? Kau memanggil dia Kakak sedangkan kau memanggilku bapak?! Aku seumuran dengannya!” suara Devano meninggi. Ia menatap Delima dengan tatapan tajam.

“Anda terlihat lebih tua dari kak Marvel!”

“Kau sudah berani bicara tidak sopan padaku? Aku bosmu!”

Devano mulai merasa panas. Ia semakin menatap tajam Delima disampingnya yang sedang menatap ke depan. Entah kenapa ia emosi. Hanya karena Marvel mengusap kepala Delima dan Delima memanggil Marvel dengan sebutan Kakak. Devano tiba-tiba berdiri dengan dada yang naik turun karena emosi membuat Delima ikut berdiri karena kaget. Devano menatap Delima tajam membuatnyabergidik. Devano memegang kedua bahu Delima. Ia mendekatkan kepalanya pada Delima.

“Ba-bapak mau apa?” Delima panik. Ia panik karena kepala Devano mendekat ke arahnya. Kepala Devano berhenti sekitar 10 cm dari wajah Delima.

“Kau…..” Setelah mengatakan itu, Devano menghela napasnya kasar. Ia berbalik dan berjalan menjauhi Delima yang masih shock.

“Pak Devano itu aneh.” Delima berujar polos. Ia mengangkat tangannya ke dada. Ia berdebar. Entah karena apa. Delima kemudian pergi dari taman itu untuk kembali berkeliling sambil menyedot es kopi yang dibelikan oleh Devano tadi.

***

Devano menatap kepergian Delima dari mobilnya. Ia masih emosi. Ia mengusap wajahnya kasar. Entah kenapa sejak pertama kali melihat Delima, ada yang aneh dalam dirinya. Ia ingin gadis itu tetap dekat disekitarnya. Tadi dia hanya sedang ingin pergi ke apartemen Wira. Namun ketika perjalanan ia melihat Marvel dan Delima sedang mengobrol di taman. Ia emosi ketika Marvel mengusap kepala Delima.

“Ada apa denganku.”

Devano menyalakan mobilnya dan memutuskan kembali pada tujuan awalnya. Apartemen Wira.

***

“Siap… Hei.. Hei apa-apaan ini?” Wira kaget karena ketika pintu apartemennya terbuka Devano langsung masuk ke dalam.

Devano langsung menjatuhkan bokongnya ke sofa di ruang tamu apartemen Wira. Ia menghela napasnya kasar.

“Kau kenapa, Dev?” Wira bertanya pada Devano karena merasa ada yang aneh dengan sahabatnya.

“Aku tidak tahu..”

“Apa maksudmu? Akhir-akhir ini kau semakin aneh saja.”

“Diam kau.”

Wira menggelengkan kepalanya. Kemudian ia menyalakan televisi yang tergantung di tembok apartemennya.

“Lusa adalah ulang tahun ibunya Marvel. Kau akan mengajak Luna? Dia sudah menawarkan dirinya tadi pagi.” Wira berujar sambil tersenyum geli.

“Berhenti membicarakan wanita ular itu, Wir. Aku sungguh malas jika sudah berhubungan dengan dia.”

“Baiklah. Baiklah. Aku mengajak siapa ya? Hah. Aku sedih sekali jika ada pesta seperti ini. Orang-orang pasti menanyakan pasangan. Apalagi ibuku.” Wira berujar sedih. Ah jadi jomblo tersiksa juga ya.

Devano menatap atap apartemen Wira. Menerawang. Apakah ia akan pergi sendiri lagi? Tapi kenyataannya memang benar kan? Ia tidak memiliki kekasih lagi sejak lulus SMA. Ia terlalu fokus pada sekolah dan pekerjaannya. Sebenarnya Wira pernah berkata bahwa banyak sekali wanita cantik yang menyukai dirinya. Namun dirinya tidak peduli. Ia tidak merasa tertarik pada mereka. Pada akhirnya sampai umur 28 tahun ini dirinya masih jomblo saja.

***

Delima turun dari bus yang ia tumpangi. Ia berjalan dari halte pemberhentian ke tempat kerjanya. Hari ini ia agak kesiangan. Namun masih belum terlambat jika untuk membersihkan ruangan pimpinannya.

Setelah sampai ke ruangan ganti. Delima lekas mengganti baju kasualnya dengan pakaian kerjanya. Teman temannya mungkin sudah melaksanakan pekerjannya masing-masing karena ruang gantinya memang sudah kosong.

Delima bergegas menuju ke lantai 15. Sudah sebulan ini ia selalu mebersihkan ruangan Devano. Devano yang memintanya. Bahkan dia menyuruh Bu Viana supaya Delima yang membersihkan ruangannya setiap hari.

“Selesai juga. Untung saja ruangan Pak Devano selalu rapi jadi tidak pelu susah-susah membersihkannya. Hehe.” Delima terkikik.

Ia keluar dari ruangan Devano dan turun ke lantai 12 untuk membersihkan lantai disana. Sesampainya disana ia melihat keributan di sebuah ruangan pemotretan. Delima tetap fokus mengepel lantai namun suara berisik di ruangan itu sangat keras dan sampai ke telinganya.

“Bagaimana ini? Apa tidak ada model yang bisa menggantikan?” Seorang pria yang kemungkinan mengatur pemotretan bertanya dengan nada khawatir kepada anak buahnya.

“Tidak ada, Pak. Semua model sedang ada jadwal masing-masing!”

“Tolong usahakan cari model yang bisa menyempatkan. Pemotretan harus selesai hari ini juga!”

Delima yang mendengar keributan itu begitu heran. Ternyata bekerja di perusahaan tidaklah mudah. Banyak sekali tantangan. Delima mengira orang-orang yang bekerja di perusahaan sangat menyenangkan. Mendapat gaji yang besar. Seperti yang dikatakan ibu-ibu di kampungnya dulu.

Delima masih megepel lantai sampai tiba-tiba ia ditarik paksa oleh seseorang.

“Eh? Pak kenapa ada apa?” Delima bertanya kaget karena dia ditarik ke dalam ruangan pemotretan.

“Pak. Coba dandani dia!”

Seorang pria menatap Delima dari bawah sampai atas.

“Maksud bapak apa?” Delima masih bingung.

“Lumayan juga. Joe! Coba kau dandani dia. Dia akan jadi model sementara!”

“T-tapi saya harus bekerja pak! Tidaaaak…” Delima tetap ditarik ke sebuah ruangan yang lebih kecil berisi banyak gaun dan alat make up.

“Kau duduk disini! Dan diamlah aku harus fokus dan cepat!” kata pria yang bernama Joe. “Baiklah. Mari ubah bocah ini menjadi angsa yang cantik!”

****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!