Pintu kamar Vim untungnya terbuat dari kaca yang tebal dan tidak mudah pecah sehingga tidak hancur terdorong dan tertekan oleh Laras dan sepedanya yang oleng. Laras menutup pintu itu kembali dan berjalan memutar ke halaman belakang sambil menuntun sepedanya.
Selesai meletakkan sepeda di gudang sepeda, Laras menemui bibik tukang masak. Bibik dibantu oleh dua orang anak buahnya.
Laras menyusun piring untuk mereka yang bekerja di situ. Dengan begitu nanti ia hanya mengangkat nasi, sayur dan lauknya saja ke meja makan khusus untuk para pekerja.
Mengisi waktu kosong yang ada Laras melanjutkan pekerjaannya melukis kain seperti yang ibunya lakukan. Laras berkreasi sendiri mengikuti imajinasinya. Motif flora dan fauna dituangkan Laras pada kain itu. Sengaja Laras
membawanya dari rumah karena belum selesai dan sekarang tinggal seperempat bagian lagi yang harus diisi dengan motif.
Vano yang mendapati Laras di depan paviliun menghampirinya.
Memperhatikan sejenak lalu menyapa Laras.
"Kau berbakat sekali mengerjakan ini."
Laras sedikit terkejut mendapati Vano berada di sampingnya.
"Aku suka melakukannya."
"Aku bahkan dua jam duduk di depan peralatan itu, tidak menemukan ide apapun."
"Kau kan laki-laki mas dan bakatmu ya bukutangkis, bukan melukis seperti aku."
"Mungkin juga. Mami pasti senang mengetahui ini. Kau sangat cocok meneruskan usaha mami."
"Aku senang dibutuhan di sini.
Bisa membantu saja sudah cukup menambah ilmu dan kemampuan
ku."
"Bagaimana dengan kuliah?"
"Kalau ada rezeki mas tapi tahun depan."
"Tahun depan mami akan membantumu. Tenang saja."
Kali ini Vano sudah duduk berjongkok di sebelah Laras. Laras merasa kurang enak sebab di sekitar mereka banyak orang yang sedang bekerja di rumah itu.
Laras merasa sungkan meskipun bukan rahasia lagi bila Laras dan Vano sudah dijodohkan sedari kecil.
"Ikut aku yuk ke rumah temanku sekalian kita putar-putar."
"Aku masih ada kerja membantu bibik menyiapkan hidangan. Lain kali saja mas."
"Ya sudah kalau begitu. Ras bikinkan aku sketsa ya, potoku di nakas kamar. Ambil ya yang."
Tangan Vano menyentuh paha Laras. Ada sengatan hangat terasa di sana bagi mereka berdua. Pipi Laras merah merona. Hitungan detik saja lalu Vano berdiri lagi meninggalkan Laras.
Adegan itu tertangkap oleh Vim yang berjalan melalui paviliun hendak menemui bibik. Vim segera mengalihkan pandangan sekaligus menepis rasa yang mampir di relung hatinya. Entah rasa apa namanya.
"Laras kau masih ada kerja? Kapan mau membantuku membereskan barang?" panggil Vim dengan suara baritonnya.
"Masih mas, nanti siang jam dua ya."
"Ya aku tunggu."
Laras mendongakkan kepala melihat jam dinding. Sudah hampir pukul dua belas kurang tiga puluh menit. Ia membereskan peraralatanya dan meletakkan di meja yang biasa Laras gunakan menerima dan mencatat setoran kain panjang.
Bergegas menghampiri Bibik dan mendengar instruksi bibik makanan mana saja yang harus Laras susun di atas meja makan para pekerja.
Setelah selesai Laras memasuki kamar Vano. Sesuai perintah empunya untuk mengambil poto Vano di nakas. Laras memandang sekeliling. Dibandingkan dengan kamar Vim, kamar tidur Vano lebih cerah dengan polesan cat biru tua dan biru muda. Sedangkan kamar Vim terdiri dari warna hitam dan putih.
Tidak ada yang perlu Laras kerjakan lagi. Sekarang Laras mendatangi Vim yang memerlukan bantuannya.
Laras mengetuk pintu kamar meminta izin.
"Mas Vim aku masuk."
"Masuklah."
"Apa yang bisa kubantu mas?"
"Kotak itu dekatkan ke sini."
Perintah Vim sambil menunjuk kardus bekas berukuran sedang di sebelah pintu kamar mandi. Laras melaksanakan perintah. Dia tidak ingin berkata-kata agar pekerjaan itu cepat selesai nantinya.
"Ini kamu masukkan ke dalam kardus. Pakai disusun biar muatnya banyak."
Laras menurut saja. Gampang cuma memasukkan ke dalam kardus saja. Apa susahnya.
Vim mengeluarkan pakaian lamanya yang sudah tidak muat dan yang tak ingin dipakai lagi. Lumayan bagus menurut Laras. Seandainya saja Laras punya adik lelaki, pasti Laras akan meminta pakaian-pakaian itu untuk adiknya.
"Mau dikemanakan semua ini mas?"
"Bukan urusanmu. Kerjakan saja sampai selesai."
Laras menarik nafas dalam. Ketus amat sih.
" Sepedamu siapa yang perbaiki?"
"Belum ada mas. Laras letakkan di gudang."
"Ya biarkan saja. Kau bisa menggunakan motor."
Handphone Vim berdering dan Vim mengangkatnya.
"Hallo. Oke aku ke sana. Uangnya aku transfer nanti."
Vim memasukkan hp ke dalam saku celananya.
"Kau lanjutkan isi kardus yang satunya dengan barang-barang di laci itu yang paling bawah. Aku mau menemui seseorang sebentar. Kau tidak perlu mengangkat kotak itu. Mengerti?"
" Aku mengerti. Lanjutkan saja urusan mas."
Ketiadaan Vim di situ membuat Laras lebih leluasa bekerja. Laci yang disebut Vim tadi telah dibuka Laras. Terdapat barang-barang lama di situ. Semua barang khas lelaki kecuali satu barang yang menghentikan tangan Laras dari memindahkan barang-barang itu.
Kertas kusut dan lusuh menarik perhatian Laras. Ia membuka gumpalan kertas itu dan terlihat oleh penglihatan Laras sebuah poto dengan tulisan menggunakan spidol. Brengsek Aurora dalam bahasa asing. Laras tahu artinya.
Jadi inilah Aurora yang pernah disebut Pak Satpam malam itu. Bekas pacar Vim. Sangat cantik wajar saja jika Vim kesulitan melupakannya.
Laras berhenti sebentar dan lanjut mengeluarkan semua isinya, memindahkan ke dalam kardus. Laci telah bersih dan Laras mulai merasakan ngantuk. Ia menguap beberapa kali. Saat ini memang waktunya tidur siang. Laras merasakan AC ruangan tidak cukup membuat Laras nyaman. Panas terasa di ruangan itu. Suhu ruangan ditambahkan menjadi lebih dingin lagi.
Sepertinya tempat tidur Vim empuk sekali. Laras ingin mencoba mendudukinya. Empuk mana dengan kasur Laras di kamar sebelah. Ternyata lebih empuk punya Vim. Laras memang belum sempat membersihkan kamar itu, masih berserakan di sana sini.
Suhu kamar menjadi lebih nyaman sekarang. Keringat Laras sudah tidak ada lagi. Kini Laras sudah membaringkan tubuhnya di kasur dengan maksud untuk membebas
kan tubuhnya dari rasa pegal. Kenyamanan membuat mata Laras meredup dan semakin berat untuk dibuka. Laras terlelap di situ.
Kehadiran Vim tidak disadari oleh Laras. Vim terkejut dan menutup pintu dengan pelan tapi ia tidak sampai hati membangunkan Laras. Pasti Laras kecapean.
Vim mendekati Laras. Dia memperhatikan wajah tanpa beban itu. Seketika hasrat Vim muncul. Sudah terlalu lama hati Vim dingin dengan perempuan. Baru Laras yang bisa menghangat
kan jiwanya kembali.
Dia membenarkan posisi Laras agar kedua kaki Laras tidak menggantung. Bukannya tersadar Laras malah semakin pulas.
Rok Laras tersingkap akibat Vim membetulkan posisi tidur Laras.
Hanya memperlihatkan sepertiga bagian paha kanan Laras.
Vim menelan ludah, dadanya mulai bergejolak. Paha Laras yang putih mulus membangkitkan gairah Vim. Dia lelaki normal.
Vim mengelus paha itu tapi pikiran sehatnya tetap bekerja. Sebatas mengelus, Vim menekan hasrat
nya dalam-dalam. Laras milik Vano adiknya. Vim disadarkan
dengan realita. Izinkan aku menciummu Laras, bisik Vim sangat pelan hampir tanpa bersuara. Kemudian hidung Vim menyentuh kening Laras dan bibirnya mengecup bibir Laras dengan lembut dan cepat.
...~~...
Malam harinya Laras memulai menggambar sketsa Vano. Dia kelak yang akan menjadi pemimpin buat Laras. Vano tidak jelek, tidak kalah dari Vim. Hanya saja Vano mewarisi warna kulit papinya yang agak gelap.
Kegiatannya terhenti manakala Laras ingat bahwa ia tadi siang tertidur di kamar Vim. Haruskah ia meminta maaf. Bukankah Vim belum datang sampai saat Laras terjaga dari tidurnya di kamar Vim.
Rasanya tidak perlu meminta maaf pikir Laras.
Tangannya terus memainkan goresan-goresan tinta membentuk wajah Vano tatkala hp Laras berbunyi.
"Ada apa mas?"
"Ras keluarlah. Ke kolam renang ya. Aku di sini." Ajak Vano pada Laras.
"Baiklah mas."
Vano sudah menunggu Laras di dalam kolam renang. Dilihatnya Laras berjalan menggunakan kaos you can see dan celana pendek di atas dengkul.
"Laras ayo berenang. Turun."
"Aahh aku nggak bisa berenang mas."
"Sebesar itu nggak bisa berenang sih. Memalukan. Sini aku ajari."
Laras masih menolak. Lagi-lagi Vim harus menikmati romantis
nya Vano dan Laras yang sedang berada di kolam renang.
Jangan lupa tinggalkan jejak di sini. 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
auliasiamatir
vim suka sama Laras.. kasian vim
2021-12-05
0
TK
terus
2021-11-06
1
Jo Doang
asyik nih. nyuri ciuman. salam dari Pocong Family dan kepala Suku
2021-10-31
1